Seputar Liturgi Ekaristi Gereja Katolik

Seputar Liturgi Ekaristi Gereja Katolik

  • Majalah Liturgi KWI

  • Kalender Liturgi

  • Music Liturgi

  • Visitor

    free counters

    widget

    Please do not change this code for a perfect fonctionality of your counter
    widget

    Free Hit Counters

    widget

    Please do not change this code for a perfect fonctionality of your counter
    widget

    free statistics

    widget

    Please do not change this code for a perfect fonctionality of your counter
    widget

    hit counters



    widget flash

    widget

    Please do not change this code for a perfect fonctionality of your counter
    widget

    web page counter

  • Subscribe

  • Blog Stats

    • 1,255,536 hits
  • Kitab Hukum Kanonik, Katekismus Gereja Katolik, Kitab Suci, Alkitab, Pengantar Kitab Suci, Pendalaman Alkitab, Katekismus, Jadwal Misa, Kanon Alkitab, Deuterokanonika, Alkitab Online, Kitab Suci Katolik, Agamakatolik, Gereja Katolik, Ekaristi, Pantang, Puasa, Devosi, Doa, Novena, Tuhan, Roh Kudus, Yesus, Yesus Kristus, Bunda Maria, Paus, Bapa Suci, Vatikan, Katolik, Ibadah, Audio Kitab Suci, Perjanjian Baru, Perjanjian Lama, Tempat Bersejarah, Peta Kitabsuci, Peta Alkitab, Puji, Syukur, Protestan, Dokumen, Omk, Orang Muda Katolik, Mudika, Kki, Iman, Santo, Santa, Santo Dan Santa, Jadwal Misa, Jadwal Misa Regio Sumatera, Jadwal Misa Regio Jawa, Jadwal Misa Regio Ntt, Jadwal Misa Regio Nusa Tenggara Timur, Jadwal Misa Regio Kalimantan, Jadwal Misa Regio Sulawesi, Jadwal Misa Regio Papua, Jadwal Misa Keuskupan, Jadwal Misa Keuskupan Agung, Jadwal Misa Keuskupan Surfagan, Kaj, Kas, Romo, Uskup, Rosario, Pengalaman Iman, Biarawan, Biarawati, Hari, Minggu Palma, Paskah, Adven, Rabu Abu, Pentekosta, Sabtu Suci, Kamis Putih, Kudus, Malaikat, Natal, Mukjizat, Novena, Hati, Kudus, Api Penyucian, Api, Penyucian, Purgatory, Aplogetik, Apologetik Bunda Maria, Aplogetik Kitab Suci, Aplogetik Api Penyucian, Sakramen, Sakramen Krisma, Sakramen Baptis, Sakramen Perkawinan, Sakramen Imamat, Sakramen Ekaristi, Sakramen Perminyakan, Sakramen Tobat, Liturgy, Kalender Liturgi, Calendar Liturgi, Tpe 2005, Tpe, Tata Perayaan Ekaristi, Dosa, Dosa Ringan, Dosa Berat, Silsilah Yesus, Pengenalan Akan Allah, Allah Tritunggal, Trinitas, Satu, Kudus, Katolik, Apostolik, Artai Kata Liturgi, Tata Kata Liturgi, Busana Liturgi, Piranti Liturgi, Bunga Liturgi, Kristiani, Katekese, Katekese Umat, Katekese Lingkungan, Bina Iman Anak, Bina Iman Remaja, Kwi, Iman, Pengharapan, Kasih, Musik Liturgi, Doktrin, Dogma, Katholik, Ortodoks, Catholic, Christian, Christ, Jesus, Mary, Church, Eucharist, Evangelisasi, Allah, Bapa, Putra, Roh Kudus, Injil, Surga, Tuhan, Yubileum, Misa, Martir, Agama, Roma, Beata, Beato, Sacrament, Music Liturgy, Liturgy, Apology, Liturgical Calendar, Liturgical, Pope, Hierarki, Dasar Iman Katolik, Credo, Syahadat, Syahadat Para Rasul, Syahadat Nicea Konstantinople, Konsili Vatikan II, Konsili Ekumenis, Ensiklik, Esniklik Pope, Latter Pope, Orangkudus, Sadar Lirutgi

Archive for the ‘4. Bagian Doa Syukur Agung’ Category

APA YANG DIUCAPKAN DALAM HATI WAKTU IMAM MENGANGKAT HOSTI & PIALA PADA SAAT KONSEKRASI?

Posted by liturgiekaristi on March 11, 2013


PERTANYAAN UMAT :
Pertanyaan umat :

ak seneng bgt ada page ini dan ak jd merasa bertambah paham apa arti2 ekaristi kita dgn baik.tp ak mau tny,selama ini ak msh bingung ucapan apa ya yg kita ungkapkan dlm hati ketika imam mengangkat hosti dan piala saat doa syukur agung?thanx.””

PENCERAHAN DARI Thomas Rudy

hal ini tidak diatur secara resmi dalam aturan2 liturgi, tetapi sebagai devosi, memang banyak yang menganjurkan mengatakan ini dan itu seperti yang teman-teman bilang… tapi kembali kepada yang bersangkutan masing-masing, yang jelas itulah saat yang jelas, bahwa Yesus hadir dan imam menunjukkan itu pada kita (saat hosti itu diangkat dan saat piala diangkat), Pertanyaannya: apa yang kita akan ucapkan saat kita melihat Yesus?

PENCERAHAN DARI Mas Roms

Kl mnurut pedoman umum misale romanum (PUMR) saat itu kita cukup mmandang dgn hormat. Ucapan ya Tuhanku n Allahku baik dlm hati ato brsama (dulu) tdk tepat secara teologis. Bukankan ekaristi untuk mengenang prjamuan terakhir? Kata2 ya Tuhanku….dst adl ucapan Thomas stelah Yesus bangkit.

Nambahi komentarku, dalam PUMR 43 hanya dikatakan pada saat kisah konstitusi / konsekrasi dimana imam memperlihatkan Tubuh dan Darah Kristus, tata gerak umat adalah berlutut. Dalam beberapa buku penjelasan tentang TPE 2002 sambil berlutut saat itu sikap kita adalah menatap-Nya. Memang dalam budaya kita sikap ini seolah-olah “tidak sopan” maka sebagian besar kita justru menundukkan kepala lalu mengatupkan tangan menyembah. Kedua sikap itu baik mau mengungkapkan hal yang sama, yakni: sikap hormat dan sembah bakti kita pada Yesus yang sungguh hadir. Tidak ada petun juk doa apa yang mesti diucapkan baik pribadi maupun bersama. Kata-kata “Ya Tuhanku dan Allahku” memang rasanya cocok namun secara teologis tidak tepat. Logisnya saat konsekrasi (DSA) masih perjamuan terakhir, Yesus belum menderita / wafat apalagi bangkit. Namun apapun tata gerak atau ungkapan kita, intinya kita pada saat ini mau mengungkapkan sikap hormat, sembah-bakti dan keyakinan iman bahwa yang ada dihadapan kita sungguh-sungguh Tubuh dan Darah Kristus sendiri. Thanks.

PENCERAHAN DARI Daniel Pane:

Beberapa kebiasaan yang populer adalah:

1. Dalam hati mengucapkan “Domine meus et Deus meus” (ya Tuhanku dan Allahku) kita mengambil alih ucapan St. Thomas sebagai ungkapan pengakuan akan kehadiran nyata dari Tuhan kita dalam rupa Ekaristi.

2. Dalam hati mengucapkan “mea culpa, mea culpa, mea maxima culpa” (saya berdosa, saya berdosa, saya sungguh berdosa) sambil menepuk dada 3 kali. Melalui kebiasaan ini kita mengingat bahwa Kristus menjalani Kurban Salib karena dosa-dosa kita.

Bagaimanapun tidak ada aturan yang baku mengenai hal itu. Satu lagi, kebiasaan ritus Romawi saat Tubuh dan Darah Tuhan diangkat adalah kita menyembah Dia dengan memandang-Nya.

PENCERAHAN DARI PASTOR Christianus Hendrik

Saat Imam mengangkat roti dan anggur yang diubah menjadi Tubuh dan Darah Tuhan ketika konsekrasi, itulah saat ekspresi personal mendapt tempatnya dalam liturgi. Jadi gunakanlah saat2 itu sungguh2 secara pribadi hadir dalam kesadaran penuh syukur dan hormat atas moment paling agung ketika Allah menjadi manusia demi mendekati kita dalam segala keterbatasan kita. Allah yang tak terbatas berinisiatif menjadi ‘terbatas’ supaya keterbatasan kita diangkat dalam keilahianNya.

