Seputar Liturgi Ekaristi Gereja Katolik

Seputar Liturgi Ekaristi Gereja Katolik

  • Majalah Liturgi KWI

  • Kalender Liturgi

  • Music Liturgi

  • Visitor

    free counters

    widget

    Please do not change this code for a perfect fonctionality of your counter
    widget

    Free Hit Counters

    widget

    Please do not change this code for a perfect fonctionality of your counter
    widget

    free statistics

    widget

    Please do not change this code for a perfect fonctionality of your counter
    widget

    hit counters



    widget flash

    widget

    Please do not change this code for a perfect fonctionality of your counter
    widget

    web page counter

  • Subscribe

  • Blog Stats

    • 1,255,498 hits
  • Kitab Hukum Kanonik, Katekismus Gereja Katolik, Kitab Suci, Alkitab, Pengantar Kitab Suci, Pendalaman Alkitab, Katekismus, Jadwal Misa, Kanon Alkitab, Deuterokanonika, Alkitab Online, Kitab Suci Katolik, Agamakatolik, Gereja Katolik, Ekaristi, Pantang, Puasa, Devosi, Doa, Novena, Tuhan, Roh Kudus, Yesus, Yesus Kristus, Bunda Maria, Paus, Bapa Suci, Vatikan, Katolik, Ibadah, Audio Kitab Suci, Perjanjian Baru, Perjanjian Lama, Tempat Bersejarah, Peta Kitabsuci, Peta Alkitab, Puji, Syukur, Protestan, Dokumen, Omk, Orang Muda Katolik, Mudika, Kki, Iman, Santo, Santa, Santo Dan Santa, Jadwal Misa, Jadwal Misa Regio Sumatera, Jadwal Misa Regio Jawa, Jadwal Misa Regio Ntt, Jadwal Misa Regio Nusa Tenggara Timur, Jadwal Misa Regio Kalimantan, Jadwal Misa Regio Sulawesi, Jadwal Misa Regio Papua, Jadwal Misa Keuskupan, Jadwal Misa Keuskupan Agung, Jadwal Misa Keuskupan Surfagan, Kaj, Kas, Romo, Uskup, Rosario, Pengalaman Iman, Biarawan, Biarawati, Hari, Minggu Palma, Paskah, Adven, Rabu Abu, Pentekosta, Sabtu Suci, Kamis Putih, Kudus, Malaikat, Natal, Mukjizat, Novena, Hati, Kudus, Api Penyucian, Api, Penyucian, Purgatory, Aplogetik, Apologetik Bunda Maria, Aplogetik Kitab Suci, Aplogetik Api Penyucian, Sakramen, Sakramen Krisma, Sakramen Baptis, Sakramen Perkawinan, Sakramen Imamat, Sakramen Ekaristi, Sakramen Perminyakan, Sakramen Tobat, Liturgy, Kalender Liturgi, Calendar Liturgi, Tpe 2005, Tpe, Tata Perayaan Ekaristi, Dosa, Dosa Ringan, Dosa Berat, Silsilah Yesus, Pengenalan Akan Allah, Allah Tritunggal, Trinitas, Satu, Kudus, Katolik, Apostolik, Artai Kata Liturgi, Tata Kata Liturgi, Busana Liturgi, Piranti Liturgi, Bunga Liturgi, Kristiani, Katekese, Katekese Umat, Katekese Lingkungan, Bina Iman Anak, Bina Iman Remaja, Kwi, Iman, Pengharapan, Kasih, Musik Liturgi, Doktrin, Dogma, Katholik, Ortodoks, Catholic, Christian, Christ, Jesus, Mary, Church, Eucharist, Evangelisasi, Allah, Bapa, Putra, Roh Kudus, Injil, Surga, Tuhan, Yubileum, Misa, Martir, Agama, Roma, Beata, Beato, Sacrament, Music Liturgy, Liturgy, Apology, Liturgical Calendar, Liturgical, Pope, Hierarki, Dasar Iman Katolik, Credo, Syahadat, Syahadat Para Rasul, Syahadat Nicea Konstantinople, Konsili Vatikan II, Konsili Ekumenis, Ensiklik, Esniklik Pope, Latter Pope, Orangkudus, Sadar Lirutgi

Archive for the ‘n. ADVEN – NATAL’ Category

BERBAGAI RUMUS MISA HARI RAYA NATAL

Posted by liturgiekaristi on December 8, 2014


BERBAGAI RUMUS MISA HARI RAYA NATAL

Misa Malam : Misa ini menekankan kejadian historis kelahiran Yesus Kristus di Betlehem (Yes. 9:1-6; Mzm. 96:1-2a,2b-3,11-12,13; Tit. 2:11-14; Luk. 2:1-14.). Putra Allah secara konkret dilahirkan dalam rupa manusia oleh Santa Perawan Maria di Betlehem. Pada Misa Malam kita sudah merayakan HARI RAYA NATAL (hari H, — bukan H-1 lagi, sebagai contoh jika H-1: malam minggu —> H-1 malam sebelum hari Minggu) Umumnya di Indonesia misa ini sudah mulai diadakan sejak petang sekitar jam 17.00 karena banyaknya umat yang ambil bagian dalam misa tersebut.

Misa Fajar menggarisbawahi warta malaikat kepada para gembala yang membawa para gembala menjumpai kanak-kanak Yesus di palungan (Yes. 62:11-12; Mzm. 97:1,6,11-12; Tit. 3:4-7; Luk. 2:15-20.).

Misa Siang menonjolkan misteri Sang Sabda menjadi manusia dan tinggal di antara kita (Yes. 52:7-10; Mzm. 98:1,2-3ab,3cd-4,5-6; Ibr. 1:1-16; Yoh. 1:1-18).

Selain tiga rumus Misa Hari Raya Natal di atas,
juga ada Misa Vigili Natal, di mana bacaan-bacaan pada Misa Vigili Natal (Yes. 62:1-5; Mzm. 89:4-5,16-17,27,29; Kis. 13:16-17,22-25; Mat. 1:1-25) mengisahkan silsilah Yesus menurut Injil Matius. Beberapa lagu-lagu Adven cocok untuk misa ini. Dimulai sejak Misa Vigili Natal ini dalam syahadat pada kata-kata “Ia dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria, dan menjadi manusia./ Et incarnátus est de Spíritu Sancto Ex María Vírgine, et homo factus est.” diucapkan/dinyanyikan sambil berlutut. (di Indonesia Misa Vigili Natal jarang dirayakan, pada petang hari di Indonesia umumnya sudah menggunakan rumus Misa Malam).

Posted in n. ADVEN - NATAL | Leave a Comment »

WARNA LITURGI MERAH MUDA (ROSE/PINK) PADA MINGGU ADVEN KETIGA DAN MINGGU PRAPASKAH KEEMPAT

Posted by liturgiekaristi on December 8, 2014


PENCERAHAN:
WARNA LITURGI MERAH MUDA (ROSE/PINK) PADA MINGGU ADVEN KETIGA DAN MINGGU PRAPASKAH KEEMPAT

Gereja Katolik menggunakan warna liturgi merah muda (pink/rose) pada kasula imam, maksudnya untuk menandai bahwa saat hari Minggu itu kita telah berada di pertengahan masa Adven. Selain digunakan pada Hari Minggu Adven III, warna pink/rose ini juga dipakai pada Hari Minggu Prapaskah IV. Namun jika di paroki/STASI tidak ada kasula imam warna merah muda (pink/rose) tersebut, warna liturgi ungu tetap dapat digunakan. Warna liturgi ini hanya digunakan pada Hari Minggu Adven III dan Hari Minggu Prapaskah IV saja. Sementara pada hari-hari biasa pekan III Adven maupun hari-hari biasa pekan IV Prapaskah tetap menggunakan warna liturgi Ungu.

Pada Minggu Adven ketiga ini juga disebut Minggu Gaudete, yaitu minggu yang memiliki suasana kegembiraan dan sukacita. Nama “sukacita” ini diambil dari antifon pembuka pada Minggu Adven Ketiga: “Gaudete in Domino semper: iterum dico, gaudete: modestia vestra nota sit omnibus hominibus: Dominus prope est. Nihil solliciti sitis: sed in omni oratione petitiones vestræ innotescant apud Deum.” Dalam bahasa Indonesia: “Bersukacitalah selalu dalam Tuhan. Sekali lagi kukatakan bersukacitalah! Sebab Tuhan sudah dekat.” yang diambil dari Filipi 4:4-5. Pada gereja-gereja atau kapel yang memiliki lilin warna merah muda (rose/pink) pada Minggu Adven III ini juga ditandai dengan penyalaan lilin warna merah muda (rose/pink).

Semoga informasi bermanfaat secara khusus untuk seksi/tim kerja liturgi paroki/stasi maupun koster di mana gereja-gereja yang tersedia korona lilin adven, 3 lilin ungu, 1 lilin merah muda, lilin merah muda dinyalakan mulai Minggu Ketiga bukan pada Minggu Adven I, atau II. Lilin warna merah muda terus menyala menyertai korona/lingkaran Adven hingga Minggu Adven IV di mana lilin keempat (warna ungu) dinyalakan dan terus berlanjut sampai tanggal 24 Desember pagi.
#rich

10850058_10152966270748793_3911912173310947402_n

13997_10152966270968793_7380750372396749320_n

10393737_10152966270793793_21586726741779518_n

Posted in 1. Sebelum Pekan Suci, n. ADVEN - NATAL | Leave a Comment »

MAKNA MINGGU ADVEN KE 1 S/D ADVEN KE 4 MENJELANG NATAL

Posted by liturgiekaristi on December 3, 2014


Masa Adven merupakan masa bagi umat beriman untuk mempersiapkan Natal. Kata “Adven” sendiri berasal dari bahasa kata Latin “Adventus” yang berarti kedatangan. Pada intinya, masa Adven menantikan kedatangan Tuhan. Pada Minggu Pertama dan kedua, masa Adven lebih diarahkan pada penantian kedatangan Tuhan yang kedua, yakni kedatangan Tuhan pada akhir zaman. Sedangkan pada Minggu ketiga dan keempat, lebih khusus lagi mulai tanggal 17 Desember, fokus masa Adven lebih diarahkan pada kedatangan Tuhan yang pertama, yang puncaknya dirayakan pada Hari Raya Natal.

Lilin Adven yang berjumlah empat melambangkan empat minggu lamanya kita mempersiapkan diri menyambut kedatangan Kristus pada hari Natal. Setiap minggu, satu lilin akan dinyalakan hingga keempatnya menyala bersamaan pada minggu keempat. Penyalaan lilin melambangkan perpindahan kita dari kegelapan dunia menuju terang dunia. Satu persatu lilin yang menyala setiap minggu, melambangkan cahaya sejati yang semakin hari semakin terang, dan juga lambang kedatangan Kristus, Cahaya Sejati, yang semakin dekat.

Keempat lilin itu terdiri dari 3 lilin warna ungu dan 1 lilin warna merah muda. Lilin ungu melambangkan tobat, keprihatinan, matiraga atau berkabung, persiapan dan kurban. Sedang lilin merah muda yang biasanya dinyalakan pada Minggu Adven ketiga, melambangkan Minggu Gaudete–melambangkan Sukacita, pertanda persiapan kita pada saat itu telah mendekati akhir.

St. Karolus Borromeus menerangkan, “Gereja selalu merayakan masa ini secara khusus. Maka, kita juga harus ikut senantiasa merayakannya dengan khidmat, memberikan pujian dan syukur kepada Bapa yang kekal karena belas kasih yang ditunjukkan dalam misteri kedatangan Putra Tunggal-Nya.”

Posted in n. ADVEN - NATAL | Leave a Comment »

MISA MALAM NATAL 24 DESEMBER 2013 DI VATICAN

Posted by liturgiekaristi on March 1, 2014


PERHATIKAN TATA GERAK PADA SAAT DOA SYAHADAT
“YANG DIKANDUNG DARI ROH KUDUS DILAHIRKAN OLEH PERAWAN MARIA”

PAUS, IMAM DAN UMAT SEMUA BERLUTUT

Lihat pada menit ke 53, bagaimanakah tata gerak umat paroki di Indonesia?

MISA MALAM NATAL DI VATICAN 24 DESEMBER 2013

Posted in n. ADVEN - NATAL | Leave a Comment »

Sejarah PALUNGAN NATAL

Posted by liturgiekaristi on January 10, 2014


Sejarah PALUNGAN NATAL

Sore ini mari kita berbagi tentang sejarah Palungan Natal yang biasanya akan kita jumpai di setiap gereja Katolik pada saat perayaan Natal. Apa makna yang hendak disampaikan sebenarnya disana? Bagaimana juga kebiasaan di gereja anda? Apakah selalu ada palungan natal? Atau hanya pohon Natal saja?

