Seputar Liturgi Ekaristi Gereja Katolik

Seputar Liturgi Ekaristi Gereja Katolik

  • Majalah Liturgi KWI

  • Kalender Liturgi

  • Music Liturgi

  • Visitor

    free counters

    widget

    Please do not change this code for a perfect fonctionality of your counter
    widget

    Free Hit Counters

    widget

    Please do not change this code for a perfect fonctionality of your counter
    widget

    free statistics

    widget

    Please do not change this code for a perfect fonctionality of your counter
    widget

    hit counters



    widget flash

    widget

    Please do not change this code for a perfect fonctionality of your counter
    widget

    web page counter

  • Subscribe

  • Blog Stats

    • 1,255,538 hits
  • Kitab Hukum Kanonik, Katekismus Gereja Katolik, Kitab Suci, Alkitab, Pengantar Kitab Suci, Pendalaman Alkitab, Katekismus, Jadwal Misa, Kanon Alkitab, Deuterokanonika, Alkitab Online, Kitab Suci Katolik, Agamakatolik, Gereja Katolik, Ekaristi, Pantang, Puasa, Devosi, Doa, Novena, Tuhan, Roh Kudus, Yesus, Yesus Kristus, Bunda Maria, Paus, Bapa Suci, Vatikan, Katolik, Ibadah, Audio Kitab Suci, Perjanjian Baru, Perjanjian Lama, Tempat Bersejarah, Peta Kitabsuci, Peta Alkitab, Puji, Syukur, Protestan, Dokumen, Omk, Orang Muda Katolik, Mudika, Kki, Iman, Santo, Santa, Santo Dan Santa, Jadwal Misa, Jadwal Misa Regio Sumatera, Jadwal Misa Regio Jawa, Jadwal Misa Regio Ntt, Jadwal Misa Regio Nusa Tenggara Timur, Jadwal Misa Regio Kalimantan, Jadwal Misa Regio Sulawesi, Jadwal Misa Regio Papua, Jadwal Misa Keuskupan, Jadwal Misa Keuskupan Agung, Jadwal Misa Keuskupan Surfagan, Kaj, Kas, Romo, Uskup, Rosario, Pengalaman Iman, Biarawan, Biarawati, Hari, Minggu Palma, Paskah, Adven, Rabu Abu, Pentekosta, Sabtu Suci, Kamis Putih, Kudus, Malaikat, Natal, Mukjizat, Novena, Hati, Kudus, Api Penyucian, Api, Penyucian, Purgatory, Aplogetik, Apologetik Bunda Maria, Aplogetik Kitab Suci, Aplogetik Api Penyucian, Sakramen, Sakramen Krisma, Sakramen Baptis, Sakramen Perkawinan, Sakramen Imamat, Sakramen Ekaristi, Sakramen Perminyakan, Sakramen Tobat, Liturgy, Kalender Liturgi, Calendar Liturgi, Tpe 2005, Tpe, Tata Perayaan Ekaristi, Dosa, Dosa Ringan, Dosa Berat, Silsilah Yesus, Pengenalan Akan Allah, Allah Tritunggal, Trinitas, Satu, Kudus, Katolik, Apostolik, Artai Kata Liturgi, Tata Kata Liturgi, Busana Liturgi, Piranti Liturgi, Bunga Liturgi, Kristiani, Katekese, Katekese Umat, Katekese Lingkungan, Bina Iman Anak, Bina Iman Remaja, Kwi, Iman, Pengharapan, Kasih, Musik Liturgi, Doktrin, Dogma, Katholik, Ortodoks, Catholic, Christian, Christ, Jesus, Mary, Church, Eucharist, Evangelisasi, Allah, Bapa, Putra, Roh Kudus, Injil, Surga, Tuhan, Yubileum, Misa, Martir, Agama, Roma, Beata, Beato, Sacrament, Music Liturgy, Liturgy, Apology, Liturgical Calendar, Liturgical, Pope, Hierarki, Dasar Iman Katolik, Credo, Syahadat, Syahadat Para Rasul, Syahadat Nicea Konstantinople, Konsili Vatikan II, Konsili Ekumenis, Ensiklik, Esniklik Pope, Latter Pope, Orangkudus, Sadar Lirutgi

Archive for the ‘3. Kamis Putih’ Category

MENGHIDUPI PEKAN SUCI : “BELAJAR KELUAR DARI DIRI KITA SENDIRI”

Posted by liturgiekaristi on March 29, 2013


MENGHIDUPI PEKAN SUCI : “BELAJAR KELUAR DARI DIRI KITA SENDIRI”

KATEKESE PERTAMA PAUS FRANSISKUS PADA AUDENSI UMUM
RABU 27 Maret 2013

Saudara dan saudari yang terkasih, selamat pagi!

Saya senang Anda menghadiri audiensi umum pertama saya ini. Saya menerima “kesaksian” dari tangan pendahulu saya yang terkasih, Paus Benediktus XVI, dengan rasa syukur dan penghormatan yang besar . Setelah Paskah kita akan kembali pada katekese Tahun Iman. Hari ini saya ingin membagikan sedikit permenungan saya tentang Pekan Suci. Dengan Minggu Palma, kita telah mengawali Pekan ini – pusat dari seluruh Tahun Liturgi – di mana kita menemani Yesus dalam sengsaraNya, kematianNya dan kebangkitan-Nya.

Tetapi apa maknanya bagi kita untuk menghidupi Pekan Suci? Apa artinya mengikuti Yesus ke Kalvari, dalam perjalanan-Nya menuju Salib dan KebangkitanNya?

Dalam perutusan-Nya di bumi, Yesus berjalan kaki di jalan-jalan Tanah Suci, Ia memanggil dua belas orang sederhana untuk tinggal bersama Dia, untuk membagikan perjalanan-Nya dan melanjutkan perutusan-Nya; Ia telah memilih mereka dari antara orang-orang yang sungguh beriman dalam janji-janji Allah. Dia berbicara kepada semua orang, tanpa pembedaan, kepada orang-orang besar dan orang-orang yang rendah hati, kepada orang pemuda kaya dan janda miskin, kepada orang-orang berkuasa dan orang-orang lemah; Ia membawa belas kasih dan pengampunan Allah; Ia menyembuhkan, menghibur, memahami; memberi harapan; Ia membawa kepada semua orang kehadiran Allah yang penuh perhatian kepada setiap laki-laki dan perempuan, seperti seorang bapa dan ibu yang baik kepada setiap anak-anak mereka. Allah tidak menunggu setiap orang yang datang kepada-Nya, tapi Dialah yang mendatangi kita, tanpa perhitungan dan tiada batasnya. Allah adalah seperti itu: Dia selalu mengambil langkah pertama, Dia mendatangi kita. Yesus hidup dalam kenyataan sehari-hari kebanyakan orang pada umumnya: Dia tergerak hatiNya terhadap orang-orang yang tampak seperti kawanan tanpa gembala; Dia menangis di depan penderitaan Marta dan Maria atas kematian saudara mereka Lazarus; Dia memanggil pemungut cukai menjadi murid-Nya; Dia menderita pengkhianatan dari seorang sahabat. Di dalam Dia, Allah memberi kita kepastian bahwa Dia bersama kita, di tengah-tengah kita. “Serigala mempunyai liang”, Yesus berkata, “dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya” (Mat 8:20). Yesus tidak memiliki rumah karena rumah-Nya adalah orang banyak, perutusan-Nya membukakan bagi semua orang pintu kepada Allah, menghadirkan cinta kasih Allah.
Dalam Pekan Suci, kita menghidupi puncak dari perjalanan ini, dari rancangan kasih ini yang berjalan melalui seluruh sejarah hubungan antara Allah dan manusia. Yesus memasuki Yerusalem untuk melakukan langkah terakhir, meringkas seluruh keberadaan-Nya: Dia memberikan diri-Nya secara penuh, Dia tidak membawa apa-apa untuk diri-Nya sendiri, bahkan hidup-Nya sendiri. Dalam Perjamuan Terakhir, bersama sahabat-sahabat-Nya, Dia membagikan roti dan mengedarkan piala “bagi kita”. Putra Allah menawarkan kita, Dia memberikan ke dalam tangan kita Tubuh-Nya dan Darah-Nya supaya selalu bersama kita, supaya tinggal di antara kita. Dan di Taman Zaitun, seperti dalam persidangan di hadapan Pilatus, Dia tidak memberikan perlawanan, Dia memberikan diri-Nya; Dia adalah hamba yang menderita yang dinubuatkan oleh Yesaya yang menyerahkan dirinya sampai mati (bdk. Yes 53:12).

Yesus tidak menghidupi kasih ini, yang mengarah pada pengorbanan dengan cara pasif atau pasrah pada takdir; Dia tentu saja tidak akan menyembunyikan kesedihan manusiawi-Nya yang mendalam saat menghadapi bengisnya kematian, tapi Dia mempercayakan diri-Nya dengan keyakinan penuh kepada Bapa. Yesus menyerahkan diri-Nya secara sukarela pada kematian, untuk menghubungkan kasih Allah Bapa, dalam persatuan yang sempurna dengan kehendak-Nya, untuk menyatakan kasih-Nya bagi kita. Di kayu salib Yesus ” yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku (Gal 2:20)”, kata Santo Paulus. Masing-masing dari kita dapat berkata: Dia telah mengasihi aku dan Dia menyerahkan diri-Nya bagiku. Masing-masing dapat mengatakan ini “bagiku”.

Apa artinya semua ini bagiku? Hal itu berarti bahwa jalan ini juga menjadi milik saya,milik kamu, milik kita. Menghidupi Pekan Suci dengan mengikuti Yesus, tidak hanya dengan (suasana hati) yang haru biru; menghidupi Pekan Suci seraya memandang Yesus berarti : belajar untuk keluar dari diri kita sendiri – seperti yang saya katakan pada hari Minggu – untuk pergi berjumpa orang lain, pergi ke pinggiran keberadaan, untuk menjadi yang pertama berjumpa dengan saudara-saudari kita terutama mereka yang dijaukan, yang terlupakan, mereka yang sangat membutuhkan untuk dipahami, dihibur, dibantu. Kita harus membawa kehadiran yang hidup dari Yesus yang berbelas kasih dan penuh cinta.

