Seputar Liturgi Ekaristi Gereja Katolik

Seputar Liturgi Ekaristi Gereja Katolik

  • Majalah Liturgi KWI

  • Kalender Liturgi

  • Music Liturgi

  • Visitor

    free counters

    widget

    Please do not change this code for a perfect fonctionality of your counter
    widget

    Free Hit Counters

    widget

    Please do not change this code for a perfect fonctionality of your counter
    widget

    free statistics

    widget

    Please do not change this code for a perfect fonctionality of your counter
    widget

    hit counters



    widget flash

    widget

    Please do not change this code for a perfect fonctionality of your counter
    widget

    web page counter

  • Subscribe

  • Blog Stats

    • 1,255,592 hits
  • Kitab Hukum Kanonik, Katekismus Gereja Katolik, Kitab Suci, Alkitab, Pengantar Kitab Suci, Pendalaman Alkitab, Katekismus, Jadwal Misa, Kanon Alkitab, Deuterokanonika, Alkitab Online, Kitab Suci Katolik, Agamakatolik, Gereja Katolik, Ekaristi, Pantang, Puasa, Devosi, Doa, Novena, Tuhan, Roh Kudus, Yesus, Yesus Kristus, Bunda Maria, Paus, Bapa Suci, Vatikan, Katolik, Ibadah, Audio Kitab Suci, Perjanjian Baru, Perjanjian Lama, Tempat Bersejarah, Peta Kitabsuci, Peta Alkitab, Puji, Syukur, Protestan, Dokumen, Omk, Orang Muda Katolik, Mudika, Kki, Iman, Santo, Santa, Santo Dan Santa, Jadwal Misa, Jadwal Misa Regio Sumatera, Jadwal Misa Regio Jawa, Jadwal Misa Regio Ntt, Jadwal Misa Regio Nusa Tenggara Timur, Jadwal Misa Regio Kalimantan, Jadwal Misa Regio Sulawesi, Jadwal Misa Regio Papua, Jadwal Misa Keuskupan, Jadwal Misa Keuskupan Agung, Jadwal Misa Keuskupan Surfagan, Kaj, Kas, Romo, Uskup, Rosario, Pengalaman Iman, Biarawan, Biarawati, Hari, Minggu Palma, Paskah, Adven, Rabu Abu, Pentekosta, Sabtu Suci, Kamis Putih, Kudus, Malaikat, Natal, Mukjizat, Novena, Hati, Kudus, Api Penyucian, Api, Penyucian, Purgatory, Aplogetik, Apologetik Bunda Maria, Aplogetik Kitab Suci, Aplogetik Api Penyucian, Sakramen, Sakramen Krisma, Sakramen Baptis, Sakramen Perkawinan, Sakramen Imamat, Sakramen Ekaristi, Sakramen Perminyakan, Sakramen Tobat, Liturgy, Kalender Liturgi, Calendar Liturgi, Tpe 2005, Tpe, Tata Perayaan Ekaristi, Dosa, Dosa Ringan, Dosa Berat, Silsilah Yesus, Pengenalan Akan Allah, Allah Tritunggal, Trinitas, Satu, Kudus, Katolik, Apostolik, Artai Kata Liturgi, Tata Kata Liturgi, Busana Liturgi, Piranti Liturgi, Bunga Liturgi, Kristiani, Katekese, Katekese Umat, Katekese Lingkungan, Bina Iman Anak, Bina Iman Remaja, Kwi, Iman, Pengharapan, Kasih, Musik Liturgi, Doktrin, Dogma, Katholik, Ortodoks, Catholic, Christian, Christ, Jesus, Mary, Church, Eucharist, Evangelisasi, Allah, Bapa, Putra, Roh Kudus, Injil, Surga, Tuhan, Yubileum, Misa, Martir, Agama, Roma, Beata, Beato, Sacrament, Music Liturgy, Liturgy, Apology, Liturgical Calendar, Liturgical, Pope, Hierarki, Dasar Iman Katolik, Credo, Syahadat, Syahadat Para Rasul, Syahadat Nicea Konstantinople, Konsili Vatikan II, Konsili Ekumenis, Ensiklik, Esniklik Pope, Latter Pope, Orangkudus, Sadar Lirutgi

Archive for the ‘k. LITURGI ANAK’ Category

AWAM MEMBERIKAN BERKAT DAHI PADA ANAK2 SAAT KOMUNI – BOLEHKAH?

Posted by liturgiekaristi on June 22, 2011


Pertanyaan umat :

 

Damai Tuhan beserta kt sekalian.. Z mau kembali bertax nie…. Apakah d perbolehkn seorg awam,dlm hal ini fr ato sr mbrikn brkat pd dahi anak2 saat membagikn tubuh kristus (komuni brlangsung)?

Daniel Pane

‎1) Saat pembagian Komuni sebaiknya hanya dilakukan untuk membagi Komuni. Pemberian berkat untuk anak-anak sebaiknya dilakukan oleh Imam sesudah Misa selesai.