Kebiasaan menghiasi ruang altar atau kapel dengan palungan natal diinspirasikan oleh teks Injil Lukas 2:7 : “Dan Ia (Maria) melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya di dalam palungan, karena tidak ada tempat mereka di rumah penginapan”
Palungan natal disebut presepio dalam Bahasa Latin, untuk pertama kalinya dipakai pada abad VII di gereja St. Maria Magiore di Roma. Ada tradisi yang mengatakan bahwa reliqui buaian dan palungan Yesus pada waktu Yesus lahir dibawa dan disimpan di gereja ini. Dari situlah berkembang kebiasaan meletakkan palungan di sisi altar atau di kapel yang secara khusus menyimpan palungan. Di abad-abad berikutnya, palungan natak dihiasi dengan lampu-lampu dan bunga bahkan menjadi obyek seni yang tinggi dan indah.
Di katakombe St. Pricilia ditemukan lukisan palungan natal, yang terdiri dari figure seorang Ibu dan anak, ketiga orang majus, Santo Yosef dan juga Nabi Yesaya, dihiasi dengan bintang. Lukisan yang sama terdapat di gereja St. Sebastian : ada gambar palungan bersama lembu dan keledai, tetapi Maria dan Yosef tidak kelihatan.
Santo Fransiskus Asisi yang dalam semangat pertobatannya mengagumi kerendahan hati allah yang Mahatinggi yang menjadi manusia. Dia ingin sekali mengalami kembali situasi kemiskinan yang dialami oleh Yesus. Maka pada tahun 1223 di desa Greccio dekat Asisi, Fransiskus membuat palungan dan mengisinya dengan rumput, mengikat sapi dan meletakkan hewan-hewan di sekitarnya, lalu pada malam natal bersama dengan penduduk sekampung, mereka merayakan kelahiran Tuhan dengan sukacita. Perayaan seperti ini menjadi kebiasaan yang dilakukan di gereja-gereja dimana ada komunitas Fransiskan.
Hal itu telah menjadi sumbangan besar bagi perkembangan perayaan liturgi natal gereja. Konsili Trente (1545-1563) menganjurkan devosi-devosi terhadap reliqui dan juga palungan natal sebagai devosi popular. Serikat Jesuit sebagai ordo religious yang baru pada masa itu mengambil alih tradisi sederhana gaya fransiskan ini dan mengembangkannya menjadi sarana untuk pembaharuan pendidikan iman kristiani dan evangelisasi di daerah-daerah misi.

Sumber : Bernard Niali Telaumbanua OFMCap

Majalah Liturgi Vol.24 – no.4, Oktober-Desember 2013

Posted in n. ADVEN - NATAL | Leave a Comment »

SEJARAH POHON NATAL

Posted by liturgiekaristi on January 10, 2014


Sejarah POHON NATAL

Setelah kemarin kita belajar tentang sejarah palungan, tak lengkap jika kita tidak mengetahui sejarah pohon Natal yang saat ini tentu sudah bisa kita nikmati dimana-mana.

Dalam tradisi gereja di daerah Milano,pohon natal sudah mulai dipakai sejak zaman Santo Ambrosius, Albis (di Italia), Abies Alba (Eropa tengah), Pohon artifisial (dunia modern) ditambah dengan hiasan lampu, music natal dan kado. Dasar yang diambil dari kitab Amsal , “Ia menjadii pohon kehidupan bagi orang yang memegangnya, siapa yang berpegang padanya akan disebut berbahagia.” Ams 3:18.
Penggunaan pohon natal berkembang di Jerman pada abad XVI. Ingerborg Weber-Kellermann, seorang professor di bidang etnologi menemukan catatan penggunaan pohon natal dalam buku kronik di Brema, dalam tahun 1570. Kota Riga adalah sebuah kota yang pernah diumumkan sebagai tempat pohon natal pertama pada tahun 1510. Seorang teolog luteran, Oscar Cullmann, memberi penjelasan bahwa pohon natal adalah simbol pembaharuan kehidupan, tetapi dari aslinya adalah pohon yang diangkat, yang dihiasi dengan buah-buah dan berbagai symbol kristiani yang diletakkan di depan katedral-katedral. Di kemudian hari pohon-pohon berbuah digantikan dengan pohon-pohon berwarna hijau sebagai ungkapan syukur dan terima kasih kepada Yesus. Sedangkan penggunaan lilin untuk hiasan ranting-ranting sudah mulai ada pada abad XVIII. Berabad-abad penggunaan pohon natal menjadi kekhasan daerah Reno,yang adalah kaum protestan,walaupun sekarang sudah diterima secara umum oleh orang Kristen. Sedangkan Katolik Roma melihat Pohon Natal dalam kaitannya dengan Palungan Natal.

Kebiasaan memasang pohon natal sebagai dekorasi dimulai dari daerah Jerman pada abad ke -16 dari kalangan gereja luteran. Pohon natal umumnya dibuat dari pohon cemara atau yang serupa. Sedangkan kebiasaan memasang pohon natal sebagai dekorasi rumah dimulai pada tahun 1830-an.
Karena fungsinya sebagai dekorasi, maka pohon natal bukanlah suatu keharusan di gereja maupun di rumah. Ia juga merupakan symbol agar kehidupan rohani kita selalu bertumbuh dan menjadi saksi yang indah bagi orang lain “evergreen”. Pohon Natal (cemara) ini juga melambangkan “hidup kekal” sebab pada umumnya di musim salju hampir semua pohon rontok daunnya, kecuali pohon cemara selalu hijau daunnya.
Pemasangan pohon natal sampai sekarang masih meninggalkan kontroversi di kalangan umat Kristen, karena hal itu dianggap kebiasaan kafir menyembah dewa-dewi. Misalnya bangsa Romawi menghormati dewa Mithras, dewa matahari asal Iran dan kemudian disembah di Roma. Mereka merayakannya pada 25 Desember, sebagai hari kelahirannya dengan menggunakan pohon cemara dan menghiasinya dengan hiasan-hiasan kecil dan topeng ; Osiris, dewa matahari orang Mesir, dilahirkan pada anggal 27 Desember; dewa matahari Horus dan Apollo lahir pada tanggal 29 Desember. Karena latar belakang kultus kafir ini, maka ada aliran-aliran tertentu yang mengharamkan tradisi pohon Natal, sebab mereka menganggap ini sebagai pemujaan terhadap dewa matahari.
Masyarakat AS mengikuti jejak Inggris menggunakan pohon cemara pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20, kemudian berkembang dan merambah ke berbagai Negara. Berkembangnya industri menciptakan industri yang khusus menghasilkan berbagai hiasan. Yang perlu disadari adalah bahwa penggunaan pohon cemara sebagai pohon Natal sebenarnya adalah tradisi Eropa. Sedangkan ekspresi suka cita dilambangkan dengan berbagai dekorasi yang berbeda. Di Indonesia dan Pilipina misalnya menjadi Negara yang sangat dipengaruhi tradisi Eropa ini, sedangkan di Afrika Selatan keberadaan pohon Natal bukanlah sesuatu yang umum. Di India,lebih memilih membuat pohon Natal dari pohon Mangga atau pohon pisang.

Sumber : Bernard Niali Telaumbanua OFMCap

Majalah Liturgi Vol.24 – no.4, Oktober-Desember 2013

Posted in n. ADVEN - NATAL | Leave a Comment »

Kotbah Paus Fransiscus pada Malam Natal 24 Desember 2013

Posted by liturgiekaristi on January 10, 2014


1. “Bangsa yang berjalan dalam kegelapan telah melihat terang yang besar.” (Yes 9:1)

Nubuatan Yesasa ini tidak pernah berhenti menggerakkan kita, terutama ketika kita mendengarnya dalam liturgi Malam Natal. Dan, bukan hanya suatu fakta emosional dan sensasional, nubuatan itu menggerakkan kita karena hal itu mengungkapkan realitas terdalam kita yang sesungguhnya: kita adalah bangsa yang sedang berjalan, dan di sekitar kita – juga di dalam diri kita – ada kegelapan dan terang. Dan di malam ini, ketika roh kegelapan menyelubungi dunia, diperbaharui peristiwa yang mengagumkan dan mengejutkan kita: bangsa yang berjalan itu melihat terang yang besar. Sebuah cahaya yang membuat kita merenungkan dua hal ini: misteri berjalan dan misteri melihat.

Berjalan. Kata kerja ini membuat kita berpikir akan perjalanan sejarah, yakni perjalanan panjang, dan yang adalah sejarah keselamatan, mulaid ari Abaraham, bapa iman kita, yang Tuhan panggil pada suatu hari untuk berangkat, keluar dari negerinya dan pergi menuju tanah yang Tuhan akan tunjukkan kepadanya. Dari padanya, identitas kita orang beriman adalah bangsa peziarah menuju tanah terjanji. Sejarah ini senantiasa didampingi Tuhan. Tuhan selalu setia pada janji-janjiNya. “Tuhan adalah cahaya, dan di dalam dia tidak ada kegelapan sedikitpun,” (1 Yoh 1,5), tapi sebaliknya dari pihak kita silih terjadi berganti peristiwa-peristiwa terang dan gelap, setia dan tidak setia, taat dan pemberontakan: peritiwa-peritiwa dari orang-orang peziarah dan pemondar-mandir. (bhs manadonya, orang-orang kasana-kamari)

Juga dalam sejarah pribadi, silh berganti terjadi peristiwa terang dan gelap, cahaya dan bayang-bayang. Jika kita mncintai Allah dan sesame, kita berjalan dalam terang, tetapi jika hati kita tertutup, jika dipenuhi dengan kesombongan, kebohongan, mencari kepentingan diri sendiri, maka turunlah kegelapan dalam dan di sekitar diri kita. “Barangsiapa membenci saudaranya – tulis Santo Yohanes – berada dalam kegelapan, berjalan dalam kegelapan dantidak tahu mau ke mana, karena kegelapan telah membutakan matanya.” (1 Yoh 2:11)

2. Di malam natal ini, seperti seberkar cahaya yang terang benderang, bergemalah pemakluman sang rasul, “Kasih karunia Allah yang menyelamatkan manusia sudah nyata.” (Tit 2:11). Rahmat yang nyata dalam dunia adalah Yesus, lahir dari perawan Maria, sungguh Allah sungguh manusia. Dia dalam ke dalam sejarah kita, mengambil bagian dalam perjalanan kita. Dia sudah dating untuk membebaskan kita dari kegelapan dan memberikan kepada kita terang. Dalam Dia nyatalah rahmat, belas kasih, kelembutan Bapa: Yesus adalah Cinta yang menjadi manusia. Dia, bukan hanya seorang guru kebijaksanaan, bukan seorang idealis yang kita pikirkan dan yang jauh dari apa yang bisa diharapkan; Dia adalah arti kehidupan dan arti sejarah yang telah menempatkan ‘kemah’Nya di antara kita.

3. Para gembala adalah orang-orang yang pertama melihat ‘kemah’ itu, menerima pemberitaan tentang kelahiran Yesus. Mereka adalah orang-orang pertama karena mereka ada di antara orang-orang yang terakhir, di antara mereka yang disingkirkan. Mereka adalah orang-orang yang pertama karena mereka terjaga di tangah malam seraya menjadi penjaga bagi kawanan ternak mereka. Bersama mereka kita berhenti di depan Bayi itu, kita berhenti dalam keheningan. Bersama mereka kita bersyukur kepada Tuhan karena telah diberikan Yesus, dan bersama mereka kita biarkan naik dari kedalaman hati kita pujian akan kesetiaanNya, ‘Kami memuji, Engkau Allah Maha Tinggi, karena Engaku telah merendahkan diriMu bagi kami. Engkau Allah yang maha besar, dan Kau telah menjadi kecil: Kau kaya, dan telah menjadi miskin, Kau Maha Kuasa, dan Engaku telah menjadi lemah.

4. Di Malam ini, mari kita berbagi kegembiraan Injil: Allah mencintai kita, Ia sangat mencintai kita sampai Ia telah memberikan PutraNya sebagai saudara, sebagai cahaya di tengah kegelapan kita. Tuhan, mengulangi lagi, “Jangan kamu takut.” (Luk 2:10). Dan, aku juga mengulangi bagimu, Jangan kamu takut! Allah kita adalah sabar, mencintai kita, memberikan Yesus kepada kita untuk membimbing kita dalam perjalanan menuju tanha terjanji. Dia (Yesus) adalah Cahaya yang menghalau kegelapan, Dia adalah damai kita. Amin.

Posted in n. ADVEN - NATAL | Leave a Comment »

VIDEO MISA MALAM NATAL 2013 DI VATICAN

Posted by liturgiekaristi on January 10, 2014


Video ini https://www.youtube.com/watch?v=IoH_hK-ynXU memperlihatkan secara lengkap dari Vatican Perayaan Ekaristi pada malam Natal 24 Desember 2013 yang dipimpin oleh Paus Fransiscus. Upacara berlangsung selama 2 jam.