Menghidupi Pekan Suci berarti masuk secara lebih mendalam pada logika Allah, logika Salib, yang bukanlah pertama-tama tentang seluruh penderitaan dan kematian, tetapi tentang kasih dan pemberian diri yang membawa kehidupan. Hal ini masuk ke dalam logika Injil. Mengikuti, menyertai Kristus, tinggal bersama-Nya memerlukan “keluar”, “pergi keluar”. Keluar dari diri sendiri, dari cara lama atau yang rutin dalam hidup iman, dari cobaan yang menutup pola diri sendiri yang pada akhirnya menutup cakrawala tindakan kreatif Allah. Allah pergi keluar dari diri-Nya untuk datang ke tengah kita, Dia memasang kemah di tengah kita untuk membawakan kita rahmat Allah yang menyelamatkan dan memberi harapan. Kita juga, jika kita ingin mengikuti-Nya dan tinggal bersama-Nya, tidak harus puas dengan tinggal di kandang bersama 99 domba, kita harus “pergi keluar”, untuk mencari bersama-Nya domba yang hilang, yang telah menjauh. Camkan ini dengan baik: keluar dari diri kita sendiri, seperti Yesus, seperti Allah keluar dari diri-Nya dalam Yesus dan Yesus keluar dari diri-Nya bagi kita semua.
Seseorang bisa saja mengatakan kepada saya: “Tapi Bapa, saya tidak punya waktu”, “Saya memiliki begitu banyak hal yang harus dilakukan”, “Ini sulit”, “Apa yang bisa saya lakukan dengan kekuatan saya yang kecil dan tak berguna, bersama dengan segala dosa saya, dengan begitu banyak hal lagi?”.

Seringkali, kita senang dan puas pada sedikit doa, pada sebuah Misa hari Minggu yang terganggu dan tidak tetap, pada beberapa tindakan amal, tapi kita tidak memiliki keberanian untuk “keluar” membawa Kristus. Kita sedikit seperti Santo Petrus. Segera setelah Yesus berbicara tentang sengsara, wafat dan kebangkitan, tentang pemberian diri, tentang kasih terhadap semua, Rasul Petrus membawa-Nya ke samping dan menegur Dia. Apa yang Yesus katakan mengganggu rencananya, tampak tidak dapat diterima, membahayakan keamanan pasti yang telah ia bangun, gagasannya akan Mesias. Dan Yesus memandang para murid dan memberi wejangan kepada Petrus salah satu kata yang paling sulit dari Injil: “Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia” (Mrk 8:33). Allah selalu berpikir dengan belas kasih, jangan lupakan ini. Allah selalu berpikir dengan belas kasih : Dia adalah Bapa yang penuh belas kasih! Allah berpikir seperti seorang bapa yang menunggu kembalinya anaknya dan pergi keluar untuk bertemu dengannya, dia melihatnya datang ketika ia masih jauh … Apa artinya ini? Bahwa setiap hari dia pergi untuk melihat apakah anaknya pulang: ini adalah Bapa kita yang berbelas kasih. Hal ini adalah tanda bahwa dia berharap bagi kepulangannya, dengan segenap hatinya, dari teras rumahnya. Allah berpikir seperti orang Samaria, yang tidak lewat dekat korban, merasa kasihan padanya, atau mencari cara lain, tetapi dia datang untuk membantu tanpa meminta imbalan apa pun, tanpa bertanya apakah ia adalah Yahudi, atau orang kafir, atau orang Samaria, apakah ia kaya, apakah ia miskin: ia tidak meminta apa-apa. Ia datang untuk membantunya: ini adalah Allah. Allah berpikir seperti gembala yang memberikan hidupnya untuk membela dan menyelamatkan domba.

Pekan Suci adalah saat rahmat yang Tuhan berikan kepada kita untuk membuka pintu hati kita, pintu kehidupan kita, pintu paroki kita – sayangnya, begitu banyak paroki tertutup! – untuk membuka gerakan-gerakan dan lembaga-lembaga kita, untuk “keluar” berjumpa orang lain, pergi mencari sesama di sekitar kita, untuk membawakan mereka cahaya dan sukacita iman kita. Selalu pergi keluar ! Dan ini dengan kasih dan kelembutan Allah, dengan hormat dan kesabaran, memahami bahwa kita menawarkan tangan kita, kaki kita, hati kita, tapi kemudian Allahlah yang menuntun mereka dan membuat berbuah dari setiap tindakan kita.

Saya berharap Anda semua hidup dengan baik hari-hari ini, mengikuti Tuhan dengan keberanian, membawa secercah sinar kita sinar kasih-Nya kepada orang-orang yang kita jumpai.

phs.

Terjemahan dari : Zenit.fr.org

http://www.zenit.org/fr/articles/la-semaine-sainte-pour-apprendre-a-sortir-de-nous-memes

Posted in 3. Kamis Putih, 4. Jumat Agung, 5. Vigili - HR Paskah | Leave a Comment »

LAGU TANTUM ERGO SACRAMENTUM

Posted by liturgiekaristi on March 28, 2013


Posted in 3. Kamis Putih | Leave a Comment »

LAGU YANG COCOK SEBAGAI LAGU PEMBUKAAN PADA MISA KAMIS PUTIH

Posted by liturgiekaristi on March 8, 2013


“Halo Admin! Mau tanya,lingkungan sy kan dpt tgs koor utk kamis putih,sbg lagu pembuka sy memilih lagu “Selayaknya kita Berbangga” krn di Puji Syukur dan tahun2 sblmnya juga disarankan lagu itu. Tetapi justru seksi liturgi Pekan Suci yg kebetulan juga seorang suster berpendapat bhw lagi itu tidak cocok dgn alasan bhw Kamis Putih itu perayaan cinta kasih kok sdh membicarakan SALIB..Bgmn yg sehrsnya ya? Trims”

SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA
Ibu Lia, Majalah Liturgi yang dikeluarkan oleh Komisi Liturgi KWI sudah terbit. Disitu ada SARAN NYANYIAN UNTUK KAMIS PUTIH , yaitu dari PS 496, 497, 498, 499, 500, 501, 503, 660, 661, 662, 856, 965

SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA Introit / antifon pembuka utk Misa Kamis Putih dr Graduale Romanum adalah Nos Autem:

Nos autem gloriari oportet in cruce Domini Nostri Jesu Christi: in quo est salus, vita et resurrectio nostra per quem salvati et liberati sumus.

Arti kalimat pertama: “Kita harus bangga akan salib Tuhan kita Yesus Kristus.”
Serupa dgn lagu dr PS 496 bukan?

Arti kalimat kedua: “padanya ada keselamatan, kehidupan dan kebangkitan yg dengannya kita diselamatkan dan dibebaskan.” Kalimat kedua ini yg tidak ada di PS 496.

Jadi Introit Misa Kamis Putih tidak hanya bicara ttg salib, tp jg kebangkitan. Madah Crucem Tuam, yg dinyanyikan pada Jumat Agung jg sdh bicara soal kebangkitan.

Jika kita menemukan apa yg dikatakan Gereja tidak selaras dgn yg kita pikirkan, sikap yg paling tepat bukanlah mengubah kata Gereja agar selaras dgn pemikiran kita, melainkan mengubah pemikiran kita agar selaras dgn apa kata Gereja.

Jadi jika kita menganggap Misa Kamis Putih melulu bicara soal kasih, duka, perjamuan, membasuh kaki; kemudian ternyata kita tahu bahwa introit yg sebenarnya ternyata jg berbicara soal salib dan kebangkitan, maka kita pun harus mau dan rela mengubah anggapan kita yg lama dan menggantinya dgn yg seharusnya, yg Gereja kehendaki untuk kita hayati dan rayakan.

Introit Nos Autem tidak hanya membuka Misa Kamis Putih, tapi jg ‘membuka’ Trihari Paskah yg berbicara ttg wafat dan kebangkitan Kristus. Maka lagu PS 496 Selayaknya Kita Berbangga justru adalah lagu yg lebih tepat dan layak untuk dinyanyikan sebagai nyanyian pembuka dibandingkan PS 661.

Semoga membantu.

Posted in 3. Kamis Putih | Leave a Comment »

KAMIS PUTIH 2011 – Prosesi pemindahan Sakramen Mahakudus di Basilika Lateran.

Posted by liturgiekaristi on April 29, 2011


Prosesi pemindahan Sakramen Mahakudus di Basilika Lateran.

Pertanyaan umat Noor Noey Indah

mohon pencerahan..
bolehkah prosesi pemindahan Sakramen Mahakudus dilakukan selain oleh Imam ?
Tks.

SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA

Kanon 943
Pelayan penakhtaan Sakramen mahakudus dan berkat Ekaristi adalah imam atau diakon; dalam keadaan-keadaan khusus, pelayan penakhtaan dan pengembalian saja, tetapi tanpa berkat, adalah akolit, pelayan luar-biasa komuni suci atau… orang lain yang ditugaskan oleh Ordinaris wilayah, dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan dari Uskup diosesan.

Walau dimungkinkan dilakukan oleh pelayan awam, sebaiknya tetap dilakukan oleh Imam atau Diakon jika mereka ada di tempat.


