Ya Tuhan, saya tidak pantas Engkau datang kepada saya, tetapi bersabdalah saja maka saya akan sembuh
Posted by liturgiekaristi on July 20, 2011
I : Lihat, Inilah Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia, berbahagialah kita yang diundang ke perjamuan-Nya
U : ya Tuhan, saya tidak pantas Tuhan datang kepada saya, tetapi Bersabdalah saja, maka saya akan sembuh.
sering kita mendegar Imam mengucapkan ini, tapi adakah kita menghayati kata2 dari Bapa? Jikalau Bapa menghendaki, janganlah mencari kesembuhan di tempat lain (contoh di meko, no offense)
PENCERAHAN DARI PASTOR PHILIPUS SERAN
Dua hari yang lalu, seorang fans, sdri Sandy Wijaya mengajak kita untuk lebih memaknai dan menghayati ajakan dan aklamasi yang kita ucapkan sesaat menyambut komuni dalam perayaan Ekaristi :
Imam : « Inilah Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia. Berbahagialah kita yang diundang ke perjamuanNya.
Umat : « Ya Tuhan, saya tidak pantas Engkau datang kepada saya, tetapi bersabdalah saja maka saya akan sembuh ».
Sdr. Hailey Francis Thomas menanggapi dengan menegaskan bahwa aklamasi yang kita ucapkan, – yang merupakan kata-kata dari perwira Romawi dalam Matius 8, 8 -, bukan hanya harapan kesembuhan jasmani tetapi juga kesembuhan rohani.
Menyambut ajakan dan harapan dari kedua fans tercinta ini, saya mengajak kita semua untuk masuk lebih dalam, merenungkan dan memahami kisah biblis penyembuhan hamba dari perwira Romawi, yang oleh ungkapan imannya yang mendalam, kata-katanya masuk dalam liturgi kita (Katolik) dan menjadikannya sebagai ungkapan ketidakpantasan kita menyambut Tuhan Yesus dalam Roti Ekaristi.
Penginjil Matius dalam Matius 8, 5 – 17, mengisahkan bahwa peristiwa ini terjadi di Kapernaum. Saat itu Yesus masuk ke kota Kapernaum. Seorang perwira Romawi menemuiNya dan memohon kesembuhan hambanya yang terbaring sakit lumpuh di rumahnya dan ia sangat menderita. Yesus menjawabnya : « Aku akan segera datang untuk menyembuhkannya ». Namun perwira Romawi itu berkata kepadaNya : « Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku, katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh ».
Terkesan ada yang aneh di sini : Yesus mau datang ke rumah perwira Romawi untuk menyembuhkan hambanya yang sedang sakit, karena ia memintaNya, tetapi « ditolak ». Mengapa perwira Romawi tidak bersedia menerima Yesus di rumahnya ? Mengapa dia meminta dari Yesus « sepatah kata saja » maka hambanya menjadi sembuh ?
Untuk menjawab permasalahan ini, kita terlebih dahulu melihat konteks dan situasi yang ada saat itu. Perwira Romawi merupakan personnel inti dari legium atau pasukan tentara Romawi. Jabatannya adalah komandan sekaligus kepala keamanan di Kapernaum. Pada jaman Yesus Palestina merupakan daerah pendudukan atau jajahan dari kekaiseran Romawi. Kehadiran para tentara Romawi sudah pasti tidak dikehendaki oleh orang-orang Yahudi, bahkan mereka sangat dibenci, dicap kafir atau pagan dan orang asing. Jadi kehadiran para tentara Roamwi itu sendiri menuai kebencian di kalangan Yahudi.
Namun bagi para penginjil, tentara atau perwira Romawi dilihat sebagai hal yang positif. Contohnya, selain kisah penyembuhan hamba dari seorang perwira Romawi Inijl Matius ini dan paralelnya di Injil Lukas 7, 1 – 10, kita juga ingat dalam kisah penyaliban Yesus dalam Injil Markus, ada sebuah jawaban yang diberikan atas pertanyaan orang di sepanjang Injil Markus : « Siapa orang yang bernama Yesus ini ? » Seorang perwira Romawi, kepala pasukan memberi jawaban dalam seruannya sesaat Yesus mati di salib : « Sungguh, orang ini adalah Anak Allah! » (Markus 15, 39). (Apakah pengakuan iman dari perwira Romawi ini merupakan pratanda bahwa jumlah besar anggota Gereja adalah bukan orang Yahudi melainkan orang asing ?)