Secara specific, perhatikan :

1. Nyanyian Maklumat – dinyanyikan 5 menit sebelum perarakan Paus masuk ke dalam gereja
2. Penempatan Kanak-Kanak Yesus (pada menit ke 17) sesaat setelah KYRIE ELEISON selesai dinyanyikan
3. Tata gerak pada saat DOA AKU PERCAYA (menit ke 53)
Yaitu : Paus berlutut SELAMA SATU MENIT pada saat ucapan YANG DIKANDUNG DARI ROH KUDUS, DILAHIRKAN OLEH PERAWAN MARIA

MISA MALAM NATAL 24 DESEMBER 2013 DI VATICAN

Posted in n. ADVEN - NATAL | Leave a Comment »

Ibadat Menjelang Natal – 2013 dst

Posted by liturgiekaristi on December 12, 2013


Para pastor dan fans page Seputar Liturgi yang terkasih,

Selamat pagi. Apa kabar semuanya? Menyambut Natal 2013, Page Seputar Liturgi mempersembahkan teks Ibadat menyambut Natal dengan ‘Antiphone O’, dari tanggal 17 – 23 Desember, hasil dari page ini juga, terutama tahun lalu sudah diberi penjelasan/pencerahan dari P. Hendrik Christianus, dan yang diramu dari beberapa sumber lainnya. Rangkaian tata ibadat, sangat inspiratif dan applicable.

Teks ini, tahun lalu, sudah digunakan di Paroki dan di beberapa komunitas di Keuskupan Pangkalpinang. Artikel ini .. GRATIS untuk para fans…silahkan di download.. tapi dengan syarat diperbanyak untuk digunakan…hehehehe….

Ibadat Menjelang Natal-fix

Posted in n. ADVEN - NATAL | Leave a Comment »

SIKAP BATIN SEPERTI APA YANG HARUS SAYA BANGUN SELAMA MASA ADVENT INI, DAN BAGAIMANA MEMAHAMI ADVENT SEBAGAI BAGIAN DARI HIDUP IMAN SAYA?

Posted by liturgiekaristi on December 10, 2013


BERTUMBUH DALAM IMAN:

SIKAP BATIN SEPERTI APA YANG HARUS SAYA BANGUN SELAMA MASA ADVENT INI, DAN BAGAIMANA MEMAHAMI ADVENT SEBAGAI BAGIAN DARI HIDUP IMAN SAYA?

Adven adalah masa “peringatan” – maksudnya kita diingatkan akan kedatangan ‘sesuatu’ atau “seseorang Pribadi yang khusus” yang kita sebut “Emanuel”, Sabda yang menjadi Manusia. Advent selalu berada di bulan terakhir dalam tahun; jadi merupakan saat yang tepat juga untuk melihat kembali kehidupan iman kita setelah sepanjang tahun: Adakah kemajuan dan perkembangan yang significant atau cukup berarti dalam hidup imanku sepanjang tahun ini? Atau hidup rohaniku sama saja seperti tahun kemarin dan tak ada kemajuan, malah semakin mundur dan jauh dari kehidupan Gereja???

Advent juga berarti masa “persiapan”, dan waktunya sangat mendesak. Inilah saatnya Bunda Gereja kembali bertanya kepada kita setiap pribadi: “apa yang bisa engkau lakukan untuk membuat dirimu siap dan pantas secara rohani, spiritual dan bahkan secara fisik untuk menyambut kedatangan Tuhan?”

Kita tahu dan percaya bahwa Yesus akan datang pada saat akhir zaman dengan segala kemuliaanNya. Tetapi “kedatanganNya” juga bisa terjadi dalam bentuk lebih personal-individual dalam peristiwa yang kita sebut kematian; dan itu berarti bisa kapan saja, bukan? Masa Adven ini juga mendorong kita untuk membuat persiapan yang diperlukan sehingga kita secara pribadi mampu bersukacita, bersyukur, dan dijadikan pantas dan layak untuk menerima segala anugerah rahmat yang datang bersamaan dengan kenangan akan Sabda yang menjadi Manusia.

Perayaan2 Ekaristi yang kita ikuti tiap hari, atau tiap minggu, sampai saat natal selalu menukik pada inti terdalam misteri Penjelmaan Allah yang menjadi manusia untuk keselamatan kita. Jadi itulah focusnya. Seluruh refleksi dan permenungan kita sebaiknya terarah pada thema Inkarnasi tersebut untuk membangun sikap syukur dan terimakasih atas rencana Kasih Allah yang agung dan mulia; dan sedapat mungkin mengupayakan diri kita secara fisik dan rohani terlibat dalam karya keselamatan Tuhan dengan pelbagai cara, misalnya:

– Ambil bagian dalam tugas2 perayaan di gereja. Atau jika sudah biasa terlibat, mengupayakan untuk mempersembahkan pelayanan yang terbaik demi membantu umat menemukan imannya lewat perayaan2 Ekaristi.

– Mendekati, mengajak, mengingatkan, dan menemani saudara-i kita yang lupa akan imannya untuk kembali ke pangkuan gereja. (Banyak anak2 Tuhan yang hilang, yang secara pribadi punya niat ingin kembali ke gereja pada saat natal, tetapi secara pribadi ragu, takut, dan merasa asing karena sendirian dan tidak merasa kenal dengan orang2 di gereja. Mereka butuh teman)

– Mencoba lebih peduli pada orang2 yang membutuhkan di sekitar kita. Mempersiapkan diri (bersama keluarga)selama masa Advent ini, untuk menyisihkan sedikit dari rejeki kita untuk nanti dipersembahkan kepada orang2 yang kekurangan; ini sudah merupakan bentuk konkret kita meniru teladan Dia yang menyisihkan KemuliaanNya dan menjadi manusia lemah.

– Mencoba menunda, mengurangi, atau mengatakan “Tidak” untuk pesta2, perayaan2 yang tidak relevan dan bisa mengaburkan permenungan kita akan karya Agung kasih Allah pada masa natal-setidaknya sampai minggu terakhir Advent. Termasuk di dalamnya upaya untuk mengurangi kecenderungan konsumtif, hura2, dan kecenderungan hanya mau peduli akan diri sendiri.

– Mengupayakan lebih sering menyisihkan waktu untuk doa2 pribadi, dan hening bersama Allah untuk menimba kekuatan rohani.

– Menggunakan masa Advent ini sebagai kesempatan untuk membersihkan diri, memperbaharui diri, juga lewat pengakuan dosa, meminta absolusi dan penintensi yang berguna bagi hidup rohani kita melalui tangan Imam.

– Silahkan membuat rencana dan program2 rohani lainnya yang membangun iman sebagai bentuk persiapan dan keterlibatan kita pada masa natal yang sudah dekat.

Salam hangat, P. Christianus Hendrik SCJ, SOuth Dakota-USA

Posted in n. ADVEN - NATAL, r. BERTUMBUH DALAM IMAN (BY P. CHRISTIANUS HENDRIK SCJ)) | Leave a Comment »

LANGKAH2 PERMENUNGAN SEPANJANG MASA ADVENT MENGIKUTI KEEMPAT RANGKAIAN LILIN ADVENT

Posted by liturgiekaristi on December 10, 2013


BERTUMBUH DALAM IMAN:

LANGKAH2 PERMENUNGAN SEPANJANG MASA ADVENT MENGIKUTI KEEMPAT RANGKAIAN LILIN ADVENT

Tanda paling kuat yang menampakkan bahwa saat ini merupakan masa Advent adalah Lingkaran Lilin Advent di gereja2 dengan nuansa warna ungu. (semoga di rumah2 umat beriman juga secara sederhana mengadopsi rangkaian lilin Advent ini sebagai simbol membawa “spirit”-semangat Advent, juga di rumah dan keluarga mereka).

Dalam tradisi Katolik, sudah sejak bertahun2 lamanya berkembang praktek2 populer menghayati suasana Advent dengan renungan2 seputar bacaan Kitab suci masa Advent dan berdoa di sekitar lingkaran lilin Advent. Singkatnya, setiap lilin sebenarnya memiliki “nama2 simbolis” yang menandakan pergerakan hati kita mengikuti minggu demi minggu sampai saat natal.

Lilin pertama yang kita nyalakan minggu lalu disebut “Lilin Nabi” (Prophet’s candle) yang melambangkan HARAPAN. “Nabi” yang dimaksud merujuk pada Nabi Yesaya yang banyak meramalkan tentang kedatangan sang Mesias. Bacaan2 masa ini juga banyak dari kitab Yesaya…

Minggu ini, kita menyalakan lilin kedua, yang disebut “Lilin Betlehem” yang melambangkan IMAN yang dipersiapkan untuk menyambut kedatangan sang Juruselamat. Semoga iman kita yang dingin dan beku dihangatkan kembali dan semakin memantas diri untuk layak menyambut sang Juru selamat.

Minggu depan kita akan menyalakan lilin ketiga: “Lilin Gembala” yang melambangkan SUKACITA yang dikabarkan oleh para malaikat kepada para gembala. Semoga kita mengadopsi semangat rendah hati dan tulus seperti para gembala; setidaknya untuk sejenak menjauhkan diri kita kesibukan, orientasi berbasis ekonomi dan keuntungan, dsb; dan membangun sikap ugahari dan hening seperti para gembala yang hidupnya ‘terpisah’ jauh dari kegaduhan dan gemerlap suasana pasar dan kota, masuk dalam keheningan padang rumput. Membangun semangat sukacita yang tidak berdasar pada uang, materi, dan keuntungan material; cukup sejenak membangun rasa syukur dan sukacita atas hidup apa adanya.

Minggu selanjutnya kita akan menyalakan lilin keempat: “Lilin Malaikat” yang melambangkan DAMAI dan CINTA (yang menjadi alasan utama mengapa Yesus akan datang ke dunia-untuk membawa damai dan cinta kepada manusia). Semoga hati kita terbuka hari2 ini akan kabar sukacita dari para malaikat dan berdoa agar para malaikat di surga juga menyampaikan kabar sukacita bagi kita…. Selamat mengadakan permenungan akan lilin Advent langkah demi langkah, dan semoga kita semua semakin mantab mempersiapkan diri menyongsong Natal- kelahiran sang Juru selamat.

Salam hangat, P. Christianus Hendrik SCJ, South Dakota-USA

Posted in n. ADVEN - NATAL, r. BERTUMBUH DALAM IMAN (BY P. CHRISTIANUS HENDRIK SCJ)) | Leave a Comment »

MAKNA LILIN UMAT PADA UPACARA MALAM NATAL

Posted by liturgiekaristi on November 14, 2013


Pertanyaan seorang umat:

MENYALAKAN LILIN-LILIN pada Malam Natal

Mengapa pada malam Natal sekarang sering dijumpai ada bagian dimana Lampu dimatikan, lalu umat disediakan lilin (kadang jg membeli) seperti malam Paskah dan pada saat perarakan lilin2 ini dinyalakan. Apa ini sesuai dengan liturgi?

Pencerahan dari PASTOR CHRISTIANUS HENDRIK SCJ

Saya kira itu salah satu contoh bentuk penghayatan liturgi yang “kebablasan” dalam prakteknya.

Terlalu mudah memang mengindentikkan Natal-kedatangan Juruselamat dengan ‘terang baru’ yang mau diekspresikan dengan situasi pertentangan gelap-terang, lilin dan cahaya gemerlap sebagai tanda kehadiran sang “Terang baru”.

Yang saya maksud “Kebablasan” adalah kalau sampai umat dipaksa harus membeli lilin dan dianggap sebagai kewajiban untuk merayakan natal dengan cahaya lilin. Ini tidak sesuai dengan spirit natal yang lebih melambangkan inkarnasi Allah yang menjadi manusia dalam segala kesederhanaannya.

Cahaya terang lilin sudah menjadi simbol utama dalam upacara perayaan Paskah dengan adanya upacara cahaya dan Lilin Paskah. DI situ lilin memainkan peran simbolis yang sangat kuat; hal mana sangat berbeda tekanannya yang mau diungkapkan dalam perayaan natal. Jadi penggunaan lilin dengan maksud pengertian yang sama malah justru mengaburkan atau bahkan mengacaukan makna Paskah.

Upaya untuk mengekspresikan “Terang baru” dalam misa natal tidak harus ditampilkan dengan penggunaan lilin. Cukup dengan mematikan dan menyalakan lampu ruangan gereja, jika memang diperlukan sebagai improvisasi perarakan bayi Yesus pada awal misa malam natal. Jadi hanya pada pembukaan saja sebelum misa dimulai, pada saat perarakan.

Saya beberapa kali membuat improvisasi seperti itu pada awal perarakan misa malam natal. Tahun lalu saya minta beberapa umat perwakilan berpakaian tradisional Native American (Indian), petani, peternak, yang umum di daerah pelayanan saya. Mereka mewakili “bangsa2” untuk “dipersembahkan” bersama kanak2 Yesus ketika memasuki gereja. Saat itu selama perarakan saya minta beberapa lampu utama dimatikan supaya menimbulkan kesan remang2, nuansa tradisional kuno, dengan satu lampu minyak sebagai penerang kecil. Setelah perarakan sampai di sekitar altar, semua sujud dan beralih ke hiasan gua tempat meletakkan kanak2 Yesus lalu dilanjutkan dengan pemberkatan altar dan gua sekaligus seperti umumnya waktu misa2 hari raya yang menggunakan dupa. Itu saja, tak perlu menggunakan lilin seperti layaknya Paskah.