Posted in k. LITURGI ANAK | Leave a Comment »

LAGU KOMUNI UNTUK ANAK-ANAK “AKU RINDU AKAN TUHAN”

Posted by liturgiekaristi on March 24, 2011


Posted in k. LITURGI ANAK, q. Video terpilih | Leave a Comment »

DOKUMEN QUAM SINGULARI – KOMUNI PERTAMA PADA UMUR 7 TAHUN

Posted by liturgiekaristi on March 16, 2011


Paus Pius X pada tanggal 8 Agustus 1910 mengeluarkan dokumen Quam Singulari (QS), yang memungkinkan untuk memberikan Komuni Pertama pada umur 7 tahun. Praktik di di Indoensia berbeda …. Mungkinkah di Indonesia saat ini diberlakukan?

SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA

Paus Pius X pada tanggal 8 Agustus 1910 mengeluarkan dokumen Quam Singulari (QS), yang memungkinkan untuk memberikan Komuni Pertama pada umur 7 tahun.
Setelah membuat penelitian selama 20 tahun mengenai sejarah pelayanan komuni pertama dan… pengakuan pertama serta manfaatnya bagi kehidupan pribadi dan Gereja pada umumnya, maka Paus Pius X berani mengambil keputusan untuk mengeluarkan dokumen “Betapa Istimewanya” (Quam Singulari) dengan maksud:
MEMBERI KESEMPATAN SEDINI MUNGKIN BAGI ANAK-ANAK YANG TELAH DIBAPTIS UNTUK MENGALAMI ANUGERAH SAKRAMEN PENGAMPUNAN DAN KOMUNI PERTAMA: PADA USIA AKAL BUDI, YAITU KETIKA BERUMUR SEKITAR TUJUH TAHUN.
Mungkinkah di Indonesia saat ini diberlakukan?
Apa yang diakatakan Quam Singulari adalah prinsip-prinsip dasar. Praktiknya tidak boleh di bawah umur 7 tahun dst…. Maka setiap wilayah, budaya, dalam masing-masing teritori Gereja bisa membuat kebijakan pastoral sendiri-sendiri di bawah pimpinan ordinaris wilayah masing-masing.

Zenny Prijowibowo

<>Apa yang diatur oleh Paus, selama tidak dibatalkan oleh Paus setelahnya, berlaku secara universal, termasuk Indonesia. Hirarki Indonesia tidak boleh menolaknya.
YA BOLEH DONG MENOLAK…….Kalau dibandingkan dengan KHK, ada aturan usia nikah 14 th, tetapi Gereja di Indonesia kan tidak menerima begitu saja, nyatanya mengikuti UU yang ada….
DARIPADA MEMBERI KOMUNI KUDUS KEPADA ANAK YG TIDAK MENGERTI ARTINYA….. LEBIH BAIK DITUNDA.
Kalau ditempat saya anak 7 tahun kalau Misa kebanyakan mainan di luar. Apa setelah lari-lari diluar, terus masuk untuk menyambut Komuni Kudus. Kan tidak Layak, walaupun mungkin sah-sah saja……

SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA

Rasanya kuragn tepat jika dibandingkan dengan usia minimal menikah, karena untuk urusan menikah, juga menyangkut hidup bernegara yang diatur lewat undang-undang. Gereja Katolik di Indonesia tentu perlu berkompromi dengan negara dalam melaksanakan hukum Gereja tentang usia minimal perkawinan.

Sedangkan penentuan usia menyambut komuni pertama adalah urusan internal Gereja, dimana negara tidak akan dan tidak boleh ikut campur. Jadi pertimbangannya bukan soal menyangkut hidup bernegara seperti usia perkawinan, namun menyangkut kelayakan anak-anak Indonesia untuk dapat memahami transubstansiasi dan menerima Tubuh dan Darah Kristus.

Bagi kita yang sudah terbiasa merasakan dan melihat penerimaan komuni pertama pada usia 9-10 tahun, tentu akan mengernyitkan dahi ketika menyadari bahwa Paus Pius X menghendaki anak berumur 7 tahun untuk menyambut komuni pertama. Hal ini terjadi karena kita juga terbiasa membiarkan anak-anak kita menjadikan gereja sebagai arena bermain.

Mungkin sampai berumur 4-5 tahun masih wajar kalau anak belum bisa diberitahu tentang hal-hal yang suci seperti kesakralan gereja sebagai Rumah Tuhan. Tapi bukan tidak mungkin anak berumur 7 tahun sudah punya iman yang cukup untuk menerima komuni pertama.

Keponakan saya pada usianya yang ketujuh, tidak pernah menjadikan gereja sebagai arena bermain. Ia selalu mengikuti misa bersama orang tuanya, dan turut serta secara aktif mengikuti tata gerak, nyanyian, doa, dan hening. Ia juga selalu ingin mengikuti ibadat lingkungan walaupun karena keterbatasan fisik dan waktu tidak selalu bisa ikut.