Menurut aturan hukum saat itu, seorang tuan memiliki hak penuh atas budak/hambanya dan tidak ada sesuatupun kewajiban terhadap dia. Seorang budak dianggap sebagai barang milik dari tuannya, seperti binatang yang menjadi harta milik.
Namun hal yang sebaliknya dari perwira Romawi ini. Dia memiliki kemurahan hati dan kepeduliannya yang tinggi terhadap orang kecil dan miskin, khususnya hambanya yang terbaring sakit lumpuh dan sangat menderita. Tidak hanya rasa solider dengan kaum kecil dan miskin hina, si komandan tentara ini juga menaruh hormat dan kepercayaannya kepada Yesus. Mulanya beliau hanya memohon kesembuhan hambanya yang menderita sakit lumpuh ; dan Yesus menanggapinya bahwa ia segera datang dan menyembuhkan hambannya itu.
Akan tetapi perwira ini sadar bahwa Yesus tidak bisa datang ke rumahnya, karena agama dan adat-istiadat melarang orang Yahudi datang dan bergaul dengan orang asing « yang kafir » seperti dirinya. Hukumnya adalah najis bila orang Yahudi bergaul dan datang ke rumah orang asing yang kafir. Dan bila itu terjadi harus ada acara pemurnian atau pentahiran selama seminggu. Maka sadar akan aturan hukum seperti ini, si perwira Romawi tidak mau menjadi biang kerok untuk menajiskan orang. Ia sadar bahwa orang Yahudi menganggap dirinya bagaikan penderita kusta yang menular bila kontak dengan dirinya. Maka meskipun dia seorang perwira, kepala keamanan yang memiliki kekuatan militer dan kekuatirannya menjadi penyebab kenajisan, ia merasa tidak layak Yesus datang ke rumahnya untuk menyembuhkan hambahnya yang sakit. « Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku… » Baginya Yesus memiliki kekuatan, kewibawaan, dan kuasa yang melebihi wibawa dan kuasanya sebagai seorang perwira, sebagaimana yang ia lakukan terhadap para prajurit dan hambanya. Kristus dapat memerintahkan kelumpuhan agar bisa bangun dan berjalan kembali. Kristus Yesus memiliki kuasa yang begitu besar bagi sakit dan penyakit ; kuasa apapun tidak bisa menandingi Firman Tuhan Yesus. Sabda Yesus adalah Sabda kehidupan, terang yang menuntun jalan dan langkah hidup.
Menurut keyakinan umum saat itu, sentuhan atau jamahan mempunyai daya yang efektif untuk menyembuhkan ; seperti kisah sebelumnya penyembuhan seorang lepra di Mat 8, 1 – 4 atau kisah sesudahnya penyembuhan ibu mertua Petrus di Mat 8, 16 – 17 ; atau paling tidak si sakit hadir dan menunjukkan imannya dan Yesus melihatnya dan menyembuhkannya. Namun bagi si perwira Romawi, dengan keyakinan « kafirnya », ucapan sepatah kata saja dari Yesus telah menghasilkan efektivitas penyembuhan seperti yang diharapkannya (diimani), walaupun Yesus tidak berjumpa/melihat dan tidak menyentuh/menjamah hambanya yang menderita sakit lumpuh. Baginya, Yesus cukup « katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh ».
Kita mengimani bahwa Sabda Yesus dapat menyembuhkan dan menguatkan perjalanan dan langkah hidup kita. Dengan keyakinan iman ini maka dalam perayaan Ekaristi, saat mau menyambut komuni, imam Kristus memegang roti Ekaristi di atas patena atau piala dan memperlihatkannya kepada kita serta mengundang kita untuk ikut makan dalam perjamuan Tuhan Yesus. Kemudia bersama imam kita menyatakan ketidakpantasan kita (bdk. PUMR no. 84) dengan mengucapkan : « Ya Tuhan, saya tidak pantas Engkau datang kepada saya, tetapi bersabdalah saja maka saya akan sembuh ».
Semoga!
-phs-
Leave a Reply