Kekhasan natal pada maklumat natal yang biasa dibawakan sebelum upacara sabda. Selebihnya tidak ada yang istimewa, misa natal berjalan seperti misa2 lainnya dengan berkat meriah natal.

Bagi saya pribadi, refleksi tentang “Terang baru” cahaya lilin, gelap-terang, tidak terlalu kuat relevansinya untuk diangkat sebagai thema natal. Yang jauh lebih penting dan lebih relevan adalah thema kesederhanaan, kemanusiaan, kekosongan, dan keberpihak-an pada yang lemah, sebagai wujud inkarnasi Sabda yang menjadi daging. Itu yang utama. jadi peran lilin….kurang bermakna untuk masa natal.

P. Hendrik.SCJ

Posted in n. ADVEN - NATAL | 1 Comment »

Berapa lama dan sampai kapan orang Katolik boleh merayakan Natal?

Posted by liturgiekaristi on December 18, 2012


Dalam tradisi Katolik, Perayaan Natal yang sesungguhnya baru mulai dirayakan secara resmi pada malam natal tanggal 25 Desember setiap tahunnya. Sebelum waktu itu, kita masuk dalam masa persiapan selama empat pekan dengan menjalani masa Adven.

Berkaitan dengan itu hendaknya kita perlu sadar bahwa ada perbedaan
cara pandang dengan gereja2 non Katolik. Tidak ada hukum yang tegas memang, yang memperbolehkan atau melarang untuk menghadiri perayaan2 natal sebelum tanggal 25 Desember; namun diharapkan umat kristiani sadar supaya perayaan2 tersebut tidak sampai mengganggu konsentrasi kita akan klimaks perayaan agung malam natal yang dipersiapkan dengan susah payah sepanjang masa Adven.

Banyak orang Katolik mengatakan tidak sabar menunggu sampai tanggal 25. Betul, dan justru semangat yang ‘berkobar2’ dan ‘tak sabar menunggu saatnya’ itulah yang justru mau dinampakkan dalam masa Adven. Begitulah pada minggu ketiga Adven kita merayakan minggu Gaudete (=sukacita) dengan warna liturgi pink/merah muda. Artinya hati kita bersukacita dan berkobar2 mengingat saat keselamatan itu sudah dekat, tapi kita masih harus menahan diri sampai hari kedatanganNya!.

Jadi, kita hanya boleh merayakan natal satu hari saja, pada tanggal 25 Desember??! Tentu saja tidak! Sebagaimana halnya Paskah masih dirayakan pada hari2 sesudahnya dengan apa yang disebut Oktaf Paskah sampai Pantekosta; demikian halnya Natal kita rayakan dengan penuh sukacita sepanjang oktaf Natal(1 minggu sejak Natal 25 Des.) – dan masih berlanjut sampai pada hari raya Pembaptisan Tuhan yang jatuh pada tanggal 13 Januari tahun depan (2013).

Di antara hari raya Natal tanggal 25 Desember sampai hari raya Pembaptisan Tuhan, ada beberapa perayaan penting yang merupakan buah2 dari perayaan Kelahiran Tuhan yang perlu kita rayakan dengan sukacita, yaitu: Pesta Keluarga Kudus (Yesus, Maria dan Yoseph) tanggal 30 Desember; hari raya Maria Bunda Tuhan tanggal 1 Januari; Epifani/hari raya Penampakan Tuhan kepada bangsa2 tanggal 6 Januari; dan sebagai penutup masa Natal diakhiri dengan hari raya Pembaptisan Tuhan tanggal 13 Januari. Sesudah perayaan Pambaptisan kita kemudian memasuki masa biasa yang ditandai dengan warna hijau. Cukup panjang perayaan sukacita natal kita, bukan?

Jadi, minggu Adven ketiga-sampai Adven keempat ini adalah minggu untuk ‘melatih’ kesabaran kita; belajar memahami bahwa bahkan Karya Keselamatan Tuhan membutuhkan waktu yang cukup; bukan asal manasuka mengikuti kemauan segelintir orang.

Bukankah normalnya selama menunggu saat2 kelahiran orang tidak bersukacita pesta pora makan minum sementara sang ibu belum melahirkan bayinya?? Itu saat2 yang khusus dengan sedikit cemas tapi penuh harap berdoa bagi keselamatan bayi dan ibunya supaya kelahirannya lancar dan selamat. Baru sesudah kelahiran kita boleh bersukacita sepanjang minggu sampai Pembaptisan Tuhan.
Begitulah sebaiknya jika kita mau mengikuti tradisi Katolik yang benar.

(Salam hangat, P.Christianus Hendrik SCJ-South Dakota, USA)

Posted in n. ADVEN - NATAL, r. BERTUMBUH DALAM IMAN (BY P. CHRISTIANUS HENDRIK SCJ)) | Leave a Comment »

Tradisi Adven Wreath (Lingkaran Lilin Adven)

Posted by liturgiekaristi on November 30, 2012


Yang dimaksud dengan Adven Wreath atau Lingkaran Adven adalah sebuah lingkaran yang dibuat dari ranting2 kering dililitkan membentuk sebuah roda/lingkaran dan dilengkapi/dihiasi dengan daun2 hijau atau umumnya daun2 evergreen- sejenis pinus yang terus hijau sepanjang tahun. Di setiap sisi lingkaran ranting tersebut, dengan jarak
yang kurang lebih sama, diletakkan empat lilin yang akan dinyalakan setiap hari minggu selama empat minggu masa persiapan menjelang natal.

Tradisi lingkaran Adven itu sendiri tidak secara langsung muncul dari ‘kalangan Gereja’. Lebih umum pada awalnya muncul kebiasaan di rumah2 masyarakat petani (terutama di Jerman, Scandinavia, dan kemudian menyebar ke America dan Eropa yang bermusim dingin), mereka membuat lingkaran lilin ini selama bulan Desember sebagai simbol ‘Penghangat di musim dingin’ dan harapan atas hari baru, musim baru yang lebih hangat.

Kebiasaan menempatkan lingkaran lilin selama masa Adven di dalam Gereja sendiri secara formal baru mulai menjadi biasa sejak tahun 1600-an. Keempat lilin yang dinyalakan secara berurutan bukan hanya melambangkan empat minggu masa persiapan natal; lebih dari itu keempat lilin melambangkan juga masa empat abad penantian bangsa Israel akan seorang Juru selamat, yaitu sejak jaman nabi Mikha hingga kelahiran Kristus. Jadi, dari simbol ‘kehangatan menantikan musim baru’, Gereja mengadopsi tradisi lilin ini menjadi masa penantian akan Kristus Penyelamat dunia. Pusat perhatian pada Kristus, bukan untuk mengenang santo-santa atau yang lainnya.

Aslinya tidak ada kebiasaan yang berkaitan dengan warna lilin ungu (jaman dulu belum bisa membuat lilin berwarna seperti sekarang). Jadi cukup lilin putih biasa (jika sekarang bisa dengan lilin ungu dan pink baik juga), dan sudah mencakup minggu ketiga sebagai minggu Gaudete=sukacita, khusus mengingatkan bahwa masa penantian makin dekat dan dengan sikap hati yang berdebar2 penuh sukacita semakin memantas diri untuk menyambut raja Kristus yang akan lahir ke dunia.

Lingkaran Adven=Melambangkan putaran waktu tanpa awal dan Akhir; simbol kekekalan, keabadian. Kristus adalah Alpha dan Omega, yang ada sejak semua dan tanpa akhir. Semuanya, termasuk hidup kita berasal dari, di dalam, dan akan menuju kepada Dia yang menyelamatkan.

Ranting kering=melambangkan jiwa kita yang kering, musim yang dingin, kebekuan iman, kematian dari dosa, sikap hidup yang statis, mandeg.

Daun2 hijau yang menyembul dari ranting kering=Melambangkan kehidupan baru, harapan baru. Evergreen/daun2 pinus yang hijau sepanjang tahun melambangkan juga kekekalan jiwa kita di dalam Kristus sang Penyelamat.

Lilin yang dinyalakan secara berurutan=Melambangkan gerak progresif, terus maju untuk kehidupan yang senantiasa diperbaharui. Maju mendekati kehadiran Kristus sang Juru selamat dunia.

Nyala lilin=Melambangkan kehangatan, cahaya baru, Terang baru, yakni Kristus sendiri. Semakin mendekati Natal-kelahiran Juru Selamat, semakin jiwa kita dihangatkan dan diterangi supaya sampai di setiap sudut2 yang gelap memperoleh keselamatanNya.

Baik kiranya (tidak harus) jika tradisi memasang lingkaran lilin Adven di rumah2 dihidupkan kembali untuk membawa ‘suasana penantian’ selama masa Adven itu digemakan juga sampai di rumah2 keluarga Kristiani-bukan hanya di Gereja. Bisa menjadi sarana menumbuh-kembangkan iman keluarga dengan membuat lomba merangkai lingkaran Adven, bisa juga keluarga2 membawa lingkaran Advennya ke gereja untuk diberkati sebelum mulai Adven minggu pertama – sekedar usulan.
Selamat mempersiapkan diri memasuki masa Adven.

Salam hangat, P.Christianus Hendrik, South Dakota-USA

Posted in n. ADVEN - NATAL, r. BERTUMBUH DALAM IMAN (BY P. CHRISTIANUS HENDRIK SCJ)) | Leave a Comment »

MENGAPA PASKAH KALAH POPULER DENGAN NATAL?

Posted by liturgiekaristi on April 10, 2011


Pertanyaan umat:

“Dalam gereja Katholik, liturgi Paskah cenderung lebih meriah daripada liturgi Natal (walau Liturgi Natal juga tetap special); tapi mengapa natal cenderung lebih popular daripada hari raya Paskah? Apakah natal jauh lebih penting?”.

 

SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA

Natal tidak jauh lebih penting. Natal adalah hari raya yang disamakan dengan hari Minggu, sedangkan Paskah adalah hari raya dari segala hari raya. Kesimpulannya, Paskah adalah hari-raya-nya Natal (dan semua hari Minggu dan hari raya lainnya…). Mengapa bisa demikian? Karena perayaan Natal, perayaan hari Minggu, dan hari raya lainnya bersumber dari perayaan Paskah.

Ekaristi yang merupakan SUMBER dan PUNCAK kehidupan Gereja, dirayakan sebagai pengenangan akan Kristus yang wafat, bangkit, dan kelak akan datang kembali. Misteri iman ini yang diungkapkan kembali pada setiap misa dalam anamnesis.

Jadi sumber iman kita memang bukan pada perayaan kelahiran melainkan pada peristiwa wafat dan kebangkitan Kristus.

Kenapa Natal terkesan lebih populer dari Paskah? Jawabannya: INDUSTRI. Dan kebanyakan umat katolik sudah menjadi korban industri ini, sehingga kalau misa Natal biasanya pakai baju baru, sepatu baru, dll, sedangkan kalau misa Paskah pakai yang apa adanya.

Saran saya untuk mengubah pandangan yang salah kaprah ini, mulailah dari yang paling sederhana, yakni menghadiri misa Paskah bersama keluarga, dan gunakan baju terbaik yang keluarga anda miliki.

-OL-

Posted in 5. Vigili - HR Paskah, n. ADVEN - NATAL | Leave a Comment »

DRAMA/TABLO NATAL – Apakah termasuk dalam ritual resmi Liturgi Natal?

Posted by liturgiekaristi on March 10, 2011


Topik :

MENJELANG NATAL. Dalam liturgi Natal sering diadakan semacam drama/tablo natal yang memerankankisah kelahiran Yesus, apakah itu termasuk dalam ritual resmi liturgi Natalatau hanya sekedar tambahan? Kapan/di bagian mana dalam liturgi selayaknyapementasan drama/tablo itu diadakan? Apakah boleh menggantikan bacaan Injiltentang kelahiran …Yesus?