Posted in 3. Kamis Putih | Leave a Comment »

TRIDUUM (KAMIS PUTIH, JUMAT AGUNG, SABTU VIGILI

Posted by liturgiekaristi on April 28, 2011


SHARING SEORANG UMAT :
Good Friday (Jumat Agung) : Jalan Salib biasa atau Jalan Salib Hidup (tableau) selalu dilakukan pada pagi hari di hari Jumat Agung – pada siang/sore hari selalu diadakan Ibadat Jumat Agung resmi (Kisah Passio yang dinyanyikan + Pengormatan ……Salib) ….

nah di Indonesia ini aneh : ada banyak Paroki yang mengadakan Jalan Salib Hidup (tableau) di siang/sore hari sebagai pengganti Kisah Passio yang dinyanyikan + Penghormatan Salib ….Lho ???

Sabtu Paskah aslinya dalam Bahasa Latin itu : Vigil (Tirakatan menjelang Paskah), dulu disebut Sabtu Sepi. Inti perayaannya : Upacara Cahaya + Pembaruan Janji Baptis ….Paskah dirayakan pada hari Minggu (tiga hari setelah Yesus wafat : sesuai dengan Credo + Injil) …

tapi di Indonesia ini aneh : Sabtu Paskah sudah dirayakan sebagai Hari Raya Paskah, lengkap dengan salam-salaman Selamat Paskah, lagu Haleluya (Handel) dan berkat Paskah meriah … (Jadi Yesus bangkit pada hari keberapa?) … akibatnya, Hari Raya Paskah yang jatuh hari Minggu itu sepi (karena sudah dirayakan di Sabtu Paskah)…katanya Hari Raya Paskah itu hari raya terbesar …kok Minggu Paskah sepi… apalagi Paskah hari Kedua (Senin) sudah banyak yang lupa, padahal dulu sekolah2 Katolik dan Univ Katolik masih libur di hari Paskah kedua …sekarang ???

Passio tidak bisa digantikan dengan drama ata pun jalan salib. Sabtu sepi / sunyi tidak sama dengan sabtu malam paskah. Sabtu malam paskah memang dimaksudkan sebagai malam tirakatan / vigili (=berjaga-jaga) dan sejak dahulu menjadi perayaan… paskah yang utama (ibu dari segala vigili). Pada malam itu memang kita merayakan (menyongsong) kebangkitan Yesus sebagaimana para wanita yang menemukan makam kosong “Setelah hari Sabat lewat, menjelang menyingsingnya fajar pada hari pertama minggu itu” (mat 28:1a). Pada perayaan malam paskah itu seolah kita berjaga dan berlomba dengan para wanita Yerusalem untuk menyongsong Yesus yang beralih dari kematian menuju gerbang kebangkitan. Karenanya malam paskah diadakan harus pada hari telah gelap, ritusnya cukup panjang (terpanjang dalam liturgi Katolik) dengan empat liturgi : cahaya, sabda, baptis dan ekaristi. dengan banyaknya bacaan, dsb sangat mendukung maksud tirakatan / berjaga-jaga / melek-an ini. Karenanya di malam paskah ini pun diperingati Yesus yang (baru saja) bangkit. Lagu-lagu kebangkitan dan alleluia telah dinyanyikan dengan semarak. Sedangkan perayaan keesokan harinya, yaitu Hari raya Minggu Paskah – tetap merupakan perayaan wajib bagi umat – tidak digantikan dengan malam paskahnya karena status perayaan telah berbeda (tidak sama dengan misa mingguan yang telah dihadiri pada sabtu malam). Di Perayaan Hari Raya Minggu Paskah kita merayakan Yesus yang (telah) bangkit dan sekaligus menampakkan diri pada para muridNya. sekilas dari saya (bdk dokumen Gereja : Festis Pachalibus Praeparandis et celebrandis / FPPC).
SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA

Triduum Paskah, diistilahkan dalam bahasa Indonesia menjadi Tri Hari Suci – lalu dipahami sebagai dari hari Kamis Putih – Jumad Agung – Sabtu Suci (sepih). Lalu apakah hari Minggu Paskah tidak termasuk ? dan kalau termasuk berarti bukan tig…a hari melainkan empat hari ? dan istilahnya bukan Tri Hari Suci lagi ?

Secara liturgis, dan ini dalam ajaran dan tradisi Gereja, bukan masalah perhitungan harinya, melainkan rangkaian perayaan untuk mengenangkan SENGSARA – WAFAT – KEBANGKITAN Kristus Yesus, Tuhan kita. Jadi ada tiga (3) unsur dari rangkaian perayaan itu : sengsara – wafat dan kebangkitan Kristus, yang diawali perayaan Malam Perjamuan Terakhir – Peringatan Sngsara dan Wafat Kristus dan Perayaan Vigili Paskah dan Paskah Kristus (diantara ketiga peristiwa yang dirayakan ini ada : tuguran, ofisi/brevir atau ibadat pagi (di kampung saya ada Lamentasi hari jumad dan sabtu pagi), ada jalan salib bahkan munkin ada tablo sengsara Tuhan, … dsb … bahkan ada tradisi² khusus yang rangkaian acaranya dari hari rabu yang disebut Rabu Trewa)

Kalau kita perhatikan dengan sungguh liturgi perayaan Triduum Paskah ini maka liturgi dari Malam Perjamuan Terakhir sampai Vigili Paskah merupakan satu kesatuan / rangkaian. Biasanya dalam perayaan Ekaristi ada 4 bagian : ritus pembuka, liturgi sabda, liturgi Ekaristi dan ritus penutup.

Dalam perayaan Triduum Paskah ritus pembuka pada perayaan Malam Perjamuan Terakhir dan ritus penutup pada perayaan Malam (vigili) Paskah dengan berkat dan pengutusan secara meriah. Pada perayaan kamis putih tidak ada ritus penutup, setelah doa komuni langsung perarakan pemindahan Sakramen Mahakudus.

Pada peringatan sengsara dan wafat Kristus pada Jumad Agung, tidak ada ritus pembuka dan ritus penutup : imam berarak masuk dalam suasana hening, lalu berlutut atau tiarap, kemudian doa untuk memulai perayaan kemudian menyusul Liturgi Sabda (pasio). Di akhir perayaan, setelah doa komuni, ada doa berkat tetapi berupa penumpangan tangan (tidak ada gerakan/tindakan memberi berkat berupa + tanda salib dan kata-kata pengutusan).

Pada perayaan Malam Paskah, tidak ada ritus pembuka ; setelah ada komentator untuk memberi penjelasan tentang rangkaian perayaan, langsung upacara cahaya atau pemberkatan api baru dan Lilin Paskah. Pada akhir perayaan baru ada ritus penutup berupa : berkat meriah Paskah dan pengutusan secara meriah, yang disertai Alleluia 3x.

Demikian juga bunyi lonceng (dan bunyi-bunyian yang lain): lonceng dibunyikan pada lagu Gloria di Kamis Putih dan dibunyikan lagi pada lagu Gloria di Malam paskah… dan dari situ bersama Alleluia kita sudah memasuki suka cita Paskah.

Alleluia pada Malam Paskah dikumandangkan secara meriah, bahkan dalam buku Mazmur Tanggapan, Alleluia pada Malam Paskah dari lagu Latin dengan tiga ayat/bait yang dinyanyikan dengan nada yang berbeda (dari rendah ke tinggi). Jadi pada perayaan Vigili Paskah sejak pemakluman Kristus Cahaya Dunia yang disimbolkan dengan Lilin Paskah dan Exultet sebagai pemakluman/proklamasi Paskah Raya kita sudah memasuki kegembiraan dan suka cita Paskah.

Jadi secara perayaan atau liturgi tidak ada yang salah dengan perayaan Triduum Paskah Kristus. Masalahnya terletak pada pastoral liturgy dan ini menjadi tugas kita bersama.

Bahwa pada Misa Paskah pada hari Minggu Paskah umatnya kurang dan ada anggapan bahwa Paskah sudah dirayakan malam sebelumnya (Malam Paskah) itu menjadi keprihatinan kita bersama dan katekese tentang liturgi lebih giat lagi. Link SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA ini juga bertujuan sebagai sarana pewartaan dan katekese seputar liturgi dan perayaan Ekaristi. Yang tentu saja berangkat dari keprihatinan tentang situasi Liturgi kita di Gereja Katolik Indonesia. Jadi tugas kita bersama terhadap masalah dan keprihatinan tentang Liturgi kita ini.

PENCERAHAN DARI PASTOR Albertus Widya Rahmadi Putra

Nambah info praktis saja:

1. di dalam Norma Umum Kalender dan Tahun Liturgi, Artikel Nomor 19 dinyatakan: Tri Hari Suci (Triduum) dimulai pada Perayaan Ekaristi Kamis Putih, mencapai puncaknya pada Malam Paska, dan berakhir pada Ibadat Haria…n (atau Perayaan Ekarisiti) Minggu Paska Sore.

Referensi: http://www.catholicculture.org/culture/library/view.cfm?id=5932#Trid

2. Dari pernyataan itu bisa disimpulkan bahwa Triduum memang berlangsung selama kurang lebih 3 X 24 jam (Kamis sore sekitar jam 6 sampai dengan Minggu Sore sekitar jam 6), waktunya setara dengan 3 hari penuh meskipun melewati 4 sebutan hari. Periode itu mencakup sebagian hari Kamis, Jumat sepanjang hari, Sabtu juga sepanjang hari, dan Minggu sebagian hari. Begitulah cara perhitungan liturgisnya, sedikit berbeda dengan kebiasaan kita menghitung hari secara normal.

Posted in 3. Kamis Putih, 4. Jumat Agung, 5. Vigili - HR Paskah | Leave a Comment »

KAMIS PUTIH 2011 – Bapa Suci Benedictus XVI menyanyikan Kanon Romawi (Doa Syukur Agung I)

Posted by liturgiekaristi on April 25, 2011


Bapa Suci Benedictus XVI menyanyikan Kanon Romawi (Doa Syukur Agung I) saat misa Kamis Putih yang lalu di Basilika Lateran.