Selalu ada anak-anak yang berumur belum 7 tahun sudah mampu mengikuti misa dengan baik dan aktif terlibat di dalamnya. Beberapa misdinar baru di paroki saya termasuk anak-anak seperti ini, yang sejak kecilnya selalu misa bersama orang tuanya.

Sebaliknya ada pula anak-anak yang bahkan sudah lebih dari 10 tahun namun lebih senang main di luar ketika orangtuanya mengikuti misa. Belum lagi remaja dan mudika yang lebih senang duduk di belakang atau pojok atau bahkan di luar gereja supaya bisa ngobrol dan baru masuk ketika menyambut komuni.

Kalau yang seperti ini salah siapa? Apakah anak yang salah? Atau orang tua, katekis, dewan paroki, atau romo yang salah?

-OL-

Posted in k. LITURGI ANAK | Leave a Comment »

KOMUNI PERTAMA UNTUK ANAK2 – UMUR BERAPA ?

Posted by liturgiekaristi on March 16, 2011


Beberapa hari lalu, ada topik yang membahas penerimaan komuni pertama anak2 pada usia 7 tahun . Di kotak koment ini adalah PENCERAHAN dari Pastor Philipus Seran yang saat ini berkarya di Perancis. Selamat menyimak.

 

PENCERAHAN DARI PASTOR Philipus Seran

Pencerahan tentang umur berapa seorang anak menerima Komuni Pertama ?

• Sejarah singkat : sampai abad XII, anak menerima Komuni Pertama ketika ia dibabtis. Jadi kalau babtisnya masih bayi, maka hanya diole…skan anggur Darah Kristus di mulutnya, karena kalau terima Hosti, takutnya ia muntahkan. Tahun 1215, Konsili Lateran memutuskan bahwa anak menerima Komuni Pertama pada usia akal budi, sekitar umur 12-14 tahun ; sampai akhir abad XVI tidak ada upacara khusus untuk Komuni Pertama, artinya anak pada usia akal budi maju saja untuk menerima komuni. Awal abad XVII mulai di Prancis ada pengajaran /katekese sebagai persiapan Komuni Pertama, dan pada akhir katekese dibuat upacara meriah untuk Komuni Pertama, dan dalam perjalanannya sebagai upacara peralihan dari masa anak ke masa remaja, sampai abad ke XIX. Tanggal 8 Agustus 1910, Paus Pius X mengeluarkan Dekerit « Quam Singulari » (Betapa Istimewanya); Dekrit ini bermaksud untuk member kesempatan kepada anak² yang sudah dibabtis untuk mendapatkan anugerah sakramen pengampunan dosa dan komuni pertama, pada usia akal budi yakni pada umur anak 7 tahun, orang menyebutnya sebagai « persekutuan pribadi » atau « komuni kecil » karena Yesus sayang pada anak-anak, yang berlangsung terus sebagai usia 12-14 tahun dimana diadakan upaca akil balik. Sejak tahun 1970, istilah « komuni kecil » tidak digunakan lagi dan diganti menjadi istilah « Komuni Pertama ».

• Komuni Pertama itu apa sih ? Hal pertama yang harus kita sadari adalah seorang anak menerima Kristus dalam Sakramen Ekaristi Kudus untuk pertama kalinya. Dalam Komuni Pertama, seorang anak mengadakan kontak pribadi dengan Yesus dan menjalin hubungan yang intim denganNya. Komuni Pertama itu memberi sentuhan kepada hati anak-anak agar mereka sadar bahwa Yesus yang mereka terima itu kini telah dekat dalam diri dan hidup mereka, menjadikan mereka semacam kontemplasi bahwa Yesus kini hadir dan meminta anak² itu untuk hidup lebih baik, bertumbuh dewasa dalam iman, harap dan cinta kasih. Bahwa Kristus yang hadir dalam diri mereka juga membuat mereka berkembang dalam akal budi dan berkehendak.

• Selain Komuni Pertama, sakramen Ekaristi Kudus, anak juga untuk pertama kalinya menerima Sakramen Pengampunan dosa. Maka anak harus sudah punya kesadaran akan benar – salah, baik – buruk. Kesadaran ini akan membawa dia kepada rasa bersalah dan berdosa kalau perilakunya sudah menyimpang dari kehendak Tuhan dan meminta pengampunan dari Tuhan.

• Jadi seharusnya pada usia berapa ? Sebagaimana dalam koment² yang sudah anda berika bahwa ada yang mau supaya kita harus mengikuti Dekrit « Quam Singularis » karena masih berlaku dan belum dibatalkan. Ada yang mengatakan bahwa usia anak 7 tahun masih kecil dan belum tahu apa², ada yang bilang yang terbaik sajalah mengikuti aturan Gereja setempat. Semua pendapat itu sih sah-sah saja. Namun harus disadari bahwa Komuni Pertama harus membutuhkan persiapan serius sampai pada anggapan bahwa si anak sungguh telah siap untuk menyambut Sakramen Ekaristi. Jadi bukan persiapan instant, cukup 4-5 kali pengajaran sudah dirasa cukup. Kalau komuni pertama itu diberikan pada anak umur 7 tahun, itu berarti baru kelas 2 SD, persiapan atau pengajaran untuk dia kapan ? Sejak kelas satu SD kah ? Persiapan harus serius, bisa setahun…. Biarkan anak-anak ikut berpartisipasi dalam pengajaran, dan itu juga tergantung dari kehidupan keluarga katolik. Orang yang menjadi katekumen yang sudah dewasa, sudah punya niat yang sungguh saja menjalani masa katekumenat 1 – 2 tahun… Jadi menurut saya pribadi yang berlaku sekarang masih ideal, yakni usia anak di kelas 4 atau 5 Sekolah Dasar (SD).