PENCERAHAN dari Pastor Yohanes Samiran SCJ

Kalau tidak salah, topik ini pernah dibahas tahun lalu (atau saya ikut diskusi di forum lain??? hehehe). Pedoman umum yang baik untuk pendidikan menyangkut tata liturgi yang benar dan sekaligus juga keterbukaan untuk kreativitas ekspresi iman:

a. Penting sekali kita juga belajar liturgi yang baik dan benar. Nah, sebenarnya amat tidak dianjurkan mengubah (menambahkan atau mengurangi) bagian-bagian liturgi baku Ekaristi yang ada. Maka sedapat mungkin liturgi ekaristi dirayakan sebagai satu kesatuan lengkap tanpa dicampur adukkan dengan kepentingan tambahan, yang tidak diijinkan. Maksud kata diijinkan di sini adalah misalnya memang ada liturgi ekaristi tahbisan, perkawinan, dll – bagian ini sudah ada pedoman baku dan urut-urutan yang direstui dan dibakukan.

b. Maka sebaiknya kalau mau ada ekspresi atau kreativitas lain untuk mendukung peristiwa yang dirayakan hari itu, misalnya Natal, Jumat Agung dan mau ada tablo atau drama, sebaiknya ditempatkan :

(a) sebelum Misa; atau biasanya bukan pilihan menarik

(b) sesudah Misa. Mengapa tidak boleh menggantikan Injil? Injil harus tetap diwartakan; sementara tablo atau drama seringkali merupakan kombinasi dan plus tafsiran atas peristiwa kelahiran Yesus ini. Mengapa di luar Misa? Sesuai dengan maksudnya untuk membantu umat agar bisa mempersiapkan diri dengan baik untuk merayakan, merasakan, dan meresapkan makna Natal atau Jumat Agung yang dirayakan. Dan lagi supaya selama perayaan Ekaristi kita fokus kepada perayaan Penebusan Kristus yang diperbaharui di atas altar, dan bukan kepada yang lain: anak-anak pemain drama, panggung, dll. Kalau maksudnya untuk membantu anak-anak “merayakan Natal” – lebih baik buatlah acara (semacam resepsi Natalan – sesudah Misa) dan di situlah dipentaskan drama Natal itu.

c. Juga akibatnya kalau ditempatkan di dalam kesatuan liturgi, misalnya setelah Injil atau sebelum Injil – akan bisa memecahkan fokus dan kekhidmatan liturgi dan perhatian kita. Mau tidak mau kalau ada pementasan seolah kita pause sebentar, mengundang komentar dan penilaian langsung atau tidak langsung. Juga perhatikan reaksi anak-anak lain saat melihat teman mereka pentas. Apalagi kalau ada yang lucu (bukan melucu, tetapi karena keluguannya, misalnya anak kecil yang jadi malaikat atau gembala tampil dengan ragu entah selalu melihat pelatih, teman dll —- sehingga umat seolah sejenak “dikeluarkan” atau digeserkan dari liturgi ekaristi dan diajak menikmati “dunia panggung” itu.

d. Drama atau tablo tidak dipentaskan di atas altar, tetapi di bawah altar, misalnya di antara altar dan bangku umat, kalau tetap menggunakan gereja (walau sebenarnya tidak dianjurkan) untuk pementasan ini. Persoalannya biasanya orang (pelatih, dan yang main) tidak puas karena tidak begitu terlihat oleh semua umat. Maunya pentasnya menjadi pusat dan diperhatikan oleh semua umat lain.

Itulah prinsip umum sekitar dramatisasi yang biasa muncul dalam perayaan kita, melengkapi komentar atau tanggapan dari teman-teman lain.

SalamYohanes Samiran SCJ

PENCERAHAN DARI PASTOR ADMIN PAGE SEPUTAR LITURGI

Dear fans, ttg Tablo Natal dan Bac Injil.

1) Dalam Liturgi Natal tak ada keharusan menampilkan tablo. Missale Romanum TIDAK mencantumkan ketentuan bhw tablo mrpkn unsur KONSTITUTIF liturgi [malam] natal.

2) Tablo mrpk salah satu tindakan OLAH KESALEHAN yg berasal usul dari adegan panggung, dan di luar konteks liturgi. Seiring dgn perjalanan waktu, adegan panggung ini kemudian mulai dibawa msk ke dlm liturgi resmi, lewat kultur romantik-germanik. Bukan saja tablo natal, tp juga rangkaian drama jumat agung (di beberapa tmpt ini dibuat!) jg ada dalam konteks tsb.

3) menampilkan tablo pd malam natal tentu baik. Namun, unsur2 tambahan itu HARUS MENDUKUNG LITURGI RESMI dan MEMBANTU PENGHAYATAN umat. Tablo yg mahal & memukau namun gagal mbantu umat menghayati misteri hakiki dari perayaan Natal, justru hy menjerumuskan liturgi pada level adegan panggung.

4) Karna itu, sekiranya pastor paroki mengijinkan tablo ditampilkan dlm perayaan [vigili] natal maka perlu diatur dgn matang ‘tempatnya’ dlm liturgi dan durasinya. Misal: sebelum misa selama 10-15 menit.

5) Tablo yg terlalu panjang bisa mengandung ‘bahaya pengaburan’ yaitu umat bisa bingung antara mana yg INTI dan mana yg TEMPELAN. Sederhananya, tablo tak lebih dari ‘sekedar pemanasan’.

6) Karena tablo BUKAN INTI perayaan, melainkan (katakanlah) semacam pendukung penghayatan dalam liturgi resmi, maka TIDAK BOLEH merusak liturgi. Misal: menggantikan Bac Injil dgn tablo.

7) Seturut ketentuan PUMR 60, Bacaan INJIL mrpk PUNCAK Liturgi Sabda. Dan bac Injil mendapat tempat dan penghormatan liturgis yg lebih istimewa dibanding bacaan2 lainnya. Lihat saja, pembacanya harus klerus (PUMR 59), ada aklamasi2 khusus, umat harus berdiri ketika pemaklman injil, ada pendupaan Injil, dan kadangkala dlm perayaan2 meriah Kitab Bacaan Injil (Evangeliarum) dipakai untk memberkati hadirin.

8) Tablo juga tak pernah boleh dijadikan pengganti HOMILI. Karena homili bersifat WAJIB terutama pd Hari Minggu/Raya dan pesta wajib dan bhw homili hanya boleh diberikan oleh klerus, serta TIDAK PERNAH BOLEH diserahkan kpd awam [selengkapnya: di PUMR 66].

9) Pendek kata, meski tidak wajib, tablo natal boleh dibuat. Tapi tablo tidak pernah boleh menggantikan pembacaan Injil dan homili.

Selamat merancang persiapan natal.

Posted in n. ADVEN - NATAL | Leave a Comment »

PESAN NATAL BERSAMA KWI-PGI 2010

Posted by liturgiekaristi on March 10, 2011


Pesan Natal Bersama KWI-PGI 2010

“Terang yang sesungguhnya sedang datang ke dalam dunia”

(bdk. Yoh. 1:9)

Saudara-saudari yang terkasih,

segenap umat Kristiani Indonesia di mana pun berada,

Salam sejahtera dalam kasih Tuhan kita Yesus Kristus.

Pada saat ini kita semua sedang berada di dalam suasana merayakankedatangan Dia, yang mengatakan: “Akulah terang dunia; barangsiapa mengikutAku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyaiterang hidup”. Dalam merenungkan peristiwa ini, rasul Yohanes dengan tepatmengungkapkan: “Terang yang sesungguhnya itu sedang datang ke dalam dunia.Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh-Nya, tetapi dunia tidakmengenal-Nya. Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orangkepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya” . Suasana yang sama juga meliputiperayaan Natal kita yang terjalin dan dikemas untuk merenungkan harapan itudengan tema: “Terang yang sesungguhnya sedang datang ke dunia”.

Saudara-saudari terkasih,

Kita bersyukur boleh hidup dalam suatu negara yang secarakonsti-tusional menjamin kebebasan beragama. Namun akhir-akhir inigejala-gejala kekerasan atas nama agama semakin tampak dan mengancamke-rukunan hidup beragama dalam masyarakat. Hal ini mencemaskan pihak-pihakyang mengalami perlakuan yang tidak wajar dalam masyarakat kita. Kitasemakin merasa risau akan perkembangan “peradaban” yang mengarus-utamakanjumlah penganut agama; “peradaban” yang memenangkan mereka yang bersuarakeras berhadapan dengan mereka tidak memiliki kesempatan bersuara;”peradaban” yang memenangkan mereka yang hidup mapan atas mereka yangterpinggirkan. Peradaban yang sedemikian itu pada gilirannya akanmenimbulkan perselisihan, kebencian dan balas-dendam: suatu peradaban yangmembuahkan budaya kematian dari pada budaya cinta yang menghidupkan.

Keadaan yang juga mencemaskan kita adalah kehadiran para penang-gungjawabpublik yang tidak sepenuhnya memperjuangkan kepentingan rakyat kebanyakan.Para penanggungjawab publik memperlihatkan kiner-ja dan moralitas yangcenderung merugikan kesejahteraan bersama. Sorotan media massa terhadapkinerja penanggungjawab publik yang kurang peka terhadap kepentinganmasyarakat, khususnya yang terung-kap dengan praktek korupsi dan mafia hukumhampir di segala segi kehidupan berbangsa, sungguh-sungguh memilukan dansangat mempri-hatinkan, karena itu adalah kejahatan sosial.

Kenyataan ini yang berlawanan dengan keadaan masyarakat yang sema-kin jauhdari sejahtera, termasuk sulitnya lapangan kerja, semakin mem-perparahkemiskinan di daerah pedesaan dan perkotaan. Keadaan ini diperberat lagioleh musibah dan bencana yang sering terjadi, baik karena faktor murni alamimaupun karena dampak campur-tangan kesalahan manusiawi, terutama dalampenanganan dan penanggulangannya. Sisi-sisi gelap dalam peradaban masyarakatkita dewasa ini membuat kita semakin membutuhkan Terang yang sesungguhnyaitu.

Terang yang sesungguhnya, yaitu Yesus Kristus menjelma menjadi ma-nusia,sudah datang ke dalam dunia. Walaupun banyak orang menolak Terang itu,namun Terang yang sesungguhnya ini membawa pengha-rapan sejati bagi umatmanusia. Di tengah kegelapan, Terang itu me-numbuhkan pengharapan bagimereka yang menjadi korban ketidak-adilan. Bahkan di tengah bencana punmuncul kepedulian yang justru melampaui batas-batas suku, agama, statussosial dan kelompok apa pun. Terang itu membawa Roh yang memerdekakan kitadari pelbagai kege-lapan, sebagaimana dikatakan oleh Penginjil Lukas: “RohTuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikankabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untukmemberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagiorang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untukmemberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang” Natal adalah tindakan nyata Allah untuk mempersatukan kembali di dalamKristus sebagai Kepala segala sesuatu yang telah diciptakan-Nya4. Semua yangdilihat-Nya baik adanya itu5, yang telah dirusakkan dan diceraiberaikan olehkejahatan manusia, menemukan dirinya di dalam Terang itu. Oleh karena itu,dengan menyambut dan merayakan Natal sebaik-baiknya, kita menerima kembali,dan demikian juga menya-tukan diri kita dengan karya penyelamatanAllah yang baik bagi semua orang.

Di dalam merayakan Natal sekarang ini, kita semua kembali diingatkan, bahwaTerang sejati itu sedang datang dan sungguh-sungguh ada di da-lam kehidupankita. Terang itu, Yesus Kristus, berkarya dan membuka wawasan baru bagikesejahteraan umat manusia serta keutuhan ciptaan. Inilah semangat yangselayaknya menjiwai kita sendiri serta suasana di mana kita sekarang sedangmenjalani pergumulan hidup ini.

Saudara-saudari terkasih,

Peristiwa Natal membangkitkan harapan dalam hidup dan sekaligusmemanggil kita untuk tetap mengupayakan kesejahteraan semua orang. Kita jugadipanggil dan diutus untuk menjadi terang yang membawa pengharapan, danterus bersama-sama mencari serta menemukan cara-cara yang efektif danmanusiawi untuk memperjuangkan kesejahteraan ber-sama.

Bersama Rasul Paulus, kami mengajak seluruh umat kristiani ditanah air tercinta ini: “Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapikalahkanlah kejahatan dengan kebaikan”, karena dengan membalas kejahatandengan kejahatan, kita sendirilah yang dikalahkannya.

Selanjutnya kita wajib ikut-serta mewujudkan masyarakat yangsejah-tera, adil dan makmur, bahkan melalui usaha-usaha kecil tetapi konkritseperti menjalin hubungan baik dengan sesama warga masyarakat demikesejahteraan bersama. Kita turut menjaga dan memelihara serta melestarikanlingkungan alam ciptaan, antara lain dengan menanam pohon dan mengelolapertanian selaras alam, dengan tidak membuang sampah secara sembarangan;mempergunakan air dan listrik seperlunya, mempergunakan alat-alatrumahtangga yang ramah lingkungan.

Dalam situasi bencana seperti sekarang ini kita melibatkan dirisecara proaktif dalam pelbagai gerakan solidaritas dan kepedulian sosialbagi para korban, baik yang diprakarsai gereja, masyarakat maupunpemerintah.

Marilah kita memantapkan penghayatan keberimanan kristiani kita,terutama secara batiniah, sambil menghindarkan praktik-praktik ibadat keagamaan kita secara lahiriah, semu dan dangkal. Hidup beragama yang sejatibukan hanya praktik-praktik lahiriah yang ditetap-kan oleh lembagakeagamaan, melainkan berpangkal pada hubungan yang erat dan mesra denganAllah secara pribadi.