Jadi pada saat itu, mau teriak, menjerit, menangis bahagia, bernyanyi sukacita, puji hormat dan syukur dalam segala bentuk kata2nya dipersilahkan…sejauh di dalam hati masing2 he he…. Dulu pernah saat personal ini dimasukkan juga dalam ritual bersama dan orang menjawab”Ya Tuhanku dan Allahku”…tapi kiranya ini kurang memadai bagi moment yang sangat penting itu…sekarang syukurlah dikembalikan ke saat pribadi lagi. Jadi tak usah bingung ikutilah kata hati sendiri mau mengatakan apa, yang penting hati, budi, pikiran dan kehendak terarah sepenuhnya dalam kesadaran Allah sungguh hadir dalam tanda dan sarana keselamatanNya.

Soal ekspresi tubuh saat itu, juga tidak ada ketentuan baku karena setiap bangsa punya adat budaya yang berbeda. Untuk orang Eropa dan Amerika misalnya, tanda hormat dan penuh perhatian adalah memandang langsung ke mata lawan bicara atau orang yang kita hormati saat berkontak. Tapi di suku bangsa lain justru itu tanda menantang, tidak hormat kalau memandang langsung kepada yang lebih tinggi, maka sikap yang menunjukkan rasa hormat adalah menundukkan kepala tidak boleh memandang wajah seorang raja, dsb. Jadi tidak ada ketentuan baku, silahkan saat itu juga kehendak masing2 pribadi untuk mengekspresikannya dalam keheningan bersama.

Secara pribadi sebagai imam, saya sungguh menikmati saat agung ini dengan memberi kesempatan cukup untuk memperlihatkan ‘wajah Allah’ kepada umat sambil mengangkat tinggi2 Hosti dan Anggur di hadapan umat, supaya ‘setiap orang yang memandangNya memperoleh kesembuhan dan keselamatan’. Biasanya saya hening sepanjang orang mengucapkan kata2 “Ya Tuhanku dan Allahku” dengan pelan2 dan hikmat….Tapi tidak juga terlalu lama he he…

Posted in 4. Bagian Doa Syukur Agung | 1 Comment »

Dalam perayaan Ekaristi, kapan tepatnya hosti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah KRISTUS

Posted by liturgiekaristi on May 4, 2011


Pertanyaan umat :

shalom!!
numpang nanya, hosti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah KRISTUS pada saat DSA. yg menjadi pertanyaan saya kapan tepatnya hosti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah KRISTUS?apakah pada saat Imam menumpangkan tangan ke atas hosti dan anggur serta membuat tanda salib? atau pada saat hosti/anggur diangkat? atau pada saat DSA berakhir? sekalian dasar Alkitab kita apa ya?
terima kasih
Deo Gratias

SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA

Pada mulanya dalam Liturgi Gereja Barat, istilah pengudusan / konsekrasi (consecratio) hanya dipusatkan pada kata-kata institusi Yesus. Perubahan roti menjadi Tubuh dan anggur menjadi darah Kristus dipahami baru terjadi pada saat kata-kata …institusi diucapkan (Inilah Tubuh-Ku…. Inilah Darah-Ku….), namun dalam pembaharuan Konsili Vatikan II ditegaskan bahwa proses pengudusan itu berlangsung pada seluruh DSA. Kisah dan kata-kata institusi menjadi sangat penting dan esensial karena pada saat itu imam mengulangi secara langsung apa yang dahulu dilakukan dan dikatakan Yesus pada saat perjamuan terakhir. Pada mulanya kisah dan kata-kata institusi dalam DSA-DSA berbeda-beda, namun sejak Paulus VI ditetapkan bahwa setiap kata-kata institusi harus sama pada semua DSA.
Pada saat mengucapkan kata-kata institusi imam membungkuk sedikit dan mengucapkan kata-kata institusi dengan lantang dan jelas. Setelah mengucapkannya, imam mengangkat hosti agar dilihat umat, lalu meletakkannya ke patena dan berlutut. Demikian juga atas piala. Disini terjadi apa yang disebut dengan elevasi. Istilah elevasi menunjuk pada diangkat / diperlihatkannya hosti / piala kepada umat pada saat sesudah kata-kata institusi diucapkan. Peristiwa ini sangat penting secara spiritual. Kita sebaiknya mengangkat kepala dan mata menatap Yesus yang ditinggikan.
Yesus yang ditinggikan di salib secara tipologi telah dihadirkan dalam bentuk ular tembaga Musa di padang gurun yang mampu menghidupkan mereka yang dipagut ular (akibat dosa = kematian ; ular lambang sumber dosa). Karena “sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan” ( Yoh 3:14 – bdk Bil 21:9). “Jika seseorang dipagut ular, dan ia memandang kepada ular tembaga itu, tetaplah ia hidup”. (Bil 21:9). Yesus yang sama itu sekarang ditinggikan dalam rupa hosti suci.
Tradisi umat di Indonesia adalah menyembah, menundukkan kepala dan mengucapkan kata-kata Thomas: “Ya Tuhanku dan Allahku!” (Yoh 20:28). Tindakan menyembah sangat saleh namun sebaiknya kita tetap mengangkat kepala dan memandang dia, agar kita tetap hidup!
Tradisi elevasi hosti suci baru dilakukan abad XIII (elevasi piala baru abad XVI) sebagai devosi terhadap sakramen Mahakudus yang timbul akibat penyangkalan Berengarius akan kehadiran nyata (praesentia realis) Tubuh dan Darah Kristus dalam Ekaristi. Sejak itu muncul keyakinan bahwa dengan memandang hosti dan piala suci yang dielevasi itu, umat akan memperoleh berkat khusus.
(dicuplik dari buku : berhala ini bernama ekaristi, FX. Sutjiharto, lihat di www.parokisalibsuci.org)

Posted in 4. Bagian Doa Syukur Agung | Leave a Comment »

Tentang ANAMNESIS dalam Doa Syukur Agung.

Posted by liturgiekaristi on April 7, 2011


Tentang ANAMNESIS dalam Doa Syukur Agung.

 

1) Bahasa Yunani ‘anamnese‘ berarti ‘PENGENANGAN’. (Bahasa Latin: memoria; Bahasa Ibrani: zikkaron). Adapun, secara historis, ‘pengenangan’ dalam liturgi ini memiliki asal-usulnya dalam tradisi liturgi Agama/Budaya Yahudi. Upacara-upacara liturgis keyahudian sangat ditandai dengan pengenangan-pengenangan akan karya Agung Allah pada masa lampau.

 

2) PENGENANGAN dalam Doa Syukur Agung bukanlah sekedar usaha mengingat-ingat secara subektif dan rasional, melainkan PENGHADIRAN SELURUH RANGKAIAN KARYA KESELAMATAN ALLAH SECARA OBYEKTIF DAN NYATA.

 

3) Dalam paham POPULER-PROFAN, pengenangan selalu berdimensi masa lampau dan masa kini. Bandingkan dengan anamnese riwayat penyakit dan segala indikasinya yang selalu di-‘gali’ oleh perawat/dokter setiap kali pemeriksaan kesehatan.

 

4) Dalam LITURGI, pengenangan berdimensi tiga: karya keselamatan Allah yang TELAH berlangsung sejak masa lampau dan yang AKAN mencapai kepenuhannya pada masa yang akan datang (=akhir zaman), kini SEDANG dihadirkan secara obyektif dan nyata dalam upacara liturgis ini.

Oleh karena itu, teks anamnesis selalu ditandai dengan tiga dimensi waktu tsb: LAMPAU, KINI, DEPAN.

 

5) PUMR 151: ”Sesudah konsekrasi, setelah IMAM BERKATA ‘Agunglah misteri iman kita’, umat melagukan atau melambungkan salah satu aklamasi anamnesis yang dipilih dari rumus-rumus yang tersedia. ….”

 

6) Istilah ‘KATA-KATA INSTITUSI’. Bagi yang baru dengar istilah ini, istilah teknis tersebut menunjuk pada kata-kata imam:

”Terimalah dan makanlah, inilah TUBUHKU yang …. dst” dan

”Terimalah dan minumlah, inilah PIALA DARAHKU, …. dst”.

 

7) Anamnesis bukan sekedar bagian dari tata liturgis Doa Syukur Agung, melainkan sungguh merupakan ungkapan IMAN GEREJA dari masa ke masa, yang secara liturgis dirayakan secara simbolis.

 

 

Semoga bermanfaat.

Salam, Zepto-Triffon

Sorong.

Posted in 4. Bagian Doa Syukur Agung | Leave a Comment »

Tentang EPIKLESIS dalam Doa Syukur Agung

Posted by liturgiekaristi on April 7, 2011


Tentang EPIKLESIS dalam Doa Syukur Agung

 

‎1) Bahasa Yunani, epiklesis berarti memanggil sesuatu atau seruan atas sesuatu.

 

2) Dengan Doa Epiklesis/epiklese dalam Doa Syukur Agung, Gereja berdoa memohon agar Allah berkenan mengutus Roh Kudus-Nya untuk MENYUCIKAN ATAU MENGUDUSKAN roti-anggur sebagai persembahan resmi Gereja menjadi Tubuh-Darah Kristus.