• Hal berikut adalah peran serta orang tua. Masih ingat kan janji perkawinan? Yakni kesediaan untuk mendidik anak dalam iman Katolik dan mengantar mereka untuk menerima sakramen-sakramen Gereja. Jadi dalam Komuni Pertama ada keputusan dari orang tua bahwa anaknya menerima Komuni Pertama. Saya punya pengalaman atas hal ini. Hanya beberapa minggu menjelang upacara Komuni Pertama, ada keluarga yang datang pada saya dan mengatakan bahwa anaknya belum bisa menerima komuni pertama, tunda tahun depan, dengan alasan tingkah laku anaknya belum layak untuk menyambut Sakramen Ekaristi Kudus.

• Hal yang terakhir, bagaimanapun kita harus mengikuti reksa pastoral di Paroki dan di Keuskupan dimana kita berdomisili. Pastor paroki atas mandat yang ia terima dari uskup sebagai ordinaris wilayah, juga ikut bertanggung jawab atas kehidupan iman kita. Jadi apa yang masih berlaku di paroki atau keuskupan hendaknya kita turuti.

• Terima kasih, salam dan Tuhan memberkati.

PENCERAHAN PASTOR Albertus Widya Rahmadi Putra

Sekedar beberapa sumbangan pendapat terkait isi dokumen:

1. Jika pertanyaannya: “mungkinkah di Indonesia saat ini diberlakukan?”, maka jawabannya tentu saja “mungkin”, asal syarat2 objektifnya di…penuhi.. 🙂 Tidak pernah ada larangan tentang …hal ini di dari pihak hirarki di Indonesia. Sharing pengalaman Bp. Wid Sumartopo di atas adalah salah satu contoh konkritnya.

2. Rumusan pertanyaan di atas hanya menyatakan usia “7 tahun”, padahal dokumen selengkapnya mengatakan “… about the seventh year, more or less …” … SEKITAR usia 7 tahun, bisa LEBIH bisa KURANG … (N.B. cara mengutip dan memenggal isi sebuah dokumen dalam pertanyaan akan menentukan pula bagaimana isi tanggapan & pendapat publik pembaca terhadap pertanyaan).

Sebenarnya, jika lebih diperhatikan, inti persoalan bukan pada usia entah 6, 7, 8, atau 9, etc, melainkan pada kondisi tahapan usia di mana seorang anak mulai bisa menggunakan akal budinya. Persisnya dokumen memaksudkan: tahap usia di mana seorang anak mulai bisa MEMBEDAKAN Hosti sebagai Tubuh Kristus dengan roti biasa. inilah salah satu syarat objektifnya. Just as simple as that.

3. Tidak dibutuhkan pengetahuan menyeluruh & lengkap tentang ajaran dan misteri iman utk penerimaan komuni pertama. Cukuplah pengetahuan dasar iman kristiani agar anak bisa memperoleh Komuni pertama. Dengan demikian sejak dini anak dimungkinkan menimba kekayaan rohani yang bisa didapat melalui komuni suci & menjalin hubungan pribadi dengan Kristus sendiri. (Memahami dan mengerti secara utuh dan lengkap ajaran iman kristiani adalah tugas setiap orang kristen yang mesti dijalankan secara bertahap SEUMUR HIDUP.)

4. Karena itu di Indonesia lazimnya komuni pertama diberikan pada usia 9-10 tahun (kelas 3 SD). Sesuatu yang sama sekali tidak bertentangan dengan isi dokumen Quam Singulari (bdk. kata “about the seventh year, more and less…” di atas). Dalam konteks kultural umum Indonesia, tahap usia inilah yang tampaknya pas bagi seorang anak untuk bisa menggunakan akal budinya secara bertanggungjawab, mengerti perbedaan Hosti dan roti biasa, etc. (Tentu saja selalu dimungkinkan adanya kasus perkecualian karena hal semacam ini bukanlah rumusan eksak matematika plus berbagai faktor eksternal yg bisa berpengaruh.)