Akhirnya, marilah kita menyambut dan merayakan kedatangan-Nya dalamkesederhanaan dan kesahajaan penyembah-penyembah -Nya yang pertama, yaknipara gembala di padang Efrata, tanpa jatuh ke dalam perayaan gegap-gempitayang lahiriah saja. Marilah kita percaya kepada Terang itu yang sudahbermukim di antara kita, supaya kita menjadi anak-anak Terang7. Dengandemikian perayaan Natal menjadi kesempatan mulia bagi kita untukmembangkitkan dan menggerakkan peradaban kasih sebagai tanda penerimaan akanTerang itu dalam lingkungan kita masing-masing. Dengan pemikiran sertaungkapan hati itu, kami mengucapkan:

SELAMAT NATAL 2010 DAN TAHUN BARU 2011

Jakarta, 12 November 2010

Atas nama

PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA (PGI), INDONESIA (KWI),

Pdt. Dr. A.A. Yewangoe Mgr.

Ketua Umum

Pdt. Gomar Gultom, M.Th.

Sekretaris Umum

KONFERENSI WALI GEREJA INDONESIA (KWI)

M.D. Situmorang OFMCap.

Ketua

Mgr. J.M. Pujasumarta

Sekretaris Jenderal

Posted in n. ADVEN - NATAL | Leave a Comment »

NATAL – Apakah kandang/gua/pohon Natal itu wajib ada dalam tata liturgi Natal?

Posted by liturgiekaristi on March 10, 2011


Pertanyaan umat:

Natal identik dengan dekorasi gua/kandang, pohon natal, dan lampu2 yangberkelap-kelip yang membuat semarak; tetapi lalu kesannya Altar yang menjadipusat Liturgi seakan ’bergeser’ ke bagian2 lain. Apakah dekorasi kandang ataugua dan pohon natal itu bersifat wajib dalam tata liturgi natal? Mohon penjelasan.”

PENCERAHAN dari Pastor Christianus Hendrik

Dear all,kembali, mengenai simbol2 natal dan segala pernak-pernik nya, termasuk soal prosesi, pemberkatan bayi dan gua/kandang natal…. Itu semua adalah sarana visual yang dibuat untuk membantu penghayatan kita akan misteri Natal kelahiran Tuhan Yesus yang agung.Secara Historis bermula dari ide St. Fransiscus Asisi yang pertama kali memunculkan ide membuat kandang natal dengan 3 dimensi di sekitar altar (bahkan konon dengan memasukkan juga kambing hidup dalam gereja!) untuk membantu umat memahami situasi khas Natal kelahiran juruselamat. Sebenarnya bahkan sebelum St. Fransiscus Asisi, jauh sebelumnya Raja Charles III dari Spanyol sudah mulai mempopulerkan lewat lukisan2 yang sangat representatif mengisahkan natal kelahiran juruselamat.

Sesuai dengan maksudnya: Membantu penghayatan umat! maka ini bersifat sekedar bantuan, bukan yang utama atau yang pokok. Prinsipnya harus jelas: Jangan sampai mengaburkan makna sekitar Altar dan pusat perhatian kita akan Ekaristi malam natal perayaan kelahiran sang Emanuel-Juruselamat. Jadi entah itu perarakan, pemberkatan, tablo, gua/kandang natal, hanyalah simbol2 tambahan di luar ketentuan liturgi yang resmi. Dari segi ini, maka kalaupun mau ditiadakan, perayaan Misa natal tetap berjalan utuh dan sah!. Dan kalau mau diadakan ya sebaiknya sebelum atau sesudah perayaan Ekaristi (baik persiapan maupun pelaksanaannya)

Tetapi itu tidak berarti lalu kita bisa menghilangkan begitu saja segala hal yang tidak termasuk/termaktub dalam aturan tata liturgi. Karena kalau demikian akan menjadi kering, kosong, tidak ada bedanya hari yang satu dengan yang lain, tak ada yang special di hati umat!Maka tetap perlu ada tempat untuk simbol2 visualisasi yang kita butuhkan untuk memperkuat pemahaman dan penghayatan “cita-rasa” kemanusiaan kita akan hidup iman yang mendalam. Ingat kata Sakramen selalu berarti TANDA dan SARANA KESELAMATAN dari ALLAH. Kita tetap membutuhkan tanda2 visual, yang nampak, yang kelihatan, yang bisa didengar dan dirasakan, bisa dibau dan disentuh…itulah juga bagian dari hidup iman kita yang utuh – Bukan sekedar ide2 dan pengetahuan saja tanpa apa2!.

Jadi seperlunya harus diberi tempat untuk hal2 semacam itu sejauh tidak mengaburkan hal2 yang inti. Thanks, selamat mempersiapkan masa Advent yang sebentar lagi akan tiba. GBUP. Chris. Hendrik SCJ – South Dakota mission – USA

Posted in n. ADVEN - NATAL | Leave a Comment »

MASA ADVEN – SEPUTAR WARNA LILIN PADA MINGGU ADVEN KE 3

Posted by liturgiekaristi on March 10, 2011


TANGGAPAN dari Pastor Liberius Sihombing

Trims Admin krn memposting hal yg sangat bermanfaat ini. Benar memang hal ini merupakan olah kesalehan atau devosi yg umumnya di lakukan di tengah keluarga. Tetapi realita, bahwa devosi ini sudah kayak menjadi ‘ritus resmi’ di gereja2 pada masa Adven. Maka demi keseragaman (jika perlu seragam) dan utk memperdalaman pemahaman umat hal ini pantas dibeberkan di media ini. Soal warna lilin td, cukup bnyk bertanya apakah bukan ungu, pink atau putih? Jelas bahwa lilin dlm perayaan liturgi adala putih entah itu misa kematian sekalipun. dan kalau ada orng yg membuat warna lain selain putih itu sudah menyangkut ke penghayatan pribadi orang per orang. Bisa jd karena ia melihat warna liturgi warna ungu maka ia menghendaki semua yg berbau liturgis jadilah berwarna ungu. Tp itu salah kaprah, sama sperti orang mendekorasi altar sturut warna liturgi jelas itu salah, krn kain altar pun hanya bisa warna putih saja. sekedar tambahan ya temans. Trisms. Pace e Bene pecinta akun liturgi katolik

Pertanyaan fans :

Saya pernah baca kalo hr minggu advent ke3 itu minggu Gaudete, n lilin advent yg dipergunakan brwarna pink/merah muda. Apakah benar?

PENCERAHAN dari Bapak Daniel Pane

Tepatnya berwarna rose (rosacea), dan itu tidak hanya untuk lilin tetapi juga untuk stola dan kasula Imam. Selain pada minggu ke III Adven warna itu juga dipakai pada Minggu IV Prapaskah.

Modelnya bisa dilihat di sini:http://customsewingbypeggy.com/zoom_gothic_chasuble_rose-white_back.gifhttp://fullhomelydivinity.org/images/vestments/rose%20chasuble.jpg

PENJELASAN DARI PASTOR CHRISTIANUS HENDRIK MENGENAI RANGKAIAN LILIN ADVENT.

Mari kita lihat lagi perjalanan sejarah iman Katholik. Dalam banyak tradisi, tradisi kekristenan di Gereja2 Jerman banyak menggunakan sarana visualisasi untuk mengekspresikan imannya. Dan tradisi ini berkembang luas kemudian di seluruh Eropa, America, dan akhirnya ke seluruh dunia. Lihat saja misalnya tradisi jalan salib, tradisi perarakan dalam perayaan Ekaristi, tradisi berjiarah; termasuk tradisi lingkaran Advent ini juga sebenarnya muncul dari kalangan gereja Katholik di Jerman pada awalnya.

Rasanya sudah sejak abad XVI gereja2 di Jerman timur khususnya sudah mengenal tradisi lingkaran lilin Advent yang dipasang di rumah2 baik penganut protestan maupun Katholik.Umumnya mahkota Advent dibuat berbentuk cincin besar dari ranting/daun pakis atau daun tasso atau pinus, atau cemara. Lingkaran ini biasa digantung dengan empat pita merah yang menghiasi lingkaran Adven atau kadang juga diletakan di atas sebuah meja. Di sisi pinggir tahkta Adven ditancap 4 lilin dengan jarak yang sama antara satu dengan yang lainnya.

Kempat lilin itu memberi arti pada 4 minggu dalam masa Adven. Pada malam hari semua anggota keluarga berkumpul untuk menyalakan lilin pertama dan seterusnya menurut minggu yang berjalan.Kiranya sejak Abad Pertengahan, orang Kristen sudah memiliki tradisi menggunakan ”Advent Wreath” (Lilin Advent), yaitu rangkaian lima lilin dan tumbuh-tumbuhan hijau yang membentuk sebuah lingkaran, sebagai bagian dari persiapan rohani menyambut Natal karena Kristus adalah ”Terang yang telah datang ke dalam dunia” (Yohanes 3:19-21). Dan sejak tahun 1600, gereja mulai memiliki tradisi formal tentang ”Advent Wreath” (Lilin Advent).

Mungkin benar pada awalnya itu bukan asli tradisi kristiani, tapi kemudian gereja mengadopsinya dan ’membaptis’ tradisi ini menjadi tradisi kristiani yang bermakna sakramental.Empat lilin di bagian luar menggambarkan masa empat abad penantian bangsa Israel akan seorang Juru selamat, yaitu sejak jaman nabi Mikha hingga kelahiran Kristus. Keempat lilin ini akan dinyalakan sesuai jumlah Minggu Advent, dan juga merupakan simbol akan datangnya Sang Terang yang membawa Harapan, Damai, Kasih dan Sukacita dalam dunia yang gelap.Lilin yang berada di tengah menggambarkan Yesus, Sang Juru selamat.

Lilin ini akan dinyalakan pada Kebaktian Malam Natal sebagai lambang bahwa masa penantian telah berakhir karena Sang Juru selamat telah lahir. Sedangkan daun yang membentuk lingkaran menggambarkan Allah, kekekalan-Nya dan kasih anugerah-Nya yang tidak terputus. Daun yang berwarna hijau menggambarkan harapan selama masa penantian tersebut. Bagi umat Kristen, masa ini memiliki dua arti, yaitu perayaan akan kelahiran Kristus pada kedatangan-Nya yang pertama dan masa penantian akan kedatangan-Nya yang kedua sebagai Raja.

Posted in n. ADVEN - NATAL | 1 Comment »

MASA ADVEN – MAKNA SIMBOLIS RANGKAIAN LILIN ADVEN

Posted by liturgiekaristi on March 10, 2011


Makna Simbolis dan Penggunaannya

Apa makna simbolis dari Lingkaran Adven? Kita lihat unsur-unsurnya satu persatu.

[a] Bentuk lingkaran itu sendiri melambangkan perputaran waktu, kepenuhan waktu, simbol kesempurnaan, kekekalan dan kesetiaan. …Beberapa dekorator liturgis tidak lagi membuat bentuk lingkaran sehingga lebih tepat simbol itu disebut “rangkaian Adven”.

Sebagai suatu rangkaian maka penekanannya lebih pada unsur dekoratif simbol itu dalam perayaan Adven (baik dalam kegiatan devosional maupun liturgis). Konsekuensi selanjutnya, unsur-unsur lainnya pun tidak harus seperti yang secara tradisional dipilih. Misalnya, daun cemara diganti daun lain, bahkan bunga.

Kita lihat lagi unsur-unsur tradisional lainnya.

[b] Daun cemara hijau yang masih segar (evergreen) yang meliliti lingkaran melambangkan kesetiaan dan harapan, yang terus bertahan hidup meski musim dingin sekalipun, saat dedaunan lain ronto…k tak tahan cuaca. Kadang-kadang daun-daun itu dililiti pita atau kain, dan dihiasi asesori.

[c] Empat lilin adalah simbol empat pekan menjelang Natal, namun juga simbol seluruh waktu menjelang kedatangan Kristus kembali (parousia). Tak ada aturan tentang warna lilin tetapi sebaiknya berwarna sama, umumnya putih, apalagi jika untuk dipasang di gereja sehingga berfungsi sebagai lilin liturgis.

Namun, meskipun itu tidak relevan, sudah lazim juga dipakai tiga lilin ungu dan satu merah jambu, karena warna-warna itu sebenarnya berlaku untuk busana liturgis/Misa. Di suatu tempat pernah dipasang lima lilin. Entah, itu kebiasaan dari mana. Katanya, lilin kelima dinyalakan pada saat malam Natal. Agak aneh juga sebenarnya, apakah arti lilin kelima itu? Simbol Yesus Kristus sendirikah? Padahal yang dimaksud dengan empat lilin itu adalah suatu masa (empat pekan dan seluruh waktu menjelang parousia). Lagipula, simbol lilin sebagai Kristus sudah digunakan secara khusus pada Malam Paskah.

