DOA BAPA KAMI – SIKAP TANGAN HARUS BAGAIMANA?
Posted by liturgiekaristi on March 8, 2011
Pertanyaan :
Pada saat lagu Bapa Kami, apakah sikap/tangan umat harus menengadah.
PENCERAHAN PASTOR YOHANES SAMIRAN SCJ:
Pedoman umum TPE untuk untuk umat yang diatur sikap badannya adalah hanya gerak besar seperti berdiri, duduk, (berlutut).
Tetapi detail lain seperti “sikap tangan” tidak diatur.
Untuk imam ada aturan tersendiri.
Maka yang perlu diperhatikan adalah agar sikap badan tambahan atas inisiatif sendiri atau lokal (paroki tertentu) tidak mengganggu umat yang lain yang hadir.
Itu untuk Ekaristi pada umumnya. …
Menjawab apakah umat dilarang mengangkat tangan. Larangan tegas tidak disebutkan. Tetapi tidak bisa ditafsirkan bahwa itu diperbolehkan atau malah dianjurkan.
Tetap harus dijaga keagungan, kesakralan, dan kekhidmatan Perayaan Ekaristi, dan hormat kepada Tuhan yang hadir secara istimewa.
PENCERAHAN DARI PASTOR ZEPTO PR.
Tatagerak ketika ‘Bapa Kami’ tsb yg diatur hanyalah untuk imam selebran-utama dan konselebran yaitu merentangkan tangan (lih. PUMR 152-153, 237). Umat boleh juga membuka/mrentangkan tangan? Menurut sy, boleh juga, tapi tak wajib, juga tak boleh diwajibkan sec massal utk smua hadirin. Terkait dgn tatagerak ini, hendaknya tak mengganggu kenyamanan sesama umat di samping kiri-kanan.
Pendapat pribadi sy: tata gerak umat tsb (membuka tangan) tak lebih dari gerak devosional pribadi, sama seperti tatagerak mengatupkan tangan di depan/atas dahi sambil membungkuk/ menyembah ketika konsekrasi dlm Doa Sykr Ag.
Ttg aktivitas devosional pribadi dlm PE.
Perayaan Ekaristi mrupakan prayaan komunal, namun serentak juga bersifat personal. Bila aspek komunal saja yg ditekankn mk PE mjd prayaan yg kaku, alien, tak membumi, &cenderung formalistis. Sebaliknya, bila titik berat hy pd aspek personal sj, mk hakikat ‘Gereja adalah communio’ mjd kabur.
Perlu keseimbangan. Maka, TIDAK dapat dinajiskan sgala aktivitas devosional pribadi (berupa gerak, suara, dll) dlm misa, sejauh itu TIDAK brtentangn dgn norma2 Liturgi Suci (aspek teologis-liturgis) dan TIDAK mengganggu dimensi komunal (aspek sosial-kultural) dr PE. Sebaliknya, itu smakin mperkaya penghayatan pribadi akan PE sbg prayaan bersama. Dgn memberi ruang pd aktivitas devotional pribadi, PE tak hy dihayati sbg prayaan ‘milik KITA’ melainkan akan smakin dialami sbg perayaan ‘milikKU juga’. Sekali lg, asalkan aktivits devosional pribdi tsb tetap dpt dipertanggungjawbkan sec teologis-liturgis dan sec sosial-kultural. Pendek kata, itu OK sejauh tak mjd sandungan, scandalum.
Pertanyaan umat 2 :
Menurut TPE 2005 “Menyikapi soal tata gerak dan sikap tubuh umat saat berdoa Bapa Kami, umat berdiri dan posisi tangan seharusnya pada posisi berdoa (menempelkan/mengatupkan kedua telapak tangan)”. Kenyataan yg ada posisi tangan umat hampir mayoritas yg ada dlm posis…i merentangkan tangan/posisi menyembah, mengikuti romo/imam yg memimpin PE. ini salah siapa?
Pencerahan dari Pastor Christianus Hendrik :
Dari segi praktis, kiranya Liturgi resmi Gereja selalu memberi ruang untuk ekspresi pribadi sejauh tidak mengganggu kebersamaan. Merentangkan tangan atau mengatupkan tangan selama doa Bapa Kami rasanya bagian dari ekspresi pribadi yang sah-sah saja (sejauh tidak berlebihan dan lalu mangganggu yang lain).
Yang penting orang tahu maknanya:
– Merentangkan tangan/menengadah/mengangkat tangan ke atas itu seperti dalam perang, tanda orang menyerah kalah. Kita menyerahkan diri di hadapan Allah sambil berdoa Bapa Kami.
– Membuka tangan mengarah ke atas (bukan mengepal/menggenggam) itu tanda pengharapan, kita memanjatkan doa Bapa Kami penuh harapan memohon segala kebutuhan dan keluhan kita sambil membuka diri dan kesadaran yang dirangkum dalam doa yang amat agung ini. GBU all.
Leave a comment