5. Dokumen tidak hanya berhenti pada soal usia tetapi juga menekankan pentingnya persiapan dan pembekalan sehingga anak dibantu mengerti apa artinya menerima Tubuh Kristus. Di sinilah peran penting orangtua, pastor paroki, guru & pendidik, etc untuk membantu pemahaman anak tentang ajaran iman & anugerah keselamatan yg bisa diperoleh dengan menyambut komuni. Tidak hanya berhenti pada persiapan melainkan juga pembinaan terus menerus sesudah komuni pertama sehingga anak makin dibawa pada pengetahuan dan pengalaman iman yang lebih mendalam serta kecintaan akan ekaristi. Pendidikan iman adalah tugas bersama, bukan hanya tugas guru agama atau katekis.

6. Nah.. ketika disodori pertanyaan semacam di atas, tidak tertarikkah Anda semua utk berusaha mengecek sumber dokumen secara lengkap? Saya amat menyarankan, untuk memperluas wawasan, jika berhadapan dengan kutipan2 semacam itu untuk berusaha kembali ke sumber lengkapnya. Setiap dokumen punya konteks dan maksud tertentu. Selain itu, pembacaan secara lengkap akan membantu kita memahami persoalan secara lebih integral tanpa terjebak hanya pada dikotomi pendapat “boleh atau tidak”, “harus atau terserah”, “taat sama Roma atau membangkang”, etc.

Isi lengkap dokumen:
http://www.papalencyclicals.net/Pius10/p10quam.htm

7. Beberapa point penting dokumen Quam Singulari:

a. The age of discretion, both for Confession and for Holy Communion, is the time when a child begins to reason, that is about the seventh year, more or less. From that time on begins the obligation of fulfilling the precept of both Confession and Communion.

b. A full and perfect knowledge of Christian doctrine is not necessary either for First Confession or for First Communion. Afterwards, however, the child will be obliged to learn gradually the entire Catechism according to his ability.

c. The knowledge of religion which is required in a child in order to be properly prepared to receive First Communion is such that he will understand according to his capacity those Mysteries of faith which are necessary as a means of salvation (necessitate medii) and that he can distinguish between the Bread of the Eucharist and ordinary, material bread, and thus he may receive Holy Communion with a devotion becoming his years.

d. The obligation of the precept of Confession and Communion which binds the child particularly affects those who have him in charge, namely, parents, confessor, teachers and the pastor. It belongs to the father, or the person taking his place, and to the confessor, according to the Roman Catechism, to admit a child to his First Communion.

Semoga berguna.. Peace..

Posted in k. LITURGI ANAK | Leave a Comment »

DI PENGHUJUNG MISA, ANAK-ANAK MAJU MENERIMA BERKAT?

Posted by liturgiekaristi on March 16, 2011


PERTANYAAN UMAT :

Willybrodus Sunaryo

Dipengujung misa selesai anak maju dan romo memberi berkat,bukankah cukup sekali saja penerimaan berkat akhir dari romo?

SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA

tidak disemua paroki, anak-anak maju menerima berkat Kristus untuk anak pada dahi anak. sama halnya ketika menerima komuni (si anak yg belum saatnya menerima) akan diberkati dahinya oleh prodiakon/romo dengan menyebut “Berkat Kristus” dan si anak akan bilang amin. para paroki tertentu jg tidak semua anak hadir pada perayaan Ekaristi, (misal mengikuti kegiatan bina iman) baru seusai misa, anak-anak diberi berkat Kristus oleh romo. Jadi dalam hal ini tidak double. semoga bisa dipahami. Admin – IK

Posted in k. LITURGI ANAK | Leave a Comment »

DRAMA ANAK-ANAK SAAT MISA NATAL/PASKAH ANAK

Posted by liturgiekaristi on March 9, 2011


PERTANYAAN DARI PASTOR LOUIS ANTONNY WIJAYA SCJ :

Ada ungkapan drama anak-anak saat Misa Natal (anak-anak) dan Paskah (anak-anak), tidak diperbolehkan. Alasannya, meskipun tidak menggantikan bacaan Injil, drama itu cenderung tidak menghormati kekudusan panti imam. Bagaimana pendapat anda?

KOMENTAR UMAT 1 :

Iya, betul … hal tsb pernah terjadi di Paroki saya, itu karena Panti Imam dijadikan arena pertunjukan dan tidak memperhatikan kekudusan Panti Imam, makanya selanjutnya kalau Misa anak2 lebih sering dirayakan di Aula / Gd Serba Guna.

PENCERAHAN DARI PASTOR LOUIS ANTONNY WIJAYA SCJ :

Kadang kala di beberapa Gereja tidak ada tempat yang cukup luas selain panti imam, jadi dilihat dari sisi tempat, panti imam yang paling cocok, umat bisa melihat dengan jelas. Hanya saja, tetap saja ada pro dan kontra. Kalo misa anak di GSG atw aula, saya malah cenderung tidak setuju, apalagi kalau GSG/aula itu masih satu kompleks dengan Gereja. Gereja kan tempat untuk beribadat. Terima kasih untuk komentarnya?
Ada comment lain? Para pendamping BIA????

Posted in k. LITURGI ANAK | Leave a Comment »

Merasa tidak nyaman menyambut komuni, karena selama misa, sibuk dengan anak.