 

3) Doa Epiklesis/epiklese untuk pengudusan roti-anggur terjadi ketika imam MENUMPANGKAN TANGAN atas roti-anggur lalu membuat tanda salib berkat atasnya.

 

4) Doa Epiklesis memberikan jaminan iman dari kemungkinan pandangan magis atas roti-anggur sebagai barang/benda. Why? Karena, dalam iman Gereja, bukan roti-anggur itu pada dirinya sendiri (as such), melainkan ALLAH SENDIRI-LAH YANG MENJADI SUMBER PENGUDUSAN.

 

5) Doa Epiklesis menunjukkan keyakinan iman kristiani bahwa HANYA Allah yang sanggup mengubah sesuatu dan menguduskan seseorang/sesuatu dalam Roh Kudus-Nya, lewat kepemimpinan imam-Nya.

 

6) Unsur epiklesis bukan hanya berlaku untuk konsekrasi roti-anggur tetapi juga pada setiap sakramen. Secara sangat nyata itu nampak pada Sakramen Tahbisan, ketika si tertahbis ditumpangkan tangan oleh uskup (dan para imam) dalam keadaan SEMUA HENING, tak ada doa, tak ada nyanyian yang mengiringinya.

 

7) Unsur Epiklese merupakan salah satu UNSUR KONSTITUTIF LITURGI GEREJA selain (a) unsur dialogis [anabatis-katabatis], (b) unsur anamnesis/pengenangan, dan (c) unsur simbolis.

 

 

Semoga bermanfaat

Salam, Zepto-Triffon

Sorong.

Posted in 4. Bagian Doa Syukur Agung | Leave a Comment »

UPACARA SALAM DAMAI & SALAM-SALAMAN

Posted by liturgiekaristi on March 18, 2011


Pertanyaan :

Fransiskus Zaverius Sutjiharto

Terima kasih atas link sikap liturgi menurut TPE 2005. Sedikit sharing bahwa kerap kali “ritus” salam damai kerap “menganggu” (jika tidak boleh dibilang “merusak”) suasana khitmat yang terbangun setelah Doa Syukur Agung dan Bapa Kami. Terlebih jika acaranya sampai konselebran turun altar dan umat tersebar ke sana ke mari untuk saling memberikan salam damai. Situasi tersebut seolah menjadi anti klimaks – sementara setelahnya adalah Agnus Dei.
Saya pribadi mensiasati dengan cara langsung berlutut setelah bersalaman dengan kanan dan kiri. Sikap ini memang sesuai dengan TPE – namun di beberapa Gereja lagu / seruan Anak Domba Allah dilakukan dengan berdiri. Mohon pencerahan apakah upacara damai ini memang terletak (baku) di sana – atau bisa digeser ke tempat lain (misal sebelum persembahan sehingga lebih biblis Mat 5:23) ? Syaloom Lex Orandi – Lex Credendi!

PENCERAHAN DARI BP. Daniel Pane

‎@Fransiskus Zaverius: Upacara salam damai tidak boleh digeser tetapi acara salam-salamnnya bisa ditiadakan. Jika ini dilakukan maka Imam akan mengucapkan doa damai, dan kemudian memberi salam “Pax Domini sit semper vobiscum” lalu umat menjawab “et cum spiritu tuo”. Kemudian langsung lanjut ke pemecahan roti, tanpa ada salam-salaman. Ini adalah cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi kekacauan saat salam-salaman, cara lainnnya adalah salam-salaman dilakukan sebentar saja dan jangan menyanyikan lagu salam damai yang amat sangat merusak suasana

Posted in 4. Bagian Doa Syukur Agung | Leave a Comment »

PUMR 78 : DALAM KAITANNYA DENGAN DOA SYUKUR AGUNG

Posted by liturgiekaristi on March 15, 2011


“Pusat dan puncak seluruh perayaan sekarang dimulai, yakni Doa Syukur Agung, suatu doa syukur dan pengudusan. Imam mengajak jemaat untuk mengarahkan hati kepada Tuhan dengan berdoa dan bersyukur. Dengan demikian seluruh umat yang hadir diikutsertakan dalam doa ini. Ini disampaikan oleh imam atas nama umat kepada Allah Bapa, dalam Roh Kudus, dengan pengantaraan Yesus Kristus. ” (PUMR 78)

SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA

Selengkapnya PUMR 78: 

“Pusat dan puncak seluruh perayaan sekarang dimulai, yakni Doa Syukur Agung, suatu doa syukur dan pengudusan. Imam mengajak jemaat untuk mengarahkan hati kepada Tuhan dengan berdoa dan bersyukur. Dengan demikian seluruh… umat yang hadir diikutsertakan dalam doa ini. Ini disampaikan oleh imam atas nama umat kepada Allah Bapa, dalam Roh Kudus, dengan pengantaraan Yesus Kristus. Adapun maksud doa ini ialah agar seluruh umat beriman menggabungkan diri dengan Kristus dalam memuji karya Allah yang agung dan dalam mempersembahkan kurban. ”

=================

PUMR 30:

“Di antara doa-doa yang dibawakan oleh imam, Doa Syukur Agung menduduki tempat utama. Doa itu merupakan puncak seluruh ibadat. Di samping itu, ada doa pembuka, doa persiapan persembahan, dan doa komuni. Doa-doa itu disampaikan oleh imam kepada Allah atas nama seluruh umat kudus dan semua yang hadir, dan melalui dia Kristus sendiri memimpin himpunan umat. Oleh karena itu, doa-doa tersebut disebut “doa presidensial“ (doa pemimpin). ”

==================

PUMR 147:

“Kemudian imam membuka Doa Syukur Agung. Sesuai petunjuk rubrik, imam memilih salah satu Doa Syukur Agung yang terdapat dalam Misale Romawi, atau yang disahkan oleh Takhta Suci. Sedari hakikatnya, Doa Syukur Agung dibawakan hanya oleh imam, berkat kuasa tahbisan yang ia terima. Umat memadukan diri dengan imam lewat iman dan doa batin, serta lewat bagian-bagian Doa Syukur Agung yang ditentukan bagi mereka. Bagian-bagian ini meliputi jawaban-jawaban dalam dialog pembuka prefasi, Kudus, aklamasi anamnesis, Aklamasi Amin meriah pada akhir doksologi penutup, juga lewat aklamasi-aklamasi lain yang disahkan oleh Konferensi Uskup dan diketahui oleh Takhta Suci.

Sangatlah tepat kalau imam melagukan bagian-bagian Doa Syukur Agung yang dilengkapi dengan lagu. ”

SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA

Doa Syukur Agung merupakan puncak dan pusat seluruh perayaan Ekaristi. Dalam DSA Gereja mempersembahkan pujian syukur kepada Allah Bapa, karena Ia menciptakan jagat raya, tetapi teristimewa karena Ia menyelamatkan umat dengan perantaraan Kr…istus. 

Mulai dari prefasi sampai dengan doksologi penutup, imamlah yang memimpin dan membawakan doa pujian dan syukur atas nama jemaat. Umat mengambil bagian dalam doa ini lewat dialog dengan imam pada saat prefasi, lewat aklamasi, terlebih lewat tindakan mempersatukan kurban pujian pribadi dengan kurban pujian yang sedang dipersembahkan oleh Gereja yang dipimpin oleh Kristus sendiri.

Dalam perjalanan sejarah liturgi, ada aneka nama yang diberikan kepada Doa Syukur Agung, antara lain : doa ekaristi (=doa syukur), kanon, anaphora (=persembahan).

PERTANYAAN DARI PASTOR Zepto-Triffon Triff

Dear admin:
Tentang DOA SYUKUR AGUNG:
1) Apakah PREFASI dan ANAMNESE yang dinyanyikan baik bagian imam maupun bagian umat boleh diiringi dengan organ, BILA organis mau?
2) Apakah ISI dari teks DOA SYUKUR AGUNG boleh ditambahkan seenaknya oleh imam selebran/konselebran?
3) Apakah imam boleh seenaknya mengijinkan umat mendoakan bersama-sama bagian-bagian tertentu dari teks DSA?
Sekiranya ‘BOLEH’ kira-kira apa dasarnya ya? Wassalam…

SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA

Dear Romo Zepto: 

1. Menurut Romo Antonius Soetanta SJ, pakar musik liturgi, organis tidak boleh mengiringi imam yang bernyanyi saat prefasi atau ajakan-ajakan lain, namun boleh mengiringi umat.

Tidak boleh mengiringi imam yang bernyanyi karen…a suara imam selaku pemimpin harus terdengar jelas ucapannya. Maka musik instrumental juga tidak boleh dimainkan ketika imam mendaraskan doa-doa.

Sedangkan organ boleh mengiringi umat ketika prefasi, anamnese, dan ajakan lainnya, mengingat peran organ untuk membantu umat dalam hal nyanyian.