Posted in 3. Kamis Putih, q. Video terpilih | Leave a Comment »

KAMIS PUTIH – UPACARA PEMBASUHAN KAKI

Posted by liturgiekaristi on April 20, 2011


Gereja mewujudkan semangat pelayanan Kristus secara nyata dengan upacara pembasuhan kaki.

Posted in 3. Kamis Putih, q. Video terpilih | Leave a Comment »

KAMIS PUTIH – PEMINDAHAN SAKRAMEN MAHA KUDUS

Posted by liturgiekaristi on April 20, 2011


Pada dasarnya, aturan Liturgis dan dalam kondisi ideal, Kamis Putih layaknya dilaksanakan 1x saja. Namun dalam kondisi pastoral seperti yang kita miliki sekarang, tampaknya itu tidak memungkinkan.

Acara Tuguran itu sebenarnya adalah bagian dari pemindahan Sakramen dari Altar Utama ke Altar Persinggahan, sampai upacara Jumat Agung karena selama Jumat Agung tidak dilaksanakan Misa. Hanya Ibadat Sabda dengan Komuni.

Maka layaknya, kalau mau benar-benar sesuai dengan esensinya, pemindahan hanya diadakan pada Misa Kamis Putih terakhir.

Namun, supaya umat mengalami upacara pemindahan Sakramen, biasa dilakukan pada semua Misa Kamis Putih.
Jika demikian, mau tak mau Sakramen dikembalikan lagi ke Tabernakel utama untuk Misa Kamis Putih ke-2.

Kalau bicara soal opini pribadi. Mengadakan Misa Kamis Putih lebih dari 1x atau pemindahan Sakramen berkali-kali sebenarnya jauh dari ideal dan agak bertentangan dengan makna pemindahan itu sendiri. Jika memang harus dilakukan, pemindahan dilakukan hanya pada akhir saja.

Dan idealnya, Hosti yang disimpan dalam Altar persinggahan sejumlah cukup saja untuk komuni umat Jumat Agung. Ketika Jumat Agung selesai, boleh disimpan beberapa hosti untuk viatikum dan disimpan di sakristi. Altar persinggahan kosong.
Ini adalah hari dalam setahun dimana seluruh hosti habis dikonsumsi. Hosti baru baru dikonsekrasikan lagi pada Misa Malam Paskah.

Pada dasarnya, Kamis Putih dan Jumat Agung membentuk satu kelanjutan, ‘satu’ Liturgi yang dipisah menjadi 2 hari.

SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA

Mendekati hari Kamis Putih, ada umat yang minta pencerahan ” Ketika masuk gereja biasanya kita berlutut dengan satu kaki sebagai tanda hormat. Tetapi kalo pas ada Sakramen ditahtakan, saya lihat ada umat yang berlutut dengan kedua kaki dengan gerakan menyembah, mengapa sedikit berbeda? Apakah memang harus menyembah dengan berlutut penuh (sujud dengan dua kaki?)”

PENCERAHAN DARI PASTOR Christianus Hendrik

Dear friends, pertanyaan di atas pasti bukan sekedar soal mana yang pantas, dan soal yang penting niat hati atau motivasi kita menghormati Tuhan. Kiranya pertanyaan ini lebih mengarah soal tradisi dan kebiasaan yang benar secara liturgis.
Dalam keadaan biasa, di dalam gereja di mana ada Tabernakel yang menjadi tempat Allah menetap di kediamanNya di bumi, biasanya kita orang Katholik berlutut dengan sebelah kaki sebagai sikap hormat dan merendahkan diri di hadapan Tuhan.Tetapi kalau yang ditanyakan sikap pada saat ada Sakramen Maha Kudus ditahtakan (Eksposition), tradisi kita biasanya berlutut dengan kedua kaki sebagai ungkapan sikap menyembah. Tradisi ini sebenarnya merupakan perkembangan yang tidak terlalu jauh dari tradisi sejak Perjanjian Lama, di mana dulu bangsa Israel dipimpin langsung oleh ‘Tangan kuat Allah Israel’ yang memimpin bangsa nomaden ini secara langsung dan dengan perantaraan para nabiNya. Setiap kali Allah menampakkan DiriNya, entah dalam rupa tiang awan, Api yang bernyala, gulungan awan di gunung Sinai, dsb, bangsa Israel terbiasa untuk berlutut dengan mukanya sampai ke tanah. Bahkan dulu ada pandangan di kalangan orang2 Israel bahwa memandang ‘wajah Allah’ adalah hal yang terlarang dan tidak pantas, bahkan bisa menyebabkan kematian.Maka sikap badan berlutut dengan kedua kaki ini merupakan penerusan tradisi ‘sujud sampai ke tanah’ itu. Kita melakukannya dengan kedua kaki berlutut/bertelut di hadapan Sakramen Mahakudus yang menjadi tanda kehadiran Allah secara nyata dan berhadapan langsung dengan kita(secara kasat mata). Itulah kiranya sikap badan kita yang sepantasnya; karena berlutut itu juga berarti tanda menyerah, mengakui kekerdilan kita dan kelemahan kita di hadapan Allah, juga sekaligus ungkapan kita yang mengharapkan kemurahan belaskasih Allah yang hadir secara kelihatan bagi umatNya.Sikap ini bisa kita bandingkan secara simple dengan sikap kita sendiri terhadap atasan atau pimpinan atau orang yang lebih tinggi dari kita. Kadang tanpa sadar, dalam pembicaraan lewat telpon pun kita membungkuk2kan diri sebagai sikap hormat. Bukankah terhadap Tuhan junjungan kita kita lebih sepatutnya lagi merendahkan diri lewat sikap dan bahasa tubuh yang sepantasnya??
Semoga bermanfaat untuk membangun sikap liturgis yang mendukung penghayatan iman kita. Selamat memasuki pekan suci yang sudah dekat. Salam hangat, P. Christianus Hendrik SCJ – South Dakota USA

Posted in 3. Kamis Putih | Leave a Comment »

KAMIS PUTIH – UPACARA PEMBASUHAN KAKI

Posted by liturgiekaristi on April 20, 2011


Akar Tradisi

  • dalam abda ke-4 di Gereja Barat, kecuali di Roma, praktek mencuci kaki dilakukan pada ritus pembaptisan. Kemudian lenyap. Muncul kembali di biara-biara sebagai bentuk saling melayani dan saling mengabdi dan demi persaudaraan dalam komunitas.
  • Tahun 694 Konsili Toledo mewajibkan praktek cuci kaki ini di seluruh Gereja Spanyol. Uskup dan imam harus melakukannya seperti Yesus Kristus melakukannya. (Ingat Uskup dan imam pada waktu itu adalah pribadi-pribadi yang “untouchable”.)  Sejak abad ke-12 Gereja Roma mulai memberlakukannya.  Misale Pius V tahun 1570 menempatkan ritus cuci kaki ini pada akhir misa.
  • Tahun 1955 aturan Pekan Suci menempatkannya setelah Injil dan homili. Ritus ini hanya wajib dilakukn di Katedral-katedral saja.  Missale 1970 meneruskan praktek tersebut, bahkan diberlakukan untuk setiap gereja paroki.

Posted in 3. Kamis Putih | Leave a Comment »

KAMIS PUTIH – MAKNA DAN AKAR TRADISI

Posted by liturgiekaristi on April 20, 2011


KAMIS PUTIH

Makna

  • Bagian dari Triduum sacrum.  “Perayaan kenangan” Perjamuan Malam Terakhir.
  • Saat Kristus menginstitusikan Sakramen Ekaristi dan Sakramen Imamat.
  • Saat ajaran cinta kasih ditegaskan kembali sebagai wasiat agung —-> suatu mandatum.
  • Allah mencuci kaki manusia; Allah mengilahikan manusia; Allah yang menghampakan diri.

Liturgi  Dirayakan petang hari.

  • Hanya satu kali Misa saja. Dengan alasan yang masuk akal dan ijin uskup bisa dilaksanakan malam hari atau pagi hari.
  • Setelah Gloria, bel dan lonceng (benda-benda yang tebut dari metal) tidak lagi dibunyikan sampai paskah.
  • Homili harus mengenai misteri Ekaristi dan mengenai hakekat Imamat dan ajaran cinta kasih.  Pencucian kaki 12 rasul.
  • Ada prosesi Sakramen Maha Kudus dalam sibori (boleh juga dengan monstran).
  • Tabernakel dikosongkan, dipindahkan pada tempat khusus untuk tuguran sampai tengah malam saja.
  •  Tuguran bukan berarti menunggu kuburan mayat Yesus, Yesus  baru mati besoknya. Tuguran bermakna doa dan berjaga bersama Yesus di Bukit Zaitun.
  • Altar dikosongkan.  Patung-patung, gambar-gambar, ikon-ikon dan relief-relief ditutup dengan kain warna merah atau ungu. Tidak salah bila sudah ditutup pada hari Sabtu sebelum hari Minggu ke-5. Lampu-lampu atau lilin yang ada disekitar patung itu dimatikan.

Akar Tradisi

  • dalam abda ke-4 di Gereja Barat, kecuali di Roma, praktek mencuci kaki dilakukan pada ritus pembaptisan. Kemudian lenyap. Muncul kembali di biara-biara sebagai bentuk saling melayani dan saling mengabdi dan demi persaudaraan dalam komunitas.
  • Tahun 694 Konsili Toledo mewajibkan praktek cuci kaki ini di seluruh Gereja Spanyol. Uskup dan imam harus melakukannya seperti Yesus Kristus melakukannya. (Ingat Uskup dan imam pada waktu itu adalah pribadi-pribadi yang “untouchable”.)  Sejak abad ke-12 Gereja Roma mulai memberlakukannya.  Misale Pius V tahun 1570 menemptakan ritus cuci kaki ini pada akhir misa.
  • Tahun 1955 aturan Pekan Suci menempatkannya setelah Injil dan homili. Ritus ini hanya wajib dilakukn di Katedral-katedral saja.  Missale 1970 meneruskan praktek tersebut, bahkan diberlakukan untuk setiap gereja paroki.