Posted by liturgiekaristi on March 9, 2011


Pertanyaan umat :

Saya dan istri sering merasa tidak nyaman apakah kami berhak mennyambut…masalahnya selama misa berjalan, anak-anak kami bergantian minta ke kamar mandi untuk buang air kecil, belum lagi kalau rewel. Bagaimana ya mengatasinya ? Kalau sy sih akhirnya (kalau ada waktu), saya akan ikut misa lagi berikutnya (istri tidak bisa ikut)…tapi bagaimana dengan istri sy yang memang repot mengurus anak-anak…

PENCERAHAN DARI PASTOR ZEPTO PR :

Tentang KEBINGUNGAN PANTAS-TIDAKNYA MENERIMA KOMUNI KARENA ALASAN TERLALU SIBUK URUS ANAK SELAMA MISA.
Input saya:

Pertama, orang TIDAK BOLEH merasa sedemikian berdosa (karena mengurus anak selama PE) sehingga tidak pergi menerima komuni.
Asalkan dari lubuk hati yg terdalam dia sendiri mmastikan dan yakin bhw kondisi tersebut adalah KONDISI TERBAIK/ MAKSIMAL-nya
Orang harus bertanya kpd diri sendiri, entahkah tindakannya ‘masuk-keluar gereja selama PE karena urus anak’ merupakan suatu keterpaksaan yg tak boleh ditunda dan sama sekali tak ada jalan lain; entahkah itu merupakan pilihan bebasnya.

Kedua, tentu kondisi maksimal sulit terpenuhi BILA misalnya orang itu SENGAJA MEMPERALAT anak utk kepentingan2 lain yg kurang luhur selama PE (misal: mau santai, merokok, ngrumpi, BB/FB-an, telpon/SMS-an, dst, dst).

Ketiga, memang orang bisa berasionalisasi dgn 1001 alasan utk membenarkan diri, namun di atas segalanya:
tentang kebingungan pantas-tidaknya menerima komuni karena sibuk mengurus anak selama misa, SUARA HATI-mu yg jujur dan terdalam mengatakan apa??

Demikian, salam, Zepto-Triffon.

Posted in k. LITURGI ANAK | Leave a Comment »

EKARISTI BERSAMA DENGAN ANAK-ANAK

Posted by liturgiekaristi on March 9, 2011


PENCERAHAN dari Majalah Liturgi, vol 3, 2008

Ekaristi bersama dengan Anak-Anak:
Menurut ‘directorium de missis cum pueris, th. 1973.

Bab I: Membimbing anak-anak kepada perayaan Ekaristi:
Pedoman ini menegaskan bahwa kalau Gereja mau mengikuti jejak Tuhannya yang “merangkul anak-anak dan memberkati mereka” (Mrk 10,16) maka ia tidak boleh membiarkan anak-anak seperti di atas itu (n. 3)…

Psikologi modern membuktikan bahwa anak-anak mempunyai bakat religius yang luar biasa, sehingga pengalaman religius pada masa kanak-kanak dan pada umur SD sangat berpengaruh dalam perkembangan mereka (n. 2).
Oleh karena itu Gereja harus menaruh perhatian istimewa kepada anak-anak, yaitu mereka yang dibaptis bayi…., juga anak-anak yang baru saja menerima komuni pertama (n. 1).
Yang dimaksudkan dengan istilah ‘anak-anak’ ialah mereka yang belum memasuki masa pancaroba. Tetapi segala petunjuk dalam pedoman ini sedikit banyak dapat diterapkan pula kepada anak-anak cacad (n. 6).

Mengesankan bahwa Bab I Pedoman ini menjelaskan tugas dan tanggungjawab orangtua, wali, para pendidik, pastor paroki, umat di Lingkungan sekitar untuk membimbing dan mendampingi anak-anak sejak sebelum menerima Komuni Pertama dan Tobat sampai sesudahnya. Anak-anak harus disiapkan untuk mengambilbagian dalam Ekaristi dan semakin mendalami maknanya. Harus tidak boleh terpisahkan dari pendidikan kemanusiaan umumnya. Paroki hendaknya memperhatikan katekese tentang perayaan Ekaristi. Dalam rangka persiapan dan pembinaan anak-anak untuk merayakan Liturgi Gereja, amat pentinglah menyelenggarakan berbagai macam Ibadat anak-anak. (nn. 12-13).

Mengesankan bahwa dalam pembinaan peran serta anak-anak pada perayaan Liturgi, anak-anak dididik kea rah nilai-nilai manusiawi, misalnya, kebersamaan, pemberian salam, kemampuan untuk memasang telinga, kemampuan untuk minta ampun dan memberi ampun, ungkapan rasa terimakasih, penghayatan lambing-lambang, jamuan persahabatan, perayaan pesta, dan lain sebagainya. Dengan cara demikian tahap demi tahap jiwa mereka terbuka untuk menangkap nilai-nilai Kristen dan untuk merayakan misteri Kristus sesuai dengan umur dan keadaan psikologis maupun social (n. 9).