Untuk referensi menyusul 😀

2. Sepanjang yang saya tahu, imam memiliki wewenang untuk memlih ritus atau teks yang tersedia, namun tidak boleh menambah atau mengurangi bagian tertentu dari misa. Penambahan atau pengurangan, kalaupun ada, hanya sebatas yang diijinkan dalam rubrik di Buku Misa.

3. Menurut PUMR 30, Doa Syukur Agung adalah doa presidensial yang dibawakan oleh imam selebran atas nama seluruh umat berkat tahbisan suci yang ia terima. Jadi memang hanya imam yang membacakan Doa Syukur Agung.

Peran serta umat, sejauh yang saya tahu hanya diijinkan untuk misa bersama anak, seperti yg tersedia dalam TPE kita sebagai Doa Syukur Agung X. Namun walaupun disediakan untuk misa bersama anak, kadang-kadang imam, bahkan uskup, memakai DSA X ini untuk misa umum.

-OL-

Posted in 4. Bagian Doa Syukur Agung | Leave a Comment »

PUMR 79A : KAITANNYA DENGAN PREFASI

Posted by liturgiekaristi on March 15, 2011


“Bagian-bagian yang paling penting dalam Doa Syukur Agung ialah: Ucapan Syukur, terutama dinyatakan dalam prefasi. Atas nama seluruh jemaat, imam memuji Allah Bapa dan bersyukur kepada-Nya atas seluruh karya penyelamatan atau atas alasan tertentu. Pada pesta atau masa liturgi tertentu salah satu segi dalam karya penyelamatan itu dapat lebih ditonjolkan.” (PUMR 79a)

SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA

Doa Syukur Agung dibuka dengan ritus yang amat meriah. Pertama-tama, umat diajak menyadari kembali kehadiran Tuhan di tengah jemaat; ini terjadi lewat dialog Tuhan sertamu. – Dan sertamu juga. Kemudian umat diajak mengarahkan atau mengangka…t hari kepada Tuhan: Arahkanlah hatimu kepada Tuhan – Sudah kami arahkan. Lewat ayat dialog ini, imam mengajak umat memusatkan hati dan pikiran (berarti seluruh diri) hanya kepada Tuhan. Akhirnya, imam mengajak umat untuk bersyukur kepada Tuhan. 

Lalu imam melambungkan prefasi. Seluruh DSA bernada syukur, tetapi ucapan syukur itu secara istimewa dinyatakan dalam prefasi. Prefasi mengungkapkan alasan konkret untuk memuji dan memuliakan Allah. Pada umumnya alasan itu berhubungan erat dengan karya Allah dalam mencipta dan menebus alam semesta. Imam, atas nama umat beriman menyampaikan pujian dan syukur bersama Kristus karena karya agung Allah. Ucapan syukur ini akan menjadi aktual kalau jemaat juga menggali semua alasan syukur yang konkret dari pengalaman hidupnya pada hari-hari sekitar Perayaan Ekaristi, dan memadukannya dengan ucapan syukur imam.

Pertanyaan Gregorius Tasti Virdiawan

Jika kita tidak mengikuti DSA, apakah dibolehkan menerima komuni…..????

PENCERAHAN DARI Thomas Rudy

perayaan ekaristi itu merupakan satu kesatuan…dari awal (tanda salib), sampai dengan pengutusan jadi kalau tidak lengkap mengikuti dari awal sampai akhir, tentunya sebaiknya tidak menerima — Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan.(1kor 11:27)

Posted in 4. Bagian Doa Syukur Agung | Leave a Comment »

PUMR 79B : DALAM KAITANNYA DENGAN AKLAMASI

Posted by liturgiekaristi on March 15, 2011


“Bagian-bagian yang paling penting dalam Doa Syukur Agung ialah :Aklamasi. Seluruh jemaat, berpadu dengan para penghuni surga, melagukan Kudus. Sebagai bagian utuh dari Doa Syukur Agung, aklamasi ini dilambungkan oleh seluruh jemaat bersama imam.” (PUMR 79b)

SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA

Tergerak oleh kebaikan Allah yang secara melimpah ruah dirinci dalam prefasi, umat dengan penuh kegembiraan, bersatu dengan Gereja surgawi, dengan para malaikat dan orang kudus, mengumandangkan madah “kudus”. 

Menurut Alkitab, seruan “kudus” …merupakan adegan surgawi! Nabi Yesaya melihat Allah duduk di atas singgasana yang mulia. Para serafim berdiri di hadapan-Nya sambil bernyanyi: “Kudus, kudus, kudus. Tuhan segala Tuhan. Seluruh bumi penuh dengan kemuliaan-Nya” (Yes 6:3). Santo Yohanes melihat empat makhluk yang bersayap, siang dan malam tanpa henti berseru: “Kudus, kudus, kuduslah Tuhan, Allah yang Mahakuasa, yang sudah ada, yang ada, dan yang akan ada” (Why 4:8).

Dari hakikatnya, aklamasi “kudus” harus dilagukan, sebab merupakan sorak-sorai, seruan kegembiraan, nyanyian yang gegap gempita dari umat.

Noor Noey Indah

yang harus diperhatikan adalah cara penyampaian nomor lagu Kudus yg akan dinyanyikan. hendaknya diumumkan / disampaikan pada saat sebelum dialog pembuka DSA dimulai, bukan pd saat selesai prefasi didoakan atau dinyanyikan oleh imam, spy tidak memotong alur pujian dan mengganggu kekhidmatan.
*cmiiw
Sangat setuju dengan Sdri. Noor Noey Indah. Sebab dgn begitu, kesatuan dan keutuhan DSA (dari Prefasi hingga Doxology) tetap terpelihara, karena tidak ada jedah lain atau instruksi yg sebenarnya kurang pada tempatnya.

Posted in 4. Bagian Doa Syukur Agung | Leave a Comment »

PUMR 79C : DALAM KAITANNYA DENGAN EPIKLESIS

Posted by liturgiekaristi on March 15, 2011


Post 15 Maret 2011

“Epiklesis. Dalam doa-doa khusus ini Gereja memohon kuasa Roh Kudus, dan berdoa supaya bahan persembahan yang disampaikan oleh umat dikuduskan menjadi Tubuh dan Darah Kristus; juga supaya kurban murni itu menjadi sumber keselamatan bagi mereka yang akan menyambutnya dalam komuni. ” (PUMR 79c)

SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA

Epiklesis adalah permohonan agar Allah Bapa mengutus Roh Kudus untuk menguduskan roti dan anggur, sehingga menjadi Tubuh dan Darah Yesus Kristus. Di samping itu, Gereja mohon supaya kurban yang murni itu menjadi sumber keselamatan bagi mere…ka yang akan menyambutnya (PUMR 79c) 

Permohonan ini penting karena mengundang Roh Kudus, tetapi lebih penting lagi karena permohonan ini memadukan “persembahan” yang telah disiapkan dengan kurban Gereja (Yesus Kristus sendiri) yang dipersembahkan dalam Doa Syukur Agung. Persembahan yang telah disajikan umat sebagai tanda penyerahan diri, sekarang dipersatukan dengan persembahan Kristus yang dihadirkan melalui liturgi Ekaristi. Perjanjian Baru selalu menghubungkan penyerahan diri atau persembahan seluruh kehidupan dan kegiatan seseorang dengan kurban.

Ada dua epiklesis dalam Doa Syukur Agung, yang pertama sebelum konsekrasi, dimana Gereja memohon agar Roh Kudus menguduskan persembahan sehingga menjadi Tubuh dan Darah Kristus; yang kedua sesudah konsekrasi, dimana Gereja memohon agar Roh Kudus menyatukan seluruh umat beriman.

PENCERAHAN DARI PASTOR Zepto-Triffon Triff

‎1) Bahasa Yunani, ‘epiklesis’ berarti memanggil sesuatu atau seruan atas sesuatu.
2) Dengan Doa Epiklesis/epiklese dalam DSA, Gereja berdoa memohon agar Allah berkenan mengutus Roh Kudus-Nya utk menyucikan atau menguduskan roti-anggur sebag…ai persembahan resmi Gereja.
3) Doa Epiklesis/epiklese pengusan roti-anggur terjadi ketika imam menumpangkan tangan atas roti-anggur lalu membuat tanda salib berkat atasnya.
4) Doa Epiklesis memberikan jaminan iman kemungkinan pandangan magis atas roti-anggur sebagai barang/benda. Why? Karena, dalam iman Gereja, bukan roti-anggur itu pada dirinya sendiri (as such), melainkan Allah sendirilah yang menjadi sumber pengudusan.
5) Doa Epiklesis menunjukkan keyakinan iman kristiani bahwa HANYA Allah yang sanggup mengubah sesuatu dan menguduskan seseorang/sesuatu dalam Roh Kudus-Nya, lewat kepemimpinan imam-Nya.
6) Unsur Epiklese bukan hanya berlaku untuk konsekrasi roti-anggur. Unsur Epiklese merupakan salah satu unsur konstitutif liturgi Gereja selain unsur dialogis [anabatis-katabatis], unsur anamnesis/pengenangan, dan unsur simbolis.
7) Semoga tambahan-tambahan ini bisa melengkapi pencerahan di atas. 