Posted in 3. Kamis Putih | Leave a Comment »

BEBERAPA CATATAN PRAKTIS PASTORAL

Posted by liturgiekaristi on April 20, 2011


Beberapa Catatan Praktis Pastoral

1.         Prosesi palma ada tiga kemungkinan yang hendaknya diterapkan secara bijaksana, yaitu: prosesi meriah dari luar gereja; prosesi meriah tetapi di dalam gereja; perarakan masuk biasa dengan pemberkatan daun palma serta nyanyian pujipujian bersama (bdk. Perayaan Paskah dan Persiapannya [PPP] no. 2930).

2.         Dalam Kisah Sengsara, peran Kristus dibawakan oleh yang tertahbis (PPP no. 33).

3.         Waktu yang paling tepat untuk pengumpulan hasil kegiatan APP ialah pada perarakan Persembahan dalam Misa Perjamuan Tuhan, Kamis Putih (PPP np. 52).

4.         Dari pengalaman dan evaluasi selama ini, dramatisasi Sengsara Tuhan oleh kelompok orang muda Katolik lebih cocok diadakan di luar Upacara Jumat Agung, misalnya pada jam pagi sehingga Upacara Jumat Agung pada sore hari lebih khusus dengan pemeran tiga orang seperti biasanya (bdk PPP no. 72).

5.         Perayaan Malam Paskah tidak boleh diadakan sebelum matahari terbenam…peraturan ini harus ditepati secara ketat. Jadi, Upacara Cahaya secara simbolik menjadi sangat nyata ketika di tengah kegelapan malam (PPP no. 78).

6.         Struktur dan urutan perayaan Malam Paskah tidak boleh diubah atas kehendak sendiri (PPP no. 81).

7.         Misa Minggu Paskah harus dirayakan dengan meriah. Ritus pertobatan diganti dengan pemercikan air yang diberkati pada Malam Paskah (PPP no. 97).

Majalah LITURGI: Vol. 22, No. 2, Maret  April 2011

Posted in 2. Minggu Palma, 3. Kamis Putih, 4. Jumat Agung, 5. Vigili - HR Paskah | Leave a Comment »

TRIHARI PASKAH : KAMIS PUTIH, JUMAT AGUNG, SABTU PASKAH, MINGGU PASKAH

Posted by liturgiekaristi on April 20, 2011


Trihari Paskah

Dasar Liturgi Trihari Paskah adalah kesatuan yang tak terpisahkan antara misteri Sengsara, Wafat dan Kebangkitan Kristus. Gereja merayakan fakta historis Paskah Kristus ini secara lengkap, diawali dengan perayaan Paskah ritual, Kamis Putih.

Kamis Putih: Ekaristi Perjamuan Tuhan

Konsili Vatikan II memberi arti khusus Misa Kamis Putih sore sebagai pembuka Trihari Paskah. Yang menarik adalah sesudah homili, Gereja mewujudkan semangat pelayanan Kristus secara nyata dengan upacara pembasuhan kaki.

Selanjutnya, setelah Doa sesudah Komuni dilanjutkan dengan perarakan Sakramen Mahakudus dan adorasi untuk mendalami keluhuran Misteri Ekaristi yang telah dirayakan.

Jumat Agung, Hari Pertama Trihari Paskah

Merupakan hari pantang dan puasa festival karena berkaitan dengan perayaan sengsara dan wafat Kristus. Sesuai dengan tradisi, tidak ada Misa. Gereja memusatkan seluruh perhatiannya pada permenungan Sengsara dan Wafat Kristus pada kayu salib dengan perayaan Sabda, pemakluman Kisah Sengsara, Penyembahan Salib dan Kesatuan mesrah dengan Kristus dalam Komuni kudus. Memang harihari ini sangat dianjurkan kegiatan devosional yang mendukung peran serta umat dalam dinamika pengalaman Kristus sehingga pagi hari di samping Ibadat Bacaan dapat diadakan Jalan Salib. Pada malam hari permenungan bersama Maria, Bunda Berdukacita (Stabat Mater).

Sabtu Hening, Hari Kedua Trihari Paskah

Pada hari ini Gereja melanjutkan permenungan misteri penderitaan dan wafat Kristus yang kini berada di dalam makam. Seiring perjalanan matahari, permenungan ini mengarah ke seluruh karya keselamatan yang memuncak pada Malam Paskah dengan sekian banyak bacaan sampai pada misteri Kristus, Paskah kita. Jadi, hari Sabtu adalah hari retret agung, hari meditasi seluruh Gereja mengenai keagungan karya Allah dalam Kristus.

Minggu Kebangkitan, Hari Ketiga Trihari Paskah

Minggu Kebangkitan dimulai dengan perayaan vigilia pada Malam Paskah sampai Ibadat Sore Hari Minggu Kebangkitan. Santo Agustinus menyebutkan Vigilia Paskah sebagai “Ibu segala vigilia”. Malam Paskah ditandai dengan Upacara Cahaya yang membuka perayaan Vigilia. Dengan Pujian Paskah Gereja memuliakan Allah atas karya penebusan. Vigilia Paskah diwarnai oleh dimensi pembaptisan tetapi tidak harus ada orang yang dibaptis. Dimensi pembaptisan ini mengajak setiap orang untuk kembali memperbarui janji baptisnya. Sesungguhnya Malam Paskah dirayakan dengan kegembiraan Paskah; dengan perayaan Ekaristi yang secara nyata memperlihatkan corak Paskah.

Hari Minggu sebagai perayaan Paskah Kebangkitan Kristus merupakan puncak kemenangan atas maut; puncak yang dinantikan sepanjang Vigilia, ketika matahari terbit, simbol kemenangan Kristus atas kegelapan dosa dan maut.

Lebih dianjurkan bahwa ritus penitensial pada awal Misa diganti dengan pemercikan air untuk mendukung alasan bergembira dan pembaruan semangat hidup semua orang yang telah dibaptis. Itulah keseluruhan Pekan Suci yang diakhiri pada sore hari Minggu Kebangkitan.

Sumber : MAJALAH LITURGI , EDISI 2, 2011

Posted in 3. Kamis Putih, 4. Jumat Agung, 5. Vigili - HR Paskah | Leave a Comment »

MISA KRISMA

Posted by liturgiekaristi on April 19, 2011


Setiap tahun, di setiap keuskupan di dunia, imam, diakon dan umat beriman berkumpul bersama Uskupnya untuk merayakan Misa Krisma  Misa Krisma ini biasanya dirayakan  pada  hari Kamis Putih pagi. Namun bisa juga pada hari-hari sebelumnya pada pekan suci, ataupun di luar pekan suci asal masih dekat dengan Paskah, dengan melihat situasi dan kondisi keuskupan masing-masing, sehingga para imam sekeuskupan bisa hadir  dan umat beriman sekeuskupan pun bisa berpartisipasi dalam misa krisma ini.

Pada Misa Krisma, uskup memberkati (menguduskan) minyak Krisma dan minyak katekumen serta minyak untuk pengurapan orang sakit. Selain itu dalam misa ini ada Pembaharuan Janji Imamat. Para imam, di hadapan uskup dan umat beriman yang hadir, membaharui janji imamatnya.

Mengapa disebut  “Misa  Krisma” ?

Disebut “Misa Krisma” karena dalam perayaan ini minyak krisma dikonsekrir (dikuduskan); minyak ini segera akan digunakan pada perayaan Malam Paskah dalam upacara pembabtisan para katekumen, selainnya nantinya minyak krisma juga digunakan sepanjang tahun untuk penerimaan Sakramen Pembabtisan, penerimaan Sakramen Krisma, pengurapan pada saat pentahbisan imam, pentahbisan (pemberkatan) altar dan/atau gedung gereja baru, serta pemberkatan benda/barang kudus lainnya seperti piala, patena, sibori, dsb.

Bersama dengan upacara pemberkatan minyak krisma yang menjadi fokus dari perayaan ini, disertai juga pemberkatan minyak untuk pelayanan Sakramen  Orang Sakit, dan pemberkatan minyak katekumen, yang digunakan dalam perayaan penerimaan katekumen bagi orang dewasa.

Pembaharuan Janji Imamat

Umat beriman dan para iman yang berkarya di keuskupan diundang hadir dalam Misa Krisma ini. Hal ini untuk mengungkapkan persekutuan Gereja lokal (diosesan) di bawah kepemimpinan Uskup. Maka Misa Krisma  merupakan ungkapan persekutuan Gereja Keuskupan, yang di dalamnya selain uapacara pemberkatan minyak krisma, ada pembaharuan JANJI IMAMAT. Uskup membaharui janjinya sebagai gembala umat di hadapan umat beriman dan para imam (pastor) pembantunya. Demikian juga kalau ada Uskup Pembantu (uskup koajutor atau auxilier), dia juga membuat pembaharuan janjinya di hadapan uskup pimpinannya dan umat beriman yang hadir. Para imam (dan juga diakon) membaharui janji imamatnya di hadapan uskup dan umat sebagaimana mereka telah ungkapkan pada saat tahbisan. Intinya dalam pembaharuan janji imamat ini mereka berjanji : untuk hidup yang lebih bersatu dengan Tuhan Yesus Kristus, berusaha untuk menjadi seperti Dia dalam tugas-tugas pelayanan, meninggalkan diri untuk lebih setia kepada komitmen yang telah  diikrarkan saat tahbisan: komitmen untuk merayakan Ekaristi dan pelayanan Sakramen-sakramen Gereja,  memaklumkan Sabda Tuhan dan melaksanakan pelayanan karya Cinta Kasih Kristus. Komitmen yang mendapat pengukuhannya dalam pengurapan imamat.