Selanjutnya, dalam bab kedua dan ketiga, dibahas secara lebih rinci perhatian dan kepercayaan tugas kepada anak-anak, baik pada Misa orang dewasa yang dihadiri juga oleh anak-anak, maupun Misa khusus bersama dengan anak-anak.

Bab II: Misa untuk orang dewasa yang dihadiri juga oleh anak-anak:

Kenyataan ini paling biasa dijumpai di banyak tempat bahwa Misa paroki dirayakan untuk seluruh umat bersama-sama. Dalam situasi seperti ini hendaknya dipertimbangkan beberapa hal:

• Usahakanlah supaya anak-anak pun disapa dalam kata pengantar pada awal Misa, waktu homili dan dalam pengutusan sebelum berkat penutup..
• Beberapa tugas dapat diserahkan kepada mereka, misalnya mengantar bahan persembahan, membawakan satu-dua nyanyian.
• Kalau keadaan mengizinkan, dapat juga Liturgi Sabda dengan homili dirayakan khusus untuk anak-anak di suatu ruangan lain yang tak jauh dari gereja. Struktur perayaannya lebih disederhanakan; bacaan dikurangi; banyak variasi dalam cara membacakan, permainan, alat peraga, nyanyian. Baru pada awal Liturgi Ekaristi, yakni pada waktu kolekte/persiapan bahan persembahan mereka digabungkan dengan orang dewasa di gereja.
• Anak-anak yang masih terlalu kecil dapat dibawa masuk pada akhir Misa untuk menerima berkat waktu komuni dan akhir Misa.

Bab III: Misa bersama anak-anak yang dihadiri oleh beberapa orang dewasa:

Misa khusus bersama anak-anak seperti ini lebih dianjurkan bukan pada Hari Minggu tetapi pada hari biasa. Hendaknya diusahakan supaya dengan adanya Misa khusus ini, anak-anak dibina supaya akan lebih mampu dan trampil berpartisipasi dalam Misa umat pada hari Minggu.

Dalam penyelenggaraan Misa khusus ini, kepada anak-anak lebih banyak dipercayakan tugas-tugas baik pada persiapan altar sebelum Misa, dekorasi, maupun tugas-tugas sebagai lector, penyanyi, dll. Suasana perayaan lebih bersifat pesta dalam suasana persaudaraan dan kekhidmatan. Peranan imam selebran sangat penting, hendaknya menyelami jiwa anak-anak dan memberi teladan dalam sikap-sikap yang sacral. Anak-anak dapat diajak berdialog dalam Homili.

Banyak hal lebih rinci ditulis dalam Pedoman ini, terutama juga dalam kaitannya dengan tata gerak, musik, unsur-unsur visual dengan alat peraga untuk homili serta penyederhanaan bahasa yang lebih komunikatif dan lebih mudah dipahami oleh anak-anak.
Kalau struktur Bacaan mengizinkan, beberapa anak dapat membawakannya dengan membagikan dalam beberapa peran seperti dilakukan dalam pembacaan Kisah Sengsara dalam Pekan Suci.

Sikap bathin yang diharapkan dari anak-anak selama Doa Syukur Agung sampai dengan Komuni ialah ketenangan dan rasa hormat. Dengan demikian anak-anak lebih mudah menghayati kehadiran Kristus di altar dalam rupa roti dan anggur serta mengucap syukur bersama Kristus kepada Allah Bapa di surga.

Maksud utama seluruh dokumen ini ialah bahwa anak-anak dididik kian hari kian mendalam untuk mewartakan Kristus, di rumah maupun di luar rumah, dalam keluarga atau pun di tengah kawan-kawan sebaya berkat peran serta yang sadar dan aktif dalam kurban dan perjamuan Ekaristi.

Posted in k. LITURGI ANAK | Leave a Comment »

Pada saat komuni, anak Bina Iman maju menerima berkat dahi ?

Posted by liturgiekaristi on March 9, 2011


Pertanyaan umat:

Pastor, saya mau tanya. Karena komuni adalah saat dimana suasana pada saat itu harus tenang, karena pada saat itu adalah saatnya kita bersatu dengan Tuhan dalam rupa hosti yang baru kita terima. Bagaimana kalau pada saat komuni, anak2 Bina Iman yang masih kecil2 digiring masuk ke dalam gereja untuk menerima berkat dari pastor. Apakah boleh, mengingat pasti suasana menjadi sedikit gaduh?

PENCERAHAN DARI PASTOR YOHANES SAMIRAN SCJ :

Dalam realitas hidup menggereja kita, di samping kita dipandu oleh aturan baku (yuridis), juga dipandu oleh langkah pastoral – demi menjaga hidup kristianitas kita secara menyeluruh.
Dalam batas-batas tertentu, langkah pastoral pratkis kadang tidak selalu ideal dipandang dari kacamata idealis yuridis, tetapi itu perlu ditempuh demi pemeliharaan jemaat pada umumnya.