Salam, Zepto-Triffon, Sorong.

Posted in 4. Bagian Doa Syukur Agung | Leave a Comment »

PUMR 79D : DALAM KAITANNYA DENGAN KISAH INSTITUSI DAN KONSEKRASI

Posted by liturgiekaristi on March 15, 2011


Post 15 Maret 2011

“Kisah Institusi dan Konsekrasi. Dalam bagian ini kata-kata dan tindakan Kristus sendiri diulangi, dan dengan demikian dilangsungkan kurban yang diadakan oleh Kristus sendiri …. Di situ Kristus mempersembahkan Tubuh dan Darah-Nya dalam rupa roti dan anggur, dan memberikannya kepada para rasul…, lalu mengamanatkan kepada mereka supaya merayakan misteri itu terus-menerus.” (PUMR 79d)

SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA

Selengkapnya PUMR 79d: 

“Kisah Institusi dan Konsekrasi. Dalam bagian ini kata-kata dan tindakan Kristus sendiri diulangi, dan dengan demikian dilangsungkan kurban yang diadakan oleh Kristus sendiri dalam perjamuan malam terakhir. Di situ Kristus mempersembahkan Tubuh dan Darah-Nya dalam rupa roti dan anggur, dan memberikannya kepada para rasul untuk dimakan dan diminum, lalu mengamanatkan kepada mereka supaya merayakan misteri itu terus-menerus. ”

================

PUMR 150:
“Bila dianggap perlu, sesaat sebelum konsekrasi, putra altar dapat membunyikan bel sebagai tanda bagi umat. Demikian pula sesuai dengan kebiasaan setempat,pelayan dapat membunyikan bel pada saat hosti dan piala diperlihatkan kepada umat sesudah konsekrasi masing-masing. Kalau dipakai pedupaan seorang pelayan mendupai roti/piala pada saat diperlihatkan kepada umat sesudah konsekrasi masing-masing. ”

Kata Institusi berasal dari bahasa Latin. Arti dasarnya menetapkan, meresmikan. Jadi, kisah institusi berarti kisah penetapan atau peeresmian Ekaristi. Dengan mengadakan perjamuan terakhir itu, Yesus menetapkan/meresmikan Ekaristi. Dapat dikatakan bahwa perjamuan Yesus itu adalah Ekaristi yang pertama. 

Dalam perayaan Ekaristi, kisah institusi adalah sungguh-sungguh kenangan akan perjamuan Kristus; di sinilah Gereja secara kelihatan mengulangi atau menghadirkan kembali tindakan dan kata-kata Kristus pada Perjamuan Terakhir, yang ia amanatkan kepada para murid.

Kisah institusi sering disamakan dengan “kata-kata dan tindakan Kristus,” karena kisah itu menghadirkan kembali apa yang telah dilakukan oleh Yesus pada Perjamuan Terakhir. Ketika berkata, “Lakukanlah ini untuk mengenangkan Daku”, Yesus tidak membatasi pandangan-Nya hanya pada kematian dan kebangkitan-Nya. Ekaristi tidak hanya merupakan kenangan akan Yesus yang menderita dan wafat, melainkan juga akan Yesus yang bangkit, naik ke surga dan dimuliakan bersama Bapa. Karena itu, bagi umat beriman, perayaan Ekaristi adalah pewartaan kematian Yesus yang menyelamatkan sampai saatnya Ia datang kembali. Justru inilah yang diperintahkan oleh Yesus untuk dilakukan oleh para murid-Nya supaya “sakramen sengsara dan kebangkitan-Nya” dapat diabadikan di dalam Gereja.

BEBERAPA KOMENTAR

Noor Noey Indah Ketika Imam memperlihatkan Hosti Suci dengan mengangkat-Nya, Umat memandang-Nya. Ketika Imam meletakkan Hosti Suci dan berlutut, Umat menundukkan kepala dengan hormat dan khidmat. (TPE 2005).  Yg sering terjadi adalah, pada saat Imam mengangkat Hosti Suci, Umat sibuk menyembah, tidak memandang-Nya.

R Rafael Tarigan dan setelah hosti atau piala diturunkan, apakah umat mebuat tanda salib?

Yohanes Bosco ‎@noor; dan jarang orang menundukan kepala dengan hormat ketika imam berlutut.

Noor Noey Indah ‎@yohanes.. benar.. mudah2an sie liturgi tak bosan2nya memberikan katekese liturgi terutama ttg tata gerak sebelum misa dimulai, supaya Perayaan Ekaristi yg dilaksanakan dpt berjalan dg lancar, serempak, khidmad dan sakral penuh makna. semoga..

PENCERAHAN DARI Joseph Juliantono

Liturgi Ekaristi pada dasarnya sejak awal hingga akhirnya adalah sebentuk untaian doa panjang.
Yohanes Bosco benar, hanya di awal dan pada akhir. Tapi kadang di antaranya ada dibuat tanda salib kecil, sebagai ungkapan iman pribadi dan devosi yang interior.

Sehubungan PUMR 150 di atas,
bel dibunyikan sebagai tanda. Tanda apa?
Tanda bahwa sesuatu yang luar biasa sedang terjadi di altar. Roti menjadi Tubuh dan darah Kristus.

Posted in 4. Bagian Doa Syukur Agung | Leave a Comment »

PUMR 79E : DALAM KAITANNYA DENGAN ANAMNESE DALAM DOA SYUKUR AGUNG

Posted by liturgiekaristi on March 15, 2011


Post 15 Maret 2011

“Anamnesis. Dalam bagian ini Gereja memenuhi amanat Kristus Tuhan yang disampaikan melalui para rasul,”lakukanlah ini untuk mengenangkan Daku!” Maka Gereja mengenangkan Kristus, terutama sengsara-Nya yang menyelamatkan, kebangkitan-Nya yang mulia, dan kenaikan-Nya ke surga.” (PUMR 79e)

SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA

Sesudah kisah institusi, diakon atau (kalau tidak ada diakon) imam mengajak umat memaklumkan misteri iman dengan berkata: “Marilah kita mewartakan misteri iman”. Ajakan itu ditanggapi umat dengan melagukan/menyerukan aklamasi anamnesis. 

Aklamasi “misteri iman” merupakan seruan yang amat tua sebagai sisipan dalam banyak DSA.

Sekarang “misteri iman” tidak lagi menjadi bagian dari kisah institusi, tetapi dipindahkan tempatnya, yaitu sesudah kisah institusi. Umat mengakui misteri Paskah Kristus atau misteri penyelamatan yang mencapai puncaknya dalam hidup dan karya Yesus Kristus, khususnya derita, kematian, kebangkitan dan kedatangan-Nya kembali.

Inti dari aklamasi anamnesis adalah pengakuan bahwa Yesus telah wafat, Yesus telah bangkit, Yesus akan kembali; tiga hal yang biasanya juga dirangkum dalam ungkapan misteri Paskah.

PENCERAHAN DARI PASTO Zepto-Triffon Triff

Beberapa poin pencerahan tentang ANAMNESIS dalam DSA. 

1) Bahasa Yunani ‘anamnese’ berarti ‘PENGENANGAN’. (B.Latin: ‘memoria’; B.Ibrani: ‘zikkaron’).
Adapun, secara historis, ‘pengenangan’ dalam liturgi ini memiliki asal-usulnya dalam tradisi  liturgi Agama/Budaya Yahudi. Upacara2 liturgis keyahudian sangat ditandai dengan pengenangan2 akan karya Agung Allah pada masa lampau.

2) PENGENANGAN dalam DSA bukanlah sekedar usaha mengingat-ingat secara subektif dan rasional, melainkan PENGHADIRAN SELURUH RANGKAIAN KARYA KESELAMATAN ALLAH SECARA OBYEKTIF DAN NYATA.
3) Dalam paham POPULER-PROFAN, pengenangan selalu berdimensi masa lampau dan masa kini. Bandingkan dengan anamnese riwayat penyakit dan segala indikasinya yang selalu di-‘gali’ oleh perawat/dokter setiap kali pemeriksaan kesehatan.
4) Dalam LITURGI, pengenangan berdimensi tiga: karya keselamatan Allah yang TELAH berlangsung sejak masa lampau dan yg AKAN mencapai kepenuhannya pada masa yang akan datang (=akhir zaman), kini SEDANG dihadirkan secara obyektif dan nyata dalam upacara liturgis ini. Oleh karena itu, teks anamnesis selalu ditandai dengan tiga dimensi waktu tsb: LAMPAU, KINI, DEPAN.

5) PUMR 151: ”Sesudah konsekrasi, setelah IMAM BERKATA ‘Agunglah misteri iman kita’, umat melagukan atau melambungkan salah satu aklamasi anamnesis yang dipilih dari rumus-rumus yang tersedia. ….”