Simbolisme Pengurapan

Kata Yunani « khrisma » yang berarti urapan atau pengurapan.  Yesus adalah Kristus yang artinya Dia yang terurapi (Messias). Maka « khrisma » (pengurapan) yang telah melekat pada  diri Kristus Yesus,  telah diberikan kepada kita pengikutNya dalam sakramen babtis dan krisma, sebagai imamat umum, juga  diberikan kepada imam sebagai imamat jabatan.   Simbol dasarnya adalah minyak, yang terbuat dari minyak zaitun, dan untuk menjadi minyak krisma harus dicampur balsam, suatu damar aromatik sebagai pengharum.    Orang yang diurapi sebagai raja dan imam di Israel, yang diserap oleh kuasa ilahi.  Aromanya   menunjukkan simbol adanya seseorang (sesuatu), yang  tidak terlihat atau terdengar. Rasul Paulus mengatakan: “… kami adalah aroma Kristus…” (2 Kor 2, 15), artinya Kristus yang tak terlihat dan terdengar hadir dalam diri mereka yang telah terurapi.

Terdapat berbagai referensi Kitab Suci yang menyatakan pentingnya minyak zaitun dalam kehidupan sehari-hari. Minyak digunakan : untuk memasak, teristimewa dalam membuat roti,  makanan pokok (bdk. Bil 11:7-9); sebagai bahan bakar untuk pelita (bdk. Mat 25:1-9); dan sebagai obat-obatan (bdk. Yes 1:6 dan Luk 10:34). Minyak juga digunakan untuk mempercantik penampilan seseorang (bdk. Rut 3:3) dan untuk memburat jenazah sebelum dimakamkan (bdk. Mrk 16:1). Dalam praktek keagamaan, orang Yahudi  menggunakan minyak untuk mempersembahkan kurban (bdk. Kel 29:40); mendirikan suatu tugu peringatan untuk menghormati dan menguduskan Tuhan (bdk. Kej 28:18); dan untuk menguduskan kemah pertemuan, tabut perjanjian, meja, kandil, mezbah pembakaran ukupan, mezbah korban bakaran, bejana pembasuhan (bdk. Kel 30:26-29). Penggunaan minyak jelas merupakan bagian dari hidup masyarakat sehari-hari.

Kitab Suci juga menegaskan simbolisme rohani dari minyak. Misalnya, dalam Mazmur 23:5 : “Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak,”  untuk menggambarkan kemurahan dan kekuatan dari Tuhan; Mazmur 45, 8 : “Engkau mencintai keadilan dan membenci kefasikan; sebab itu Allah, Allahmu, telah mengurapi engkau dengan minyak sebagai tanda kesukaan, melebihi teman-teman sekutumu,” ayat ini menggambarkan perutusan istimewa dari Tuhan dan sukacita menjadi hamba-Nya. “Diurapi” oleh Tuhan berarti  menerima  panggilan khusus dari Tuhan dalam kuasa Roh Kudus untuk menunaikan tugas panggilan itu. Yesus, dengan menggemakan kata-kata Yesaya, bersabda, “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku” (Luk 4:18). Rasul Paulus menegaskan : “Sebab Dia yang telah meneguhkan kami bersama-sama dengan kamu di dalam Kristus, adalah Allah yang telah mengurapi, memeteraikan tanda milik-Nya atas kita dan yang memberikan Roh Kudus di dalam hati kita sebagai jaminan dari semua yang telah disediakan untuk kita” (2Kor 1:21). Dari referensi Alkitab ini, simbolisme minyak memberi arti pengudusan, penyembuhan, pemberi kekuatan, tanda perkenanan, dedikasi, penyerahan diri dan kurban.

Liturgi kristen (katolik) tetap setia pada ritual kudus dari pengurapan ini, seraya memberi makna baru bahwa pengurapan yang telah ada dalam Perjanjian Lama itu terpenuhi secara paripurna dalam diri  Yesus Kristus, Putera Allah terkasih. « Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku… » (Luk 4, 18 ; selengkapnya Luk 4, 16 – 20, yang merupakan bacaan Injil pada misa krisma ini).

Jadi bagi mereka yang mendapat pengurapan dari minyak ini akan mendapat daya kekuatan Roh Kudus (bdk. doa pemberkatan minyak krisma). Urapan dengan minyak krisma ini juga merupakan materi utama dari Sakramen Krisma suci (setiap sakramen ada forma dan materi). Selain itu minyak krisma merupakan materi sekunder dari sakramen babtis dan imamat. Harus diingat juga bahwa pengurapan  merupakan tindakan pengudusan dan pengabdian kepada Allah ; dan juga tindakan untuk pemberkatan: gereja, altar atau barang-barang kudus lainnya.

Kalau ada kesempatan kita bisa menghadiri dan berpartisipasi dalam Misa Krisma ini di salah satu   hari dalam pekan suci minggu depan sebelum Kamis Putih (sesuat jadwal yang ada di Keuskupan kita masing-masing). Hal ini menunjukkan partisipasi aktif kita dalam persekutuan Gereja lokal Diosesan dan ikut serta dalam konsekrasi minyak krisma serta pembaharuan janji imamat dari para gembala kita.

Posted in 3. Kamis Putih | Leave a Comment »

KAMIS PUTIH : KENAPA PADA HARI KAMIS PUTIH, GLORIA DINYANYIKAN

Posted by liturgiekaristi on March 15, 2011


Post : 15 Maret 2011

Pertanyaan umat :

Maaf sebelumnya yah.. mengapa pada saat kamis putih Gloria tetap diserukan atau dinyanyikan pada hal itukan mengenangkan malam perjamuan terakhir Tuhan..makasih banyak sebelumnya.. 🙂

PENCERAHAN DARI SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA

Justru karena mengenangkan malam perjamuan terakhir itulah maka ada gloria, dan berkaitan dengan ini ada beberapa moment yang dikenangkan/dirayakan oleh Gereja:
– Pagi/siang Gereja merayakan misa krisma: pemberkatian minyak krisma, minyak katekumen, minyak untuk orang sakit, sekaligus pesta imamat: para imam memnaharui janji imamatnya di hadapan uskup.
– Sore/malam mengenangkan Malam Perjamuan Terakhir, pesta Ekaristi: Gereja merayakan kisah institusi Ekaristi Kudus.
– juga mengenangkan Yesus membasu kaki para murid, sebagai suatu perintah baru untuk saling mengasihi secara total.
– Oleh karena ketiga hal inilah Gloria dinyanyikan.
Namun selesai upacara dengan perarakan dan penghormatan sakramen Ekaristi, suasana langsung tenang/silentium magnum untuk berjaga bersama Yesus dalam sakrat maut di Taman Zaitun yang sangat berkaitan erat dengan apa yang kita rayakan Jumad Agung. Maka segera imam mengosongkan altar, melucuti segala yang ada di atasnya: kain penutup altar dan hiasan² lainnya. Ini mengungkapkan dan mengenangkan Yesus masuk dalam penderitaan dan kesengsaraan, sampai pakianNya pun dicopot dan dicabik-cabik.
– Selain pada hari Kamis putih, Gloria juga dinyanyikan pada hari pesta: Santo Yoseph, 19 Maret; dan Santa Maria menerima kabar gembira dari malaikat Gabriel, tanggal 25 Maret. Maka jangan kaget kalau nanti mengikuti misa âda tanggal 19 dan 25 Maret ada lagu Gloria. Namun untuk ALLELUIA tidak dinyanyikan, sampai Malam Paskah baru dinyanyikan secara meria.

Posted in 3. Kamis Putih | Leave a Comment »

KAMIS PUTIH – TUHAN KASIHANI & MADAH KEMULIAAN

Posted by liturgiekaristi on March 8, 2011


Pertanyaan umat :

1. Tuhan kasihanilah dan Madah Kemuliaan pada hari Kamis Putih boleh tidak diganti dengan lagu Kita Bahagia karena diundang? (MB 519)
2. saya jadi heran ini lagu-lagunya Kamis Putih tahun ini diganti. 2 tahun yg lalu sudah menggunakan Misa Raya II, sesuai TPE. Teks Kudus tahun ini juga tidak sesuai TPE. Syairnya: Kudus, Kudus, Kudus, Allah segala kuasa. Hidup kami dalam tangan-mu, trimalah pujian umat-Mu (MB 251)

PENCERAHAN DARI BP. DANIEL PANE:

Setiap kali Kemuliaan dipakai, teksnya tidak boleh diganti dengan lagu lain.

PENCERAHAN DARI BP. AGUS SYAWAL YUDHISTIRA :

Ritus Tobat pun sebenarnya hanya bisa diganti dengan pilihan yang disediakan TPE.

Madah Bakti dan Puji Syukur memiliki banyak lagu-lagu yang dibuat secara experimental.
Dengan keluarnya direktif-direktif baru seputar Liturgi, maka kita harus lebih hati-hati ketika memilih syair dan musik.

Misalnya mengenai Madah Kemuliaan, sesuai Pedoman Umum Misa Romawi terbaru, artikel nomor 53 berbunyi demikian:
“Kemuliaan adalah madah yang sangat dihormati dari zaman kristen kuno. Lewat madah ini Gereja yang berkumpul atas dorongan Roh Kudus memuji Allah Bapa dan Anakdomba Allah, serta memohon belaskasihan-Nya. Teks madah ini tidak boleh di ganti dengan teks lain.”..

Karenanya mengganti Madah ini dengan lagu lain sekedar ada kata ‘kemuliaan’ atau ‘memuji’ atau ‘menyembah’ dsb, tidak dapat dibenarkan.