Nah, soal komuni bathuk (= berkat untuk kanak-kanak dan yang belum komuni) ini adalah langkah pastoral baru. Saya sebut baru karena sebelum tahun 80-an praktik semacam ini tidak ada dalam Misa kudus.
Langkah ini saya kategorikan ‘kebijakan pastoral setempat’. Kebijakan pastoral setempat semacam ini biasanya sudah dikonsultasikan dengan Ordinaris Wilayah (= Uskup) dan Uskup memberikan rekomendasinya karena melihat nilai pastoral di dalamnya. …

Nah, berkat mereka yang belum komuni ini, dimaksudkan:
a. membiasakan anak-anak agar ‘familiar’ dengan liturgi baku, yaitu Misa kudus. Mereka belum bisa komuni, maka mereja berbaris untuk menerima berkat kening, di Palembang kami menyebut “komuni bathuk” karena diberikan kepada mereka di kening saat sesudah komuni.
(Secara teologis dan prinsip liturgis hal macam ini pasti tidak pas, karena berkat sebenarnya hanya satu yakni berkat biasa dan bersama saat mengakhiri bagian Penutup. Persoalannya sama nantnyai dengan diskusi soal berapa kali kita resminya membuat tanda salib selama Misa kudus).

b. kesempatan itu untuk merangkul mereka yang belum komuni, terutama katekumen dan anak-anak, agar kehadiran tersapa dan hati merasa disambut dan diberi tempat dalam liturgi puncak kita, yakni Ekaristi.
(Kembali lagi secara teologis langkah pastoral ini berlawanan dengan tradisi asali liturgi ekaristi. Saya pakai kata asali, karena dalam sejarah gereja, abad pertengahan bahkan setelah Homili, maka para katekumen harus keluar dan pulang – karena bagian selanjutnya diperuntukkan hanya mereka yang sudah sepenuhnya menjadi anggota GKR dan berhak berpartisipasi penuh dalam Perayaan Ekaristi. Namun toh dalam perkembangan – tradisi ini berubah kini para katekumen dan pendosa pun boleh tetap ikut Misa sampai selesai.)

Nah, dari jawaban saya di atas maka sebenarnya kita tidak bisa menyelesaikan kasus akibat kebijakan pastoral setempat semacam ini hanya murni dari sisi pandang ‘aturan baku’.
Maka jalan keluar paling aman adalah konfrmasi kepada para gembala alasan mengapa kebijakan seperti ini, dalam kasus ini ‘berkat kening’ diberlakukan di paroki atau stasi ini.
Artinya kalau kebijakan (langkah) pastoral ini telah disetujui oleh Uskup, maka itu bisa dipertanggungjawabkan.
Hanya tetap perlu dicatat bahwa ini adalah kasus khusus, yakni berlaku di keuskupan itu dan di tempat itu. Tempat atau keuskupan lain kalau mau meniru ya harus konsultasikan dengan Uskup setempat.

NB, Catatan tambahan:
Sebaiknya kalau memungkinkan pastor saat memberikati tidak sambil memegang sibori. Cara yang bisa tempuh:
a. Pastor meletakkan sibori di altar dan kembali untuk memberkati anak.
b. ‘Pro-diakon’ membantu mengambil sibori dari tangan pastor untuk meletakkannya ke atas altar.

Terimakasih.

Posted in k. LITURGI ANAK | Leave a Comment »

Anak-anak kecil yang suka rewel dilarang duduk di dalam gereja?

Posted by liturgiekaristi on March 9, 2011


Pertanyaan umat:

ada beberapa gereja, dimana pengurus melarang/menyuruh bagi orang tua yang punya anak kecil dan suka rewel untuk duduk di luar.Bagaimana dengan hal semacam ini ???

PENCERAHAN DARI PASTOR BERNARD RAHAWARIN PR

kenyataan yg dikemukakan bpk Hery ini memang sering kita temui pada tempat dan waktu yg berbeda-beda, tapi sulit untuk memberi penilaian hitam-putih…. Mungkin saja faktor yg perlu kita perhatikan adalah usaha untuk memberi informasi yg memadai tentang mengapa dibuat aturan/larangan seperti dikatakan pak Hery.

PENCERAHAN DARI PASTOR YOHANES SAMIRAN SCJ:

Hanya memang kerugiannya dengan pola kebijaksanaan ini adalah bahwa tanpa sadar tertanam dalam paham dasar anak bahwa Misa itu untuk orang tua, dan untuk anak-anak “cukup” Sekolah Minggu.
Di beberapa tempat juga dipraktekkan hal serupa yang menimbulkan pro-kontra yakni anak masuk saat persembahan.

Kerugiannya mirip, kelak anak setelah dewasa …berpikir bahwa misa itu boleh telat sampai bagian persembahan. Setelah persembahan tidak boleh komuni.
Salah paham yang tanpa sadar sebagai efek yang lahir dari usaha praktis membantu liturgi.
Para guru anak-anak …. ada usulan solusi? Karena Misa anak TK di sekolah TK bisa berjalan amat khidmat dan baik lho. :-))

Posted in k. LITURGI ANAK | Leave a Comment »