Makna simbolis dari lingkaran Adven sebaiknya ditopang dengan pilihan materi yang cocok dan bisa melukiskan makna simbol itu. Maka, perlu kita perhatikan kualitas materinya. Misalnya, sudah sepantasnya bahan-bahan yang dipakai adalah bahan …asli, alami, sesuai dengan makna perlambangannya. Jadi, janganlah memilih bahan-bahan imitasi (lilin listrik, daun plastik), usahakan yang asli dan segar (tidak kering/kotor/berdebu, daun tidak diganti bunga/buah/ranting, dsb).

Bagaimana penggunaannya? Bisa saja lingkaran Adven hanya dianggap sebagai asesori atau dekorasi untuk mendukung Masa Adven. Mungkin hal itu belum cukup. Sebaiknya diadakan juga ritual khusus alias tindakan simbolis untuk atau dengan lingkaran itu. Misalnya, satu per satu pada setiap awal pekan (Minggu) lilin itu dinyalakan sebagai lambang makin memuncaknya harapan dan menambah cahaya hingga kedatangan Sang Cahaya. Penyalaan itu mengungkapkan kedatangan Kerajaan Allah yang setahap demi setahap. Ketika menyalakan, kita mengungkapkan harapan kita akan Kerajaan Allah itu dan komitmen kita untuk mewujudkannya di dunia ini.

Sejak semula memang lingkaran Adven digunakan untuk kegiatan devosional di rumah-rumah keluarga. Kemudian dimasukkan dalam gedung gereja dan menjadi bagian liturgi. Hingga sekarang pun kita bisa melihat praktek itu baik dalam rumah keluarga maupun gedung gereja. Namun, pihak pimpinan Gereja (Takhta Suci) sendiri tidak mewajibkan penggunaan lingkaran Adven dalam perayaan-perayaan liturgis selama Masa Adven.

Kreativitas dan penggunaan lingkaran Adven di rumah dan gereja bisa saja dibedakan. Misalnya sebagai berikut:

Di rumah-rumah:

a. ukuran lingkarannya sesuai dengan ruangan; …

b. kreativitas bahan lebih terbukac dinyalakan dalam suatu doa bersama seluruh keluarga pada Sabtu petang, menjelang gelap.

Di gereja:

a. ukuran yang cukup bisa dilihat banyak umat, sehingga simbolisasinya lebih hidup;

b. warna lilin semuanya putih, bermakna kemuliaan, kegembiraan, kebangkitan;

c. bisa juga dinyalakan dalam suatu ritus sederhana di bagian awal Misa pada setiap awal pekan (Minggu), bukan sekedar dinyalakan oleh putra altar atau koster.

(SUMBER MAJALAH LITURGI)

Posted in n. ADVEN - NATAL | Leave a Comment »

Masa Adven – Bagaimana sikap batin dalam mempersiapkan Natal?

Posted by liturgiekaristi on March 10, 2011


Pertanyaan umat :

Ada umat bertanya: Kalau masa prapaskah sangat kental dengan thema pertobatan sebagaipersiapan menyambut Paskah. Apakah dlm masa Advent juga themanya sa.ma mengenai pertobatan? Bagaimana sikap hati yg tepat dalam mempersiapkan Natal? Mari sharing…



PENCERAHAN dari Bp. Agus Syawal Yudhistira:

Ada nuansa pertobatan, tetapi tidak seketat Prapaskah.Nuansa yang pasti adalah nuansa penantian, rangkap 2, yaitu:

1. Menantikan Kedatangan Kristus yang Kedua sebagai Hakim Agung

2. Menantikan Kedatangan Kristus pada masa Natal.

Nuansa yang pertama ini kerap kali hilang, terutama karena kita sudah dalam suasana dan lagu-lagu ekspektasi Natal. Padahal Bacaan, teks liturgi dan lagu-lagu Liturgi (Proprium) masa Adven terutama minggu pertama, bicara soal pengadilan Allah.

Penyebab hilangnya nuansa pertama juga dikarenakan hilangnya makna Masa Natal dalam pemahaman umat Katolik, Latin utamanya.

Awalnya peristiwa utama yang diperingati pada masa Natal adalah Pembaptisan Yesus di Yordan, pada satu hari yang sama diperingati kunjungan para magi dan para gembala. Ini semua kemudian dipisah menjadi rentang yang lebih panjang.

Teks liturgi Natal jauh bicara soal kelahiran Kristus dalam konsepsi modern sekarang. Teks Liturgi masa ini menggarisbawahi teofani atau penyingkapan diri Allah di tengah manusia. Mula-mula kepada Israel, kemudian pada orang-orang bukan keturunan Israel. Berpuncak pada pembaptisan Yesus ketika pribadi Allah yang tersembunyi sepenuhnya diungkapkan kepada dunia: Bapa, Putera dan Roh Kudus.

Dalam Gereja Latin, terutama jemaat yang tidak menggunakan lagi lagu-lagu proprium Misa, semua nuansa ini lenyap digantikan suasana Natal sekuler, suasana pergantian tahun, dan komersialisme.

Akhirnya, pemahaman umat akan Adven dan Natal menjadi timpang.

Posted in n. ADVEN - NATAL | Leave a Comment »

MASA ADVEN – RITUS PENYALAAN LILIN ADVEN

Posted by liturgiekaristi on March 10, 2011


Topik :

RITUS PENYALAAN LILIN ADVEN

PENCERAHAN DARI PASTOR ADMIN

Dear fans..

1) Ternyata ada byk model yg dipraktekkan di gereja kita msg2. Ttg ini tentu para pastor paroki memiliki pertimbangan dan juga penafsiran tersendiri..

2) Menurut Buku yg dikeluarkan oleh Komisi Liturgi MAWI (ANEKA PEMBERKATAN, Yogya: Kanisius, 1985), masing2 lilin dinyalakan pada SESUDAH INJIL..

3) Pada HM Adven I, krans adven diBERKATi SESUDAH HOMILI dan lgsng dirangkaikan dgn penyalaan LILIN PERTAMA..

4) Pada HM Adven II, lilin pertama dinyalakan sejak awal ibadat. SESUDAH INJIL, pemimpin ibadat menyalakan LILIN KEDUA..

5) Pada HM Adven III, lilin 1 & 2 dinyalakan sejak awal ibadat. SESUDAH INJIL, pemimpin ibadat menyalakan LILIN KETIGA..

6) Pada HM Adven IV, lilin 1, 2 & 3 dinyalakan sejak awal ibadat. SESUDAH INJIL, pemimpin ibadat menyalakan LILIN KEEMPAT..

7) Setiap kali lilin baru dinyalakan, ada rumusan doa yg diucapkan oleh pemimpin..

8) Memang rumusan pd buku tsb dikonstruksikan utk Ibadat Sabda. Sekiranya ini dibuat dalam misa, maka dibuat penyesuaian seperlunya..

9) Selengkapnya lihat pd buku tsb hlm. 14-20 dan 186..

Melengkapi poin2 pencerahan kami di atas:

1) Karena tindakan liturgi adalah TINDAKAN GEREJA [bukan tindakan pribadi imam/umat!], maka referensi otoritatif (artinya, referensi resmi dari lembaga resmi) harus dijadikan pegangan bersama. Buku Aneka Pemberkatan tsb mrpkn rujukan resmi, skurang2nya mrpk rujukan-equivalen untk upacara Liturgi Gereja.

2) Dalam hal ini, BUKAN perasaan subyektif yg dipakai sbg dasar ber-liturgi, like or dislike, TETAPI Gereja bilang apa tentang hal itu.

3) Atas dasar ‘petunjuk Gereja’ (sebagaimana tertuang pd Buku Aneka Pemberkatan sbg rujukan equivalen yg resmi) itu, pencerahan di atas disampaikan.

4) Sekiranya ada dokumen otoritatif lain, misal: berupa petunjuk teknis atau buku liturgi resmi lain yg mengatur hal ini secara lebih eksak, maka pencerahan ini dan 9 point di atas boleh diabaikan…

Salam n trimakasih.

Posted in n. ADVEN - NATAL | Leave a Comment »

PERAYAAN NATAL , kenapa lebih meriah dari Perayaan Paskah?

Posted by liturgiekaristi on March 10, 2011


Pertanyaan umat :

Kenapa ya, katanya Paskah itu puncak kekuatan dan dasar iman Kristiani;perayaan yang paling penting dalam hidup iman kita. Tapi dalam prakteknya perayaan natal itu lebih meriah kesannya daripada Paskah. Apakah penghayatansikap iman kita kurang tepat, bagaimana yang seharusnya?”.

PENCERAHAN dari Pastor Yohanes Samiran SCJ :

Padanannya adalah saat pengalaman hidup kita:

a. Natal memang benar – mengenangkan saat kelahiran.

b. Paskah – bukan kematian, tetapi KEBANGKITAN. Kematiannya pada Hari Jumat Agung, memang tidak banyak perayaan meriah.Tapi Kebangkitan, saya kira normalnya jauh lebih menghebohkan daripada kelahiran. Coba saja kalau di antara keluarga atau kerabat kita ada yang BANGKIT dari kuburnya secara nyata, pasti itu lebih menghebohkan dan menarik perhatian daripada kelahiran biasa itu.

Hayooooo …… terusin komentarnya ….. 🙂

PENCERAHAN dari Bp. Onggo Lukito

yang salah pada tempat pertama adalah romo paroki karena tidak memberikan pengajaran yang baik tentang iman katolik yang bersumber pada wafat dan kebangkitan Yesus dan bukan pada kelahiran-Nya. romo paroki mesti mengajarkan umatnya tentang pentingnya Hari Raya Paskah. buktinya masih banyak umat yang menganggap perayaan paskah adalah mengenang kematian dan bukan kebangkitan.

yang kedua adalah seksi liturgi paroki dan para petugas liturgi yang tidak menjadikan hari raya Paskah sebagai “HARI RAYA DARI SEGALA HARI RAYA”. contoh kongkritnya adalah peringatan hari raya Paskah yang sering diadakan seadanya, dengan petugas seadanya pula. terkadang malah perayaan Hari Raya Paskah dianggap sebagai sisa2 Malam Paskah.

yang ketiga adalah orang tua yang membiasakan anak2nya memeriahkan natal dan ketika paskah seadanya saja. kalau natal beli baju baru yang bagus, kalau paskah pakai yang sudah ada saja. kalau natal masak makanan yang enak2 dan mewah, kalau Paskah masak indomi saja. kenapa tidak dibalik?

bagaimana bisa menghayati Paskah sebagai puncak perayaan iman apabila yang kelihatan (katekese, liturgi, pernak-pernik)? yang kelihatan ini malah diperlihatkan lebih meriah justru pada Natal yang bukanlah puncak perayaan iman.

PENCERAHAN dari PASTOR Yohanes Samiran

…..@Pak Onggo L: betul sekali. Marilah kita perhatikan dari tata liturginya, bandingkan liturgi Natal dan Paskah. – Paskah disiapkan secara panjang, jelas, intensif dan istimewa. Lihat Liturgi mulai Hari Minggu Palma, Kamis Putih, Jumat Agung dan terutama Malam Paskah. Hitung dan perhatikan berapa Bacaan KS, di samping beberapa simbol liturgis yang dihadirkan, mulai dari- perarakan daun palma, passio,- pencucian kaki, perarakan Sakramen Mahakudus, tuguran,- passio Jumat Agung (Injil Yohanes), penghormatan Salib,- Upacara cahaya, Maklumat Paskah (Excultet), pembaharuan janji baptis,dll …….

Bacaan dan Liturgi Natal sebenarnya aslinya (yang baku) amat sederhana seperti liturgi Minggu Biasa, baik jumlah bacaan mau pun jumlah lagu dlsb. Jadi meriah seperti sekarang karena orang tidak puas atau tidak merasa cukup Natal kok cuma gitu-gitu aja, lalu ditambahkan simbol-simbol extra ordinaria.

Jadi secara liturgis, sebenarnya kita telah dibantu untuk merasakan, dan harapannya menghayatinya demikian yakni secara berbeda, bahwa HR Paskah adalah hari LUAR BIASA …. Maka orang seharusnya terpancing untuk bertanya: mengapa sih, atau ada apa sih kok malam paskah itu liturginya atau perayaan gerejawinya luar biasa? ………………….Nah, sekarang marilah kita kupas …..

KOMENTAR dari Bp. Onggo Lukito

simbol extra yang lazim diadakan saat (malam) natal adalah lilin, yang lama kelamaan setelah jadi biasa seakan misa malam natal tanpa lilin terasa hambar. makin lama simbol lilin bernyala saat natal malah mengaburkan makna lilin bernyala saat malam paskah.

untuk natal tahun ini, paroki saya mengambil kebijakan tidak ada lilin yg dibagikan ke umat dan tidak ada pula acara mematikan lampu gereja. perarakan patung bayi Yesus tetap diadakan. semuanya ini bukan untuk mengurangi kemeriahan liturgi natal, tapi untuk mengembalikan perayaan natal sesuai kadarnya, tidak dilebih-lebihkan.

lebih baik melakukan apa yang dikehendaki TPE, yakni berlutut saat Syahadat pada bagian “yang dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria.” bagian ini adalah ciri khas misa Hari Raya Natal. ya itu saja yang mendapat tekanan, tidak perlu menyibukkan diri dengan simbol2 extra yang tidak perlu. maka katekese ke umat juga ditekankan ke arah itu, kenapa pada bagian itu saat misa kita membungkuk dan khusus pada hari raya Natal berlutut? apa maknanya?