PENCERAHAN DARI PASTOR ZEPTO PR :

Tentang KEMULIAAN (Gloria) dalam Perayaan Ekaristi.
Saya setuju dgn pendapat2 Sdr. Daniel dan Sdr. Agus Syawal sebelumnya. Beberapa penegasan dan pencerahan :

Pertama, KEMULIAAN kadang didaraskan/diucapkan, kadang dinyanyikan, tentu sesuai ketentuan liturgi (lih. PUMR 53).
Seturut norma liturgi dlm PUMR tsb, yang jauh lebih penting bukan NOT tetapi KATA/SYAIR; bukan LAGU tetapi RUMUSAN/TEKS. Karena itu teksnya tak boleh diganti…. See More

Kedua, nyata bhw karena rumusannya sudah ditentukan sebagaimana ada dlm Missale Romanum (ini sangat dihormati sejak zaman Kristen kuno [gloria est antiquissimus et venerabilis hymnus]) maka tak bisa seenaknya org sekarang bikin syair-KEMULIAAN. Apalagi, menggantinya dgn nyanyian lain yg kebetulan diberi judul ‘kemuliaan’.
Bobot liturgis nyanyian2 dlm Perayaan Ekaristi tak semua sama. KEMULIAAN termasuk yg diistimewakan.

Ketiga. Lebih dari sekedar keterikatan kepada rumusan, KEMULIAAN dibawakan oleh umat (entah bersama2, entah berganti2an; entah didaraskan entah dinyanyikan. PUMR 53) untk mendukung kebersatuan antara imam dan umat serta memupuk partisipasi umat (lih. PUMR 34-37).

Posted in 3. Kamis Putih | Leave a Comment »

KAMIS PUTIH – SIKAP MENGHORMATI SAKRAMEN YANG SEDANG DITAHTAKAN

Posted by liturgiekaristi on March 8, 2011


Sharing umat :

Di gereja kami,Paroki St. Antonius Halong di Ambon, kami kelompok2 umat sedang berdoa/tuguran usai misa Kamis Putih, sekelompok orang yang sebagias besar terdiri dari Dewan Pastoral Paroki, ramai bercerita, tertawa terbahak2, tanpa menghormati Sakramen yang sedang ditahtakan, apalagi menghargai umat yang sedang berdoa …didepan Sakramen..
Sungguh tidak layak diteladani..

PENCERAHAN DARI PASTOR ZEPTO PR:

Pertama. Mungkin karena orang2 yg dimaksud BELUM TAHU, atau KURANG MENYADARI, bhw Sakramen Ekaristi merupakan ‘jantung’ Gereja. Oleh karena itu perlu ‘perlakuan hormat’ yang istimewa.

Kedua. Sbagaimana Kisah ‘Orang Samaria yg Baik Hati’ membawa pesan: jabatan (yg religius, sekalipun!) TIDAK OTOMATIS menghasilkan tindakan2 yg pantas diteladani, demikian juga dlm kasus yg dikemukakan.

Ketiga. Kejadian serupa (hampir pasti) terjadi juga di banyak gereja d mana2. Inilah ‘Pe-Er’ Gereja sepanjang masa: KATEKESE tentang PENGHORMATAN KEPADA SAKRAMEN MAHAKUDUS.
Tks. Salam.

Posted in 3. Kamis Putih | Leave a Comment »

KAMIS PUTIH – CARA MENDUPAI SAKRAMEN

Posted by liturgiekaristi on March 8, 2011


Pertanyaan umat :

1. bagaimana cara mendupai sakramen mahakudus pada saat perarakan sakaramen pada Kamis Putih (sebelum tuguran). Misdinar berjalan mundur sambil mendupai, atau berjalan sperti biasa tapi berjalan didepan sakaramen, pada saat tertentu berlutut dan mendupai sakramen?? di paroki kami biasanya misdinar berjalan mund…ur sambil mendupai, tapi saya membaca di salah satu group katolik di FB juga, yang menjelaskan cara ke-2. mohon pencerahannya…thx

2. Setahu saya (dari Fb Tradisi Katolik) dalam perarakan petugas pembawa dupa berada didepan yang mana dilakukan untuk mendupai (mensucikan) jalan yang akan dilalui oleh perarakan tersebut.

PENCERAHAN DARI PASTOR YOHANES SAMIRAN SCJ :

Hmmmm kalau memang mau mendupai sakramen secara kontinyu, ya mau tidak mau harus berjalan mundur. Ini yang lazim. Memang resikonya perjalanan sakramen keliling atau perarakan sakramen menjadi lambat.

Cara kedua, (tidak dilarang) untuk mengantisipasi kelambatan itu, dan kelelahan kalau harus berarak ke tampat yang jauh.

NB. Di salah satu paroki di Crespina, dekat Pisa (Italia) saya beberapa kali membantu di sana, dan pada Kamis malam sakramen diarak keliling desa bersama dengan patung Yesus dan relikwi dari “tanah suci”. Otomatis misdinar tidak perlu berjalan mundur tetapi berjalan biasa di depan sakramen dengan membawa pedupaan yang mengepul, dan kadang berhenti untuk mendupai .
Jarak tempat sakramen di arak adalah dari gereja Paroki dan dipindahkan ke gereja kapel, jaraknya sekitar 2 km. Perarakan berjalan memutar agar semua jalan desa terberkati oleh sakramen. Semua rumah memasang lilin di pintu dan pagar mereka, walau mereka tadi tidak berangkat ke gereja untuk perayaan Kamis Putih ….. 🙂

PENCERAHAN DARI PASTOR CHRISTIANUS HENDRIK :

Hemm….mengenai cara mendupai kiranya bisa bermacam2 cara tergantung kebiasaan dan situasi setempat di mana perarakan diadakan-seperti sudah dijelaskan oleh rm Samiran SCJ. Tetapi inti dari pendupaan kiranya tetap harus berpusat pada Sakramen Mahakudus yang didupai, bukan pertama2 jalan, atau rumah atau tempat sekitar yang dilewati.

Memang ketika kita menghormati dan terus melakukan puja pengudusan terhadap sakramen Mahakudus, kemudian dampaknya adalah bahwa jalan, tempat2 yang akan dilalui, bahkan orang2 di sekitar juga harus dikuduskan/menguduskan diri supaya pantas bagi kehadiran Allah yang nyata dalam sakramen Mahakudus.

Tradisi yang serupa dengan penghormatan terhadap Sakramen Mahakudus bisa ditemukan dalam banyak peristiwa di Perjanjian Lama, ketika Israel mengarak Tabut Perjanjian (mis.I Tawarikh 15). Ketika tradisi mendupai belum populer, lalu berbagai bentuk penghormatan terhadap setiap tanda Kehadiran Yang Ilahi (Tabut Perjanjian) dilakukan dengan pelbagai cara: nyanyian pujian, sangkakala, terompet, gambus pelbagai macam jenis, pemotongan hewan kurban, kurban bakaran…bahkan tarian (Daud menari2 di depan Tabut Perjanjian).

Jadi inti pendupaan adalah kepada Sakramen Mahakudus-entah dengan cara mundur,atau berjalan maju sambil sesekali berhenti untuk mendupai.
Asap dupa yang membubung melambangkan terhubungnya dunia dan surga tinggi melalui kehadiran Allah dalam rupa Sakramen Mahakudus. Wewangian asap dupa melambangkan kesucian itu sendiri dan sikap hati yang sepantasnya ketika kita berada di dekat Sakramen Ilahi. Maka juga perlu diperhatikan supaya saat pendupaan memang ada asap yang mengepul dan membumbung tinggi, bukan cuma formalitas mengayun2kan wiruk/dupa tapi apinya padam dan tidak ada asapnya…lalu kehilangan maknanya he he…

Posted in 2. Putra Altar, 3. Benda Liturgi lainnya, 3. Kamis Putih | Leave a Comment »

KAMIS PUTIH – KAIN SELUBUNG YANG DIGUNAKAN PASTOR PADA SAAT SALVE

Posted by liturgiekaristi on March 8, 2011


Pertanyaan umat :

kain yg di selubung kan kepunggung pastor saat salve itu nama nya kain apa??dan apa makna nya???

PENCERAHAN DARI PASTOR BERNARD RAHAWARIN PR :

kain itu bernama VELUM. Pada kedua ujungnya terdapat semacam saku di mana imam memasukkan kedua tangannya ketika hendak memegang Monstran pd moment Berkat Sakramen Mahakudus. VELUM adalah simbol penghormatan dan rasa respek yg besar… yg dalam hal ini ditujukkan kepada Sakramen Mahakudus.
Karena rasa hormat maka Sakramen Mahakudus tidak dipegang langsung dengan tangan melainkan dengan cara mengalas tangan dengan VELUM (yg berarti menutupi/menudungi).

Posted in 2. Baju liturgi, 3. Kamis Putih | Leave a Comment »

KAMIS PUTIH – MALAM TUGURAN

Posted by liturgiekaristi on March 8, 2011


Pertanyaan umat :

Rm Sam, Rm Berry, Rm Zepto, kami umat KKI – Keluarga Katolik Indonesia di kota Tilburg akan mengadakan misa pembasuhan kaki pada kamis putih. Setelah itu dilanjuktan acara semalam suntuk yang terpimpin sampai pk. 05.00. Ini baru pertama kami buat di KKI kami bekerja sama dengan paroki Belanda.. Saya mengusulkan antar lain: adorasi sakramen Maha Kudus, Jalan salib, Ibadat koronka, Doa Yesus, juga pengakuan dosa..
Saya minta saran dari romo-romo dan saudara2 yang sering membuat dalam komunitas tertentu.. mungkin ada yang mempunyai saran yang lebih menarik supaya umat bisa mengikuti seluruh acara dengan baik dan penghayatan akan sengsara wafat dan kebangkitan Kristus sungguh dirasakan…. Terima kasih.