6) Pada keterangan admin di atas terdapat istilah ‘KATA-KATA INSTITUSI’. Bagi yang baru dengar istilah ini, istilah teknis tersebut menunjuk pada kata-kata imam: ”Terimalah dan makanlah, inilah TUBUHKU yang …. dst” dan ”Terimalah dan minumlah, inilah PIALA DARAHKU, …. dst”.
7) Anamnesis bukan sekedar bagian dari tata liturgis DSA, melainkan sungguh merupakan ungkapan IMAN GEREJA dari masa ke masa, yang secara liturgis dirayakan secara simbolis.

Semoga bermanfaat.
Salam, Zepto, Sorong.

Posted in 4. Bagian Doa Syukur Agung | Leave a Comment »

RUMUSAN PUJIAN PENUTUP DALAM EKARISTI, BOLEH DIGUNAKAN DILUAR PERAYAAN EKARISTI?

Posted by liturgiekaristi on March 15, 2011


Pertanyaan umat :

Doksologi, suatu bentuk rumusan pujian penutup dalam Ekaristi sesuai liturgi Romawi: “Demi Yesus Kristus, PuteraMu, Tuhan dan Pengantara kami yang bersatu dengan Dikau dan Roh Kudus, hidup dan berkuasa kini dan sepanjang masa”. Apakah di luar Ekaristi doa ini layak dipergunakan oleh umat Kristen Katolik mengingat ada kecenderungan doa penutup dalam berbagai kesempatan menggunakan format lain yg hanya “meniru” umat di luar Katolik? – christiananda

SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA

Sejauh yang saya tahu, rumusan demikian dibolehkan untuk dipakai di luar misa, oleh awam sekalipun. Bahkan seorang romo pernah bilang, pemakaian rumusan tersebut tidak hanya dibolehkan tapi juga dianjurkan. 

Rumusan penutup doa yang dianjurkan adalah :
1. dengan rumusan Trinitaris seperti yang Christi Ananda sebutkan itu, bila doa ditujukan kepada Bapa.
2. dengan rumusan Kristologis “Demi Kristus, Tuhan dan pengantara kami” bila doa ditujukan kepada Bapa.
3. dengan rumusan Kristologis “Sebab Engkaulah Tuhan dan pengantara kami yang hidup dan berkuasa, kini dan sepanjang masa” bila doa ditujukan kepada Yesus.

PENCERAHAN DARI Christian Glenmax 

ini mungkin yang baru 

Kalau doa diarahkan kepada Bapa:

Dengan pengantaraan Yesus Kristus Putra-Mu, Tuhan kami, yang bersama dengan Dikau, dalam persatuan Roh Kudus hidup dan berkuasa, Allah, kini dan sepanjang masa.

Kalau doa diarahkan kepada Bapa, tetapi pada akhir doa disebut juga Putra:

Sebab Dialah Tuhan, pengantara kami, yang bersama dengan Dikau, dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah, kini dan sepanjang masa.

Kalau doa diarahkan kepada Putra:
Sebab Engkaulah Tuhan, pengantara kami, yang bersama dengan Bapa, dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah, kini dan sepanjang masa.

(lihat TPE (Buku Imam) [2005 halaman 39] atau juga dapat buka: http://www.imankatolik.or.id/kvii.php?d=PUMR&q=52-57 )

Posted in 4. Bagian Doa Syukur Agung | Leave a Comment »

PUMR 79G : DALAM KAITANNYA DENGAN PERMOHONAN2 PADA SAAT DOA SYUKUR AGUNG

Posted by liturgiekaristi on March 15, 2011


“Permohonan. Dalam permohonan-permohonan ini tampak nyata bahwa Ekaristi dirayakan dalam persekutuan dengan seluruh Gereja, baik yang ada di surga maupun yang ada di bumi; dan … diadakan bagi kesejahteraan seluruh Gereja dan semua anggotanya, baik yang hidup maupun yang telah mati, karena semuanya dipanggil untuk mengenyam hasil penebusan dan keselamatan yang diperoleh lewat Tubuh dan Darah Kristus.” (PUMR 79g)

SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA

Selengkapnya PUMR 79g:

“Permohonan. Dalam permohonan-permohonan ini tampak nyata bahwa Ekaristi dirayakan dalam persekutuan dengan seluruh Gereja, baik yang ada di surga maupun yang ada di bumi; dan juga jelas bahwa kurban Ekaristi diadakan …bagi kesejahteraan seluruh Gereja dan semua anggotanya, baik yang hidup maupun yang telah mati, karena semuanya dipanggil untuk mengenyam hasil penebusan dan keselamatan yang diperoleh lewat Tubuh dan Darah Kristus.”

=======================================

Dari ujud-ujud doa permohonan menjadi semakin jelas bahwa Ekaristi dirayakan dalam persekutuan dengan seluruh Gereja, baik lokal maupun universal, baik yang di surga maupun yang di bumi. Dengan mengambil bagian dalam imamat Kristus, setiap anggota jemaat mempunyai tugas untuk berdiri di depan Allah dan berdoa dalam persatuan dengan Tuhan Yesus Kristus untuk semua orang. Jemaat mohon kepada Bapa, agar mereka diselamatkan. Seperti Kristus menjadi pendoa dan pengantara bagi kita dan bagi dunia (Ibr 7:25), demikian juga kita dipanggil untuk berdoa bagi keselamatan semua orang (1 Tim 2:1-4.8).

Permohonan dalam DSA merupakan kenangan yang indah akan persekutuan antara Gereja dalam perjalanan dan Gereja surgawi, karena baik yang di surga maupun yang di bumi, merasa terpanggil untuk memuji Allah dan berdoa bagi Gereja dan seluruh dunia (PUMR 79g). Permohonan-permohonan itu mempunyai jangkauan yang lebih luas daripada permohonan-permohonan khusus seperti terdapat dalam Doa Umat. Pada tiap perayaan Ekaristi, Bapa Suci dan Uskup didoakan secara khusus, karena mereka adalah tanda persatuan Gereja di atas bumi ini.

Kecuali Kanon Romawi, DSA yang baru menempatkan doa permohonan sesudah kisah institusi, di antara epiklesis dan doksologi. Rumusannya cukup bervariasi, namun intinya hampir semua sama: berdoa bagi Gereja, bagi para gembala, bagi umat yang hadir dan bagi para arwah. Orang-orang kudus juga disebut dengan harapan, agar seluruh umat, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, bersatu padu.

Posted in 4. Bagian Doa Syukur Agung | Leave a Comment »

PUMR 79H : KAITANNYA DENGAN DOA SYUKUR AGUNG (DOKSOLOGI PENUTUP)

Posted by liturgiekaristi on March 15, 2011


Post 15 Maret 2011

“Doksologi Penutup. Dalam doksologi ini diungkapkan pujian kepada Allah, yang dikukuhkan dan ditutup oleh jemaat dengan aklamasi Amin agung.” (PUMR 79h)

SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA

PUMR 151: 

“Pada akhir Doa Syukur Agung, imam mengambil piala dan patena dengan hosti diatasnya dan mengangkatnya sambil melagukan atau mengucapkan doksologi dengan pengantaraan Kristus, Umat menanggapi doksologi ini dengan aklamasi Amin. Kem…udian imam meletakkan piala dan patena diatas korporale.”

=============================

DSA ditutup secara meriah dengan doksologi. “Dengan pengantaraan Kristus, bersama Dia dan dalam Dia, dalam persekutuan dengan Roh Kudus, bagi-Mu, Allah Bapa yang Mahakuasa, segala hormat dan kemuliaan kini dan sepanjang masa. Amin.”

Dalam doksologi, imam menyampaikan pujian dan hormat dari jemaat kepada Bapa, melalui Yesus Kristus, Putra-Nya (PUMR 79h). Doa pujian ini merangkum isi DSA dan arti kehidupan umat Allah. Doksologi adalah rangkuman atau kesimpulan dari DSA.

Doksologi dilagukan/dimaklumkan oleh imam sendiri. Segenap anggota umat Allah yang hadir menyatakan persetujuannya dengan menyerukan aklamasi “Amin”. Akan sangat semarak, kalau imam melagukan doksologi dan umat menjawabnya dengan “Amin” yang dilagukan pula. Aklamasi Amin ini dapat disemarakkan dengan tarian yang bersifat pujian, yang dibawakan sebagai penegasan pujian syukur kepada Allah.

maaf,
sy msh bingung dg yang dimaksud .. “Aklamasi Amin ini dpt disemarakkan dg tarian yg bersifat pujian..”
tarian yg sesuai yg seperti apa ya ? 

mohon pencerahan..
…terimakasih.

SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA 

‎@Noor Noey Indah: Di bagian tertentu dari TPE 2005 memang memungkinkan adanya gerakan tarian yang dilakukan oleh umat, seperti misalnya saat pembukaan, selain dalam Amin Agung ini. 