PENCERAHAN DARI PASTOR YOHANES SAMIRAN SCJ :

a. Adorasi bisa dilakukan sepanjang malam di depan sakramen Mahakudus, yang KKI rencanakan sampai jam 5 pagi itu.
Akan menguntungkan kalau dibuat kelompok bergilir, spy orang tidak teler di depan sakramen mahakudus karena duduk terlalu lama, berjam-jam tanpa henti. Misalnya per kelompok bisa diberi waktu sekitar 1 jam.
Isi selama tuguran / adorasi adalah: permenungan akan penebusan Allah yang terlaksana melalui ‘sengsara Kristus’; atau juga dosa yang menyebabkan sengsara Tuhan.
Adorasi macam ini sebaiknya jangan diisi tanpa henti dengan doa dan nyanyian sambung menyambung, tetapi ambillah waktu banyak untuk hening dan merenung, dan selingi dengan doa, nyanyian, dan bacaan Kitabsuci yang pas. .

b. Jalan Salib bisa dilakukan pada Hari Jumat Agung. Di beberapa paroki dan komunitas katolik di Palembang membuat Jalan Salib sekitar jam 10 pagi.
Koronka bisa didoakan jam 15.00 dan diteruskan dengan Perayaan Jumat Agung.

c. Pengakuan dosa, silahkan sesuaikan dengan kondisi dan posibilitas dan disponibilitas imam dan umat yang ada. Baik sekali kalau Pengakuan dosa sudah selesai sebelum perayaan Tri Hari Suci.

d. Doa Yesus bisa disisipkan di mana saja yang terbuka, misalnya salah satu bagian yang mengantar saat hening dlm adorasi, atau setelah jalan salib …..

Itu saran saya kalau hal-hal di atas mau dipakai.
Panduan untuk perayaan masing-masing hari selama Trihari Suci sudah ada, tinggal dipelajari.

PENCERAHAN DARI PASTOR ZEPTO PR :

Sisca n KKI Tilburg, beberapa input saya:

Pertama, setuju dgn Rm. Sam bhw tuguran dibuat per kelompok kecil. Pengakuan Dosa dirampungkan sebelum Tri Hari Paskah.

Kedua, kurang tepatlah bila dlm adorasi-malam ini umat berdoa rosario, sebab doa rosario mrpk devosi kpd St. Maria, sedangkan adorasi merupakan penghormatan kpd Yesus dalam rupa Sakramen Mahakudus…

Ketiga, acara tiap kelompok tsb hrs dirancang/disiapkan sebelum perayaan Kamis Putih.

Keempat, sy berpendapat baiklah diisi dgn nyanyian2 or instrumentalia ekaristis, Doa2 ekaristis (mis: Litani Sengsara Yesus, Litani Sakrmn Mahakudus, Litani Tuhan Yesus), Saat hening, Pembacaan Injil Yohanes bab 13-17 (bisa dibacakan per org per perikop), Renungan2 singkat, Doa2 pribadi, Mazmur2 ekaristis didaraskan bergantian (mis: Mzm 8, 23, 34, 147), Madah2 pujian (mis: Te Deum, Magnificat, Kidung Efesus).

Demikian input dan usul saya. Apa yg diusulkan ini sdh pernah kami pakai di Fakfak, Papua. Kini akan dipakai di Sorong, Papua.
Semoga bermanfaat. Slamat menyongsong HR Paskah.

PENCERAHAN DARI BP. AGUS SYAWAL YUDHISTIRA :

Kalau menurut pedoman dari “PASCHALES SOLEMNITATIS”, dokumen Liturgi Pekan Suci yang dikeluarkan Kongregasi Ibadat tahun 1988 ada beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai tuguran.

1. Tidak diizinkan menggunakan monstrans. Sakramen harus berada dalam tabernakel altar persinggahan, atau dalam pixis/sibori.

2. Tempat sakramen disinggahkan tidak dizinkan dibuat seolah sebuah makam…

3. Adorasi bisa dilakukan cukup meriah hanya sampai tengah malam. Sebab setelah itu Jumat Agung Sengsara Tuhan sudah dimulai dan ibadat dihadapan Sakramen yang ditahtakan bisa dilaksanakan tanpa “external solemnity” (kemeriahan). Sesuai dengan semangat Liturgis Jumat Agung, kunjungan pada Sakramen mahakudus disarankan dalam keheningan. Dalam hal ini saya rasa musik tidak pada tempatnya walaupun nyanyian masih dapat dinyanyikan. Seperti himne2 sengsara misalnya, atau melagukan (chanting) Mazmur dan Kitab Suci (Kitab Yesaya, Ratapan sebagaimana digunakan dalam upacara Tenebrae).

Posted in 3. Kamis Putih | Leave a Comment »

KAMIS PUTIH – KENAPA MONSTRANS TIDAK DIARAK?

Posted by liturgiekaristi on March 8, 2011


Pertanyaan umat:

Dalam perarakan Kamis Putih bukan sibori, kalo nggak salah dulu yang diarak “Monstrans”.Tapi mengapa yang saya lihat seringnya monstrans dipakai untuk misa penyembuhan..?Upacara Kamis Putih mengapa “Monstrans” tidak diarak…?

PENCERAHAN DARI PASTOR YOHANES SAMIRAN SCJ:

Monstrans … dari bahasa Latin artinya menunjukkan; maka sebenarnya itu dipakai untuk upacara Adorasi atau Salve.
Tetapi pada Hari Kamis Putih sebenarnya kita mengadakan penghormatan kepada Sakramen Mahakudus yang akan dipindah tempatkan … maka yang pas memang sibori.

Tetapi kalau tidak ada pemindahan sakramen, dan Sakramen Mahakudus mau ditahtakan di altar untuk sembah sujud, maka memang yang dipakai adalah mostrans.
Misa penyembuhan menggunakan monstrans karena setelah Misa dilanjutkan dengan Adorasi Sakramen Mahakudus, maka Sakramen ditahtakan dengan mosntrans … dan setelah hampir selesai adorasi memang akan ditutup dengan pemberkatan dengan sakramen Mahakudus.
Untuk informasi lebih lengkap silahkan browsing “adorasi sakramen Mahakudus”

PENCERAHAN DARI BP. Agus Syawal Yudhistira

Aturan Liturgi secara spesifik MELARANG eksposisi Sakramen menggunakan Monstrans (Ostensorium) pada tuguran Kamis Putih (Lihat “PASCHALES SOLEMNITATIS”, Kongregasi Ibadat Suci 1988, no. 55).

Mengenai Adorasi Sakramen Mahakudus dalam wujud Eksposisi, ada dua pilihan (lihat “EUCHARISTIAE SACRAMENTUM”, Kongregasi Ibadat Suci 1973):
Meriah/Agung/Solemn, digunakan Monstrans.
Sederhana, digunakan Sibori/Pixis…. See More

Maka jika Sakramen Mahakudus diarak menggunakan Sibori, penghormatan yang diberikan tetap sama.

Posted in 3. Benda Liturgi lainnya, 3. Kamis Putih, d. BENDA-BENDA LITURGI | Leave a Comment »

KAMIS PUTIH – BUNYI KELOTOKAN PADA SAAT PERARAKAN SAKRAMEN MAHA KUDUS

Posted by liturgiekaristi on March 8, 2011


Pertanyaan umat:

Dlm perarakan di Hari Kamis Putih, di gereja Barnabas pamulang dan grj Stefanus Cilandak, (sedangkan di grj lain tidak ada) ada bunyi2an dari kayu…. ini melambangkan apa?

PENCERAHAN DARI PASTOR YOHANES SAMIRAN SCJ:

Bunyi ‘kelotokan’ pada Tri Hari Suci, mulai Kamis malam setelah komuni, sampai Sabtu suci pagi, sebenanrnya dimaksudkan untuk penanda menggantikan bel, dan giring-giring, yang tidak dibunyikan selama saat itu.
Lonceng dan bel kembali dibunyikan pada malam Paskah saat Gloria dikumandangkan.

(NB. Saya tidak tahu tradisi di negara lain, tetapi di Italia sejauh saya tahu tidak ada penggantian itu, tetapi ya sepi aja – tanpa perlu digantikan).

Posted in 3. Benda Liturgi lainnya, 3. Kamis Putih, d. BENDA-BENDA LITURGI | Leave a Comment »

KAMIS PUTIH – PERARAKAN SAKRAMEN MAHA KUDUS

Posted by liturgiekaristi on March 8, 2011


PERTANYAAN UMAT :

numpang tanya dahulu wkt sy kecil setiap perarakan Sakramen Maha Kudus(Kamis Putih) yg diarak selalu sibori.tapi mengapa kini koq cuman tempat Hosti Kudus(yg kadang cuman semacam cup untuk tempat hosti sblm dibagikan kpd umat?)….

PENJELASAN DARI PASTOR YOHANES SAMIRAN SCJ :

Yang diarak saat Kamis Putih adalah semua Sakramen Mahakudus yang ada di tabernakel dan di atas altar, untuk dipindahkan ke tempat baru – dan dilanjurkan dengan ‘tuguran’.

Kalau rumusan di atas terpenuhi, maka yang dibawa keliling saat perarakan bukan hanya sebagian. Dan dalam Misa hari itu umumnya hosti yang dikonsakrir banyak, karena pada hari Jumat Agung, ada ibadat Sabda dan penghormatan Salib, tetapi tidak ada Misa, namun umat tetap sambut Sakramen Mahakudus. Maka pada hari Kamis Putih dikonsakrir hosti sebanyak yang dibutuhkan untuk umat yang hadir pada Hari Kamis Putih dan Jumat Agung.

NB. Kemungkinan imam hanya membawa hosti dalam sibori kecil satu, karena tidak ada pemindahan sakramen Mahakudus ke tempat baru. Kalau ini terjadi sebenarnya sayang karena :

a. Sakramen harus mengikuti dan memberikan penghormatan kepada Sakramen yang diarak, sementara sebenarnya di altar masih juga ada Sakramen lain yang diabaikan.
Jadi perarakan bukan ritual, tetapi memang secara praktis harus dibuat demi perpindahan tempat penyimpanan Sakramen Mahakudus itu.

Posted in 3. Kamis Putih | Leave a Comment »