Namun tarian seperti ini tentu tidak bisa dilakukan serampangan karena perlu melihat inkulturasi yang terjadi di masyarakat tempat misa diselenggarakan. Di satu daerah bisa saja suatu tarian menjadi bagian dari adat istiadat untuk menandakan pujian meriah atau pembukaan upacara agung. Tarian seperti ini bisa saja dilakukan pada misa di daerah itu. Namun apabila tarian ini “diimport” ke daerah lain, tentu tarian ini akan sekedar menjadi tontonan belaka yang tidak punya nilai liturgi apapun.

Posted in 4. Bagian Doa Syukur Agung | Leave a Comment »

DOA SYUKUR AGUNG termasuk kategori doa presidensial.

Posted by liturgiekaristi on March 8, 2011


Pertanyaan umat :

dalam perayaan ekaristi pada saat doa syukur agung jarang sekali/hampir tdk ada umat yg menjawab doa yg dibacakan oleh imam, apakah memang demikian aturan yg sebenarnya ?

dulu saat kami tinggal diasrama dan merayakan misa selalu menjawabnya bersama-sama…mohon infonya

PENCERAHAN DARI PASTOR ZEPTO PR :

@ Hendry: DSA adalah doa imam pemimpin (presiden) karena itu DSA termasuk kategori doa presidensial.

Aklamasi umat dlm DSA hanyalah pada anamnese dan Amin.

Itulah yg seharusnya. Pengecualian khusus pada DSA untk Anak-Anak pd DSA IX dan X.

Dulu, tidak salah sebab TPE yg dipakai di Indonesia adalah TPE EDISI PERCOBAAN. Kini, edisi itu sdh dinyatakan tidak berlaku, sdh diganti yg baru.

Posted in 4. Bagian Doa Syukur Agung | Leave a Comment »

DOA SYUKUR AGUNG

Posted by liturgiekaristi on March 7, 2011


Pertanyaan :

1. Dalam TPE ada 10 Doa Syukur Agung, namun kenapa yang paling sering dipakai Doa Syukur Agung II (yang terjadi di paroki di kota saya sekarang ini) ? Sementara ada pula yang memakai DSA X terus menerus, kecuali masa Prapaskah/Adven baru menggunakan DSA V dan VI. DSA I justru jarang digunakan, kecuali Malam Paskah, namun …Malam Paskah di Paroki saya sekarang lebih sering menggunakan DSA X. Ada tidak pengaturan pemakaian DSA ini?

2. DSA II adalah yang tersingkat dari semuanya. DSA VIII-X adalah untuk misa Anak-anak, jadi, kalau sering pakai DSA X namun umat yang hadir mayoritas adalah dewasa, berarti kita dianggap anak-anak.

PENCERAHAN DARI PASTOR YOHANES SAMIRAN SCJ

Sebenarnya, tidak ada DSA untuk anak-anak …. semua DSA adalah untuk umat Allah. Tetapi saya tidak tahu editor TPE Indonesia masih mencamtumkan indikasi tidak pas itu dalam buku resmi.
DSA I dan II – diambil dari Kanon Romawi.

Betul … Indonesia memang memiliki paling banyak DSA; walau sebenarnya beberapa negara juga punya IV tetapi yang ke-IV itu masih dibagi lagi ABCDEF.

Di Indonesia tampaknya justru DSA II disiapkan untuk Hari Minggu, sehingga yang dicetak untuk Buku Umat – justru diawali dengan kata-kata “Oleh sebab itu pada hari Minggu ini kami menghadap Dikau ….”
Tentu kata itu tidak cocok untuk hari biasa. Untuk hari biasa DSA II ada rumus pendek, yang tidak dicantumkan dalam Buku Umat.

Hehehhee …… menarik ya …. 🙂

PENCERAHAN dari PASTOR ZEPTO Pr.

Ttg prinsip yg hrs dipegang dlm pemilihan DSA, lihat PUMR 364-365.
Dikatakan ANTARA LAIN bhw:

# DSA I dpt digunakan kapan saja, terutama ini dianjurkan pd hari2 yg memilki Communicantes khusus, atau dlm misa yg mpunyai Hanc Igitur khusus.
DSA I ini jg cocok pd pesta para rasul & org kudus yg namanya disebut dlm DSA ini; juga pd hari2 Minggu kecuali kalau, krn pertimbangan pastoral, lebih disarankn DSA III.

# DSA II, krn sifatnya yg khusus, lbh cocok utk hari2 biasa & kesempatan2 ttu. # DSA III sgt cocok utk Hari Minggu & pesta2….

# DSA IV dpt digunakan dlm misa pd Hari Minggu dlm masa biasa. Karema susunannya yg istimewa, dlm DSA IV ini tdk dpt disisipkan doa arwah khusus.

(Hanya) TPE Indonesia yg memiliki 10 DSA. BARANGKALI DSA II lebih sering dipilih krn ringkas, dan DSA X krn memiliki aklamasi2 yg menyentuh hati umat.

Menurut saya, pemilihan teks DSA sepantasnya bukan atas dasar ‘cari gampang’ (pilih yg singkat spy cepat selesai, spy umat gak ngantuk, bosan, dst) melainkan keuntungan2 pastoral bersama.

Oleh krn itu, cara membawakan DSA mjd sgt penting. Misalnya: mendoakan DSA dgn penghayatan yg sungguh, dgn suara lantang dan melodis. Intonasi yg tepat dlm mbawakan DSA membentuk aura-doa sgenap umat yg hadir. Dgn ini, baik umat maupun (dan terutama!) imam, merasa bhw DSA bukan sedang di-BACA-kan, melainkan sedang di-DOA-kan. Semua pihak “menikmati” DSA sbg doa-(milik)-bersama. Semua merasa terlibat sec benar.

Pendapat umat (Bp. Daniel Pane) yang disetujui oleh Pastor YOHANES SAMIRAN SCJ:

Yah di Indonesia kan DSA 2 disiapkan rumusan khusus untuk hari Minggu mungkin untuk mengantisipasi kebiasaan aneh mendoakan doa itu di hari minggu.

Rumusan DSA 2 yang asli dari Missale Romanum adalah yang versi rumusan hari biasa (yang tidak ada di buku umat). Mungkin Roma ‘terpaksa’ mengalah karena kebiasaan mendoakan DSA 2 di hari minggu sudah terlalu sulit diubah (yah mudah2an segera berubah deh).

Dari semua DSA yang paling mantap itu yah DSA I (Kanon Romawi) ini doa syukur agung paling tradisional dan hasil dari perkembangan liturgi Gereja Latin yang tanpa henti. Bahasanya paling indah dan megah, gagasan teologinya juga lebih mendalam. Penekanannya tentang kurban juga sangat menyentuh hati. Semoga sering dipakai.

PENCERAHAN OLEH PASTOR YOHANES SAMIRAN SCJ:

Setuju 100%; kecuali soal alasan Roma mengalah, rasanya tahun 2005 lalu kita membuat pembaharuan besar-besaran dalam TPE kita, dan DSA II lama tidak ada ungkapan Hari Minggu itu. Itu justru ditambahkan dalam TPE baru kita.
Saya tidak tahu diadopsi dari mana. Mungkin para romo yang terlibat dalam persiapan TPE 2005 bisa memberikan penjelasan seperlunya.
DSA I adalah paling bagus, dan dari sisi isi, teologis, dll adalah paling baik, lengkap, dan agung.

PENCERAHAN DARI PASTOR YOHANES SAMIRAN SCJ:

Pemilihan DSA bisa lihat PUMR 365.

Dalam memilih Doa Syukur Agung yang tersedia dalam Tata Perayaan Ekaristi hendaknya diperhatikan petunjuk-petunjuk berikut :

a. Doa Syukur Agung I, atau kanon Romawi, dapat digunakan kapan saja. Doa Syukur Agung I terutama dianjurkan pada hari-hari yang memiliki Communicantes khusus, atau dalam Misa-misa yang memiliki Hanc igitur khusus…. …
Doa Syukur Agung I juga cocok pada pesta para rasul dan orang-orang kudus yang namanya disebut dalam Doa Syukur Agung ini; juga pada hari-hari Minggu kecuali kalau, karena pertimbangan pastoral, lebih disarankan Doa Syukur Agung II.

b. Doa Syukur Agung II, karena sifatnya yang khusus, lebih cocok untuk hari-hari biasa dan untuk kesempatan-kesempatan tertentu. Memang Doa Syukur Agung ini memiliki prefasi sendiri; tetapi dapat juga digunakan prefasi lain, terutama prefasi-prefasi yang merangkum misteri keselamatan, seperti prefasi-prefasi hari Minggu biasa. Dalam Misa arwah, sebelum Ingatlah (pula) saudara-saudara kami…, dapat disisipkan doa khusus untuk orang yang sudah meninggal.

c. Doa Syukur Agung III dapat digunakan dengan prefasi manapun. Doa Syukur Agung ini sangat cocok untuk hari Minggu dan pesta-pesta. Kalau Doa Syukur Agung III ini digunakan dalam Misa Arwah, doa Sudilah pula…, dapat diganti dengan doa khusus untuk arwah.

d. Doa Syukur Agung IV mempunyai prefasi yang tetap. Dalam Doa Syukur Agung ini dipaparkan seluruh sejarah keselamatan. Doa Syukur Agung ini dapat digunakan dalam setiap Misa yang tidak mempunyai prefasi khusus dan pada hari Minggu dalam Masa Biasa. Karena susunannya yang istimewa, dalam Doa Syukur Agung IV ini tidak dapat disisipkan doa arwah khusus.

NB. DSA X tidak ada catatan dari PUMR karena memang tidak termasuk kanon Romawi.

Pencerahan dari Agus Syawal Yudhistira

DSA VIII – X merupakan terjemahan dari bagian Appendix (Lampiran) TPE Latin. Di situ diberi nama DSA bagi Misa bersama Anak-anak (PRECES EUCHARISTICAE PRO MISSIS CUM PUERIS).

Karena itu, ada petunjuk yang memberitahu bahwa DSA VIII-X adalah untuk digunakan bersama anak-anak. Ini tidak wajib digunakan, pun bersama anak-anak. Tapi bisa jadi opsi.
Sebenarnya, masing-masing memiliki Prefasi tersendiri.
Karenanya tidak tepat untuk hari-hari dimana ada Prefasi khusus (seperti Pesta, Hari Raya, atau hari-hari lain dengan prefasi khusus hari itu).

Selain itu, TPE Latin juga menyediakan:
DSA Rekonsiliasi I (De Reconciliatione I)
DSA Rekonsiliasi II (De Reconciliatione II)
DSA Persatuan Gereja (Ecclesia in viam unitatis progrediens)
DSA Untuk panggilan dan pelayanan Gereja (Deus Ecclesiam suam in viam salutis conducens)
DSA Untuk perkabaran Injil, Gereja yang ditindas, bangsa dan negara (Iesus via ad Patrem)
DSA Untuk masa-masa sulit dan sakit (Iesus pertransiens benefaciendo)

Juga seperti DSA anak-anak, masing-masing memiliki rubik dan Prefasinya sendiri. Tidak bisa digunakan di semua kesempatan.

Pencerahan dari Dokumen Eucharistic Prayers for Masses with Children (1979)

“Use of a Eucharistic Prayer for Masses with Children is restricted to Masses that are celebrated with children alone or Masses at which the majority of the participants are children. (No. 4)

“A community of children means one so considered by the Directory for Masses with Children, that is, one consisting of children who have not yet reached the age referred to as preadolescence.” (No. 4)

PENCERAHAN DARI BP. AGUS SYAWAL YUDHISTIRA:

DSA I disebut Kanon Romawi, karena dalam Gereja Latin, selama berabad-abad, hanya dikenal 1 DSA saja, yang dikenal dengan nama Kanon Romawi. Setelah Konsili Vatikan II, Kanon Romawi ini mengalami sedikit penyesuaian rubik, dan digubah 3 DSA tambahan. Sejak itu, Kanon Romawi disebut juga sebagai DSA I.

DSA VIII – X merupakan terjemahan dari bagian Appendix (Lampiran) TPE Latin. Di situ diberi nama DSA bagi Misa bersama Anak-anak (PRECES EUCHARISTICAE PRO MISSIS CUM PUERIS).

Karena itu, ada petunjuk yang memberitahu bahwa DSA VIII-X adalah untuk digunakan bersama anak-anak. Ini tidak wajib digunakan, pun bersama anak-anak. Tapi bisa jadi opsi.
Sebenarnya, masing-masing memiliki Prefasi tersendiri.
Karenanya tidak tepat untuk hari-hari dimana ada Prefasi khusus (seperti Pesta, Hari Raya, atau hari-hari lain dengan prefasi khusus hari itu).

Selain itu, TPE Latin juga menyediakan:
DSA Rekonsiliasi I (De Reconciliatione I)
DSA Rekonsiliasi II (De Reconciliatione II)
DSA Persatuan Gereja (Ecclesia in viam unitatis progrediens)
DSA Untuk panggilan dan pelayanan Gereja (Deus Ecclesiam suam in viam salutis conducens)
DSA Untuk perkabaran Injil, Gereja yang ditindas, bangsa dan negara (Iesus via ad Patrem)
DSA Untuk masa-masa sulit dan sakit (Iesus pertransiens benefaciendo)

Juga seperti DSA anak-anak, masing-masing memiliki rubik dan Prefasinya sendiri. Tidak bisa digunakan di semua kesempatan.

Posted in 4. Bagian Doa Syukur Agung | Leave a Comment »

SANCTUS

Posted by liturgiekaristi on March 7, 2011


PENCERAHAN DARI PASTOR BERNARD RAHAWARIN PR

Jelaslah bahwa SANCTUS adalah sbh lagu ordinarium dalam Misa katolik. Ditempatkan setelah prefasi dan sebelum Doa ekaristi (kanon). Dengan demikian menjadi bagian integral dari keseluruhan Doa Syukur Agung.

SANCTUS senantiasa mengikuti karakter umum dari Prefasi, yg adalah sebuah doa pujian dengan kata-kata dari pujian para serafin, yg diperdengarkan dalam Bait Allah Yerusalem oleh nabi Yesaya (Yes 6:3) dalam penglihatan awal tugas ministerialnya.

Terdapat dua bagian dalam lagu SANCTUS. Bagian awal/pertama, yg menunjuk pada Wahyu 4:8 ini, mengungkapkan sebuah ajakan kepada Gereja di dunia agar mempersatukan diri dengan paduan suara surgawi dalam pujian akan Tuhan. Bagan pertama ini dimasukkan dalam liturgi katolik pada akhir abad IV.

Bagian kedua dari SANCTUS, yakni Benedictus, disusun berdasarkan Injil Matesus (21:9) dalam konteks ceritera Yesus memasuki kota Yerusalem dan disambut dengan seruan Hosana Putra Daud. Bagian ini dimasukkan dalam liturgi baru pada abad VII.

PENCERAHAN DARI PASTOR YOHANES SUMIRAN SCJ:

Lebih tepat “Sanctus” adalah pujian (bisa doa atau dilagukan), bagian ini bagian integral dari DSA. Baik sekali kalau bagian ini dilagukan, tetapi tidak digantikan dengan sembarang lagu asal ada kata ‘kudus’nya. Kalau tidak bisa melagukannya sesuai pedoman yang ada, sebaiknya cukup didaraskan dengan khidmat dan agung.

PENCERAHAN DARI BP. AGUS SYAWAL YUDHISTIRA :

Dan ada satu problem yang kerap terjadi, utamanya di Misa perkawinan.

Sering kali dipilih lagu-lagu Ordinarium polifoni, yang memang bagus sekali jika bisa dinyanyikan dengan baik.

Namun yang sering kali tidak disadari adalah bahwa koor menyanyikan “Sanctus” tapi tidak menyanyikan “Benedictus” nya.

Ini dikarenakan dalam partitur asli, satu teks ini dipisah menjadi dua judul: Sanctus (Kudus, kudus, kudus) dan Benedictus (Terberkatilah yang datang..)….

Kedua judul itu sebenarnya membentuk satu teks liturgi, jadi walau terpisah partiturnya harusnya dinyanyikan bersamaan.

Mengapa dipisah? Ada alasannya.

Partitur lagu tersebut dibuat pada masa Misa Tridentin masih merupakan misa normatif Gereja Katolik Latin. Dan lagu-lagu tersebut digubah untuk perayaan Misa Agung (High Mass). Problemnya, tidak seperti sekarang, umat tidak ambil bagian dalam nyanyian koor dan Koor bernyanyi bukan sebagai tanggapan. Yang penting adalah imam mendaraskan/menyanyikan teks tersebut, tanpa perlu menunggu Koor selesai. Karenanya untuk mengisi kekosongan, Sanctus dinyanyikan sedemikian sehingga ketika selesai imam sudah sampai pada saat menghunjukkan Tubuh dan Darah Kristus setelah konsekrasi. Setelah penghunjukan selesai, imam melanjutkan Doa Syukur Agung sementara Koor melanjutkan dengan menyanyikan Benedictus.

Pada Misa sekarang ini, tidak lagi demikian. Imam menyanyikan/mendoakan Ordinarium bersama-sama umat. Karena itu, jika menggunakan repertoire lama, Sanctus selayaknya dilanjutkan langsung oleh Benedictus.

“Benedictus” adalah bagian dari seluruh seruan Kudus dalam TPE:

Kudus (Sanctus), kudus, kuduslah Tuhan Allah segala kuasa. Surga dan bumi penuh kemuliaanMu. Terpujilah Engkau di surga.

Terberkatilah (Benedictus) yang datang dalam …nama Tuhan. Terpujilah Engkau di surga.

Ini adalah satu seruan, satu doa, satu nyanyian.

Posted in 4. Bagian Doa Syukur Agung | Leave a Comment »