PENCERAHAN dari PASTOR Yohanes Samiran

‎…. @Pak Onggo L: Betul sekali. Di kapel kami (walau kapel yang misa mingguan lebih dari 500 umat, dan Natal dan Paskah bisa lebih banyak lagi) – tahun lalu kebetulan Malam Natal saya memimpin ekaristinya, sudah kami lakukan seperti renca…na paroki pak Onggo. Lilin ditiadakan, karena di samping mengaburkan makna, juga mengotori kapel, membuat gaduh anak-anak, dll. Perarakan bayi masih, dibuat di awal perayaan bersama imam yang masuk …. dan sebelum Syahadat saya umumkan, bahwa khusus untuk HR Natal, jadi malam Natal dan Natal pagi (pagi hanya misa sekali saja) pada bagian “Yang dikandung dst – yang dicetak miring-” kita berlutut dan mendoakan dengan khidmat.

Perayaan tetap berjalan bagus, meriah, khidmat …. dan OK. Hehheeheee …..

PENCERAHAN dari PASTOR Liberius Sihombing

Ini sudah menyangkut animo masyarakat, baik yg kristen maupun yg non kristen. Semakin lama natal sudah mengarah ke bisnis/komersil. Pangsa pasar melihat animo masyarakat cukup menguntungkan bagi bisnis, maka tak mengherankan jika sejak akhir november semua toko-toko penuh dengan assesoris natal dan lagu-lagu natal.

Tahukah kita bahwa kebanyakan pemilik toko2 itu bukanlah kristen? Mereka bukan merayakan natal tetapi menjual produk yg ‘berbau’ natal. Akan beda misalnya jika masa paskah. Tak akan ada toko menjual assesoris paskah atau kaset paskah krn animo masyarakat rendah. Ini pertanda apa?

Perayaan yg sejatinya sederhana (krn Yesus lahir di kandang hina) justru disulap menjadi meriah dan hingar bingar.

Saya setuju dgn pernyataan di atas bahwa memang kenyataannya secara kasat mata peryaan natal kayaknya lebih wahh lebih meriah dari paskah. Tp bukan berarti itu menjadi inti perayaan. Yg utama adalah apa yg mau disampaikan kedua perayaan itu bagi kita. Semoga semangat kita menjalani 4 minggu advent tdk berkurang krn melirik tetangga kita sudah bernatal ria sejak dini. Pace e Bene

PENCERAHAN dari Pastor Christianus Hendrik

Dear friends,Pertanyaannya itu menyangkut dua hal yang memang berkaitan tapi tidak begitu saja bisa disamakan, yakni soal: PENGHAYATAN IMAN dan PRAKTEK HIDUP SEHARI2 DALAM MASYARAKAT.

PENGHAYATAN IMAN: saya kira apa yang diajarkan dan suasana yang diciptakan dalam gereja Katholik sudah benar. Tata liturgi sendiri, aturan2 yang dibuat, bacaan2, suasana yang dibangun dalam perayaan Natal dan Paskah sudah dengan sendirinya mengindikasikan bahwa Paskah itu adalah puncak hidup iman kristiani dan jauh lebih penting daripada Natal. Masalahnya kemudian:

Dalam PRAKTEK HIDUP SEHARI2 DI MASYARAKAT: Nampaknya terjadi pergeseran nilai simbol2 religius yang awalnya berpusat di Gereja2 dan di rumah2 keluarga sebagai basis gereja yang terkecil, ke simbol2 humanis industrialis yang lebih berpusat di mall, supermarket, restaurant, tempat rekreasi, dll. Contoh konkret aja, betapa kebanyakan umat Katholik yang merasa hidupnya sudah modern dan harus ikut gaya hidup modern; inginnya kalo misa itu singkat dan cepat selesai dan ingin cepat2 bisa pergi makan bareng keluarga di restaurant, pergi ke mall, stores, belanja, rekreasi, dan macem2 alasan lainnya – bahkan soal parkir pun menjadi alasan ingin cepat selesai.

Contoh2 dari teman Adiet Wibowo, Liberius Sihombing, dll di atas itu sungguh benar sebagai contoh betapa nilai2 religius-agamis dari perayaan Natal sudah beralih ke nilai2 bisnis dan industri. Saya bisanya memberi contoh di sini di tempat saya kerja-di Amrik. Jauh sebelum natal, para pemain bisnis dan industri pasar dengan jeli dan rakus cepat mengadopsi nilai2 religius dari natal seperti: cintakasih, perhatian, kepedulian, kehangatan, kekeluargaan, tindakan kasih dll sebagai alasan orang harus membeli produk mereka. Maka jangan heran bahwa kehangatan natal dan gemerlapnya akan jauh lebih mudah ditemukan di mall, store, supermarket, rastaurant, dll….sementara di gereja….masih dingin dan beku he he…

Naluri bisnis pintar memanfaatkan nilai2 keilahian dan kerohanian dari natal yang sebenarnya menjadi kerinduan semua orang, dijadikan umpan bisnis mereka, dan mereka berhasil nampaknya. Sementara Gereja yang sudah biasa dengan nilai2 tersebut lalu terlena dan kurang kreatif dalam menciptakan suasana ilahi kerohanian dari natal itu dalam gerejanya.Peralihan nilai2 simbolis natal ini nampaknya belum terlalu menjamah Paskah, tapi kalau kita tidak mensiasatinya, nantinya pelan2 naluri bisnis akan sampai ke sana juga dan berakibat sama. Setidaknya itulah sebabnya mengapa dalam dunia sehari2 Natal lebih mewarnai dunia daripada Paskah; selain tentu saja masyarakat non Kristiani lebih familiar dengan natal daripada paskah, bukan?.

Ini bukan hal yang baru. Tata kota sendiri sejak dulu sudah mengalami pergeseran yang mempengaruhi nilai2 keagamaan ke nilai2 bisnis. Sejak jaman Perjanjian Lama, tata kota selalu berpusat pada Bait Allah. Sampai jaman perkembangan Mesopotamia, kemajuan peradaban romawi, yang disebut dengan Metropolis, pusat kota, kota besar adalah Bait Allah, Basilica, Ka’bah, Masjid, Synagoge, Pura, Candi, dll… Di mana ada tempat peribadatan, di situ masyarakat berkumpul dan membangun rumahnya.Tapi sejak jaman revolusi industri, yang disebut metropolis kemudian beralih menjadi Pabrik, pasar, supermarket, dll…..sampai sekarang bukan?? Kalau anda ingin tahu mana pusat kota, ya selalu…Supermarket, stores, pasar, restaurant, hotel dll. Iklan2 rumah hunian yang baru selalu mempromosikan sebagai tempat yang nyaman karena dekat dengan pusat perbelanjaan, tempat rekreasi, rumah sakit, dan tidak ada yang mempromosikan dekat gereja dan tempat ibadat he he. Maksudnya jelas, supaya kalo habis belanja lalu shock karena uangnya habis, atau habis makan kolestrolnya mendadak tinggi, jantungnya kumat….bisa cepat2 ke rumah sakit ha ha…..Tapi syukurlah saya masih cukup sering mendengar orang Katholik kalo cari rumah, soal akses ke Gereja yang terjangkau masih menjadi pertimbangan.

So, bagaimana kita mengubah situasi yang kurang ideal itu?? Marilah umat bersama para Imamnya menciptakan dan membangun kembali nilai2 religius dan simbol2 keagamaan dari Natal dan Paskah itu ke tempat aslinya: di Gereja dan di Rumah2 anda sendiri sebagai basis gereja yang paling inti – dan bukan di mall atau di restaurant..

warm regards,P. Christianus Hendrik SCJ – South Dakota – USA

PENCERAHAN dari Pastor Yohanes Samiran:

‎…. Natal menjadi ramai karena beberapa hal: a. HR Natal berdekatan dengan HR Tahun Baru. Tahun baru dirayakan oleh semua lapisan masyarakat tanpa pandang agama. Semangat menyambut Tahun Baru – itu ikut mempengaruhi usaha komersial (toko,… dll) untuk juga menjual daya tarik pasar tersendiri, entah mulai dari discount, obral, promosi, kartu sampai ke penawaran lain.Maka orang yang tidak merayakan Natal pun merayakan Tahun Baru – dan itu ikut memberi warna dan kesan bahwa perayaannya merata dan menyentuh banyak orang. Paskah hanya dirayakan oleh kelompok kristiani saja. Di Indonesia akan amat terasa bedanya.

b. Lagu-lagu Natal yang digabungkan dengan TahunBaru juga lebih menarik daripada lagu Paskah yang diawali suasana matiraga, dan dukacita pekan suci.

c. Natal bisa jatuh di hari biasa, dan dengan demikian di kalender pun mudah dilihat ada hari raya, tanggal merah … dlsb. Paskah selalu jatuh hari Minggu, sehingga pemerintah dan pembuat Kalender umum pun banyak yang lupa mencantumkan HR Paskah itu, karena tanggalnya sama sudah merah. Coba perhatikan koleksi penanggalan umum kita: Jumat Agung – ada data Wafat Isa Almasih atau Wafat Tuhan Yesus. Tetapi Paskah tidak ada datanya (sebagian besar penanggalan umum).

…. Nah silahkan teruskan dan menambahkan ….. sehingga kita saling melengkapi.

PENCERAHAN DARI BAPAK AGUS SYAWAL YUDHISTIRA

Ya, pada dasarnya kita harus menemukan kembali inti perayaan Natal.
Pada awalnya, Natal bukan sekedar merayakan kelahiran Yesus, melainkan merayakan Teofani Allah (Penampakan Allah), dimana kelahiran Yesus hanyalah salah satunya.
Awalnya perayaan Teofani ini adalah gabungan dari misteri Kelahiran Yesus, Penyembahan Para Majus, Pembaptisan Yesus dan Mukjizat Pertama di Kana.

Seturut berjalannya waktu, perayaan Natal diperpanjang menjadi satu masa, dan peristiwa-peristiwa ini dipisah-pisah, dengan puncak perayaan ada pada Epifani.

Dalam Liturgi Romawi Gereja Latin, sisa-sisa penggabungan misteri-misteri ini masih terjejak pada Ibadat Harian.
Misalnya antifon Kidung Zakharia pada Ibadat Pagi perayan Epifani sebagai berikut:
“Hari ini Pengantin Surgawi disatukan dengan Gereja, sebab di Yordan Kristus membasuh dosa umatNya, para sarjana bergegas membawa persembahan untuk pernikahan raja, dan para tamu bergembira atas air yang diubah menjadi anggur, alleluya.”

Antifon Kidung Maria pada Ibadat Sore II perayaan epifani sebagai beriut:
“Hari ini kita merayakan tiga peristiwa suci. Hari ini para sarjana dibimbing bintang ke palungan. Hari ini air diubah menjadi anggur pada pesta perkawinan. Hari ini Kristus dibaptis oleh Yohanes di sungai Yordan untuk menyelamatkan kita, alleluya.”

Namun, Natal lama kelamaan memperoleh nuansa sekuler. Kemeriahan Natal yang kita kenal sebagian besarnya dibayangi industri komersial. Seluruh misteri perayaan pada masa Natal menjadi hambar karena seluruh daya usaha upaya dan fokus dicurahkan pada satu momen Kelahiran Yesus. Ini tampak jelas dalam usaha mempersiapkan liturgi, koor dan nyanyian yang “sloppy” atau serampangan selama masa Natal yang kurang memperhatikan bergulirnya pewahyuan diri Allah dalam diri Yesus kepada dunia.

Bagi Gereja Katolik Timur, peristiwa Yesus dibaptis di Yordan merupakan puncak liturgis masa Natal. Bagi mereka, Epifani ada bukan di penyembahan para Majus, tapi di pembaptisan Yesus. Karena pada peristiwa inilah, Teofani (penampakan diri Allah) memuncak dalam sejarah keselamatan ketika diri Tritunggal Mahakudus, seluruh keAllahan terungkap: Bapa yang menyatakan AnakNya, Roh yang mengurapi Anak, dan Anak yang lewat pembaptisanNya mengungkapkan Bapa dan Roh kepada dunia untuk pertama kalinya.

SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA
Ini sharing dari seorang pastor, lewat link WordPress Liturgi Ekaristi.

djer paul, CMF Dec 17, 5:14 am

Tak dapat disangkal bahwa praksisnya perayaan Natal lebih meriah, lebih di tunggu2 oleh umat ketimbang Paskah, seakan2 Natal yang menjadi pusat dan puncak perayaan Gereja. Keprihatinan ini sudah saatnya menjadi keprihatinan bersama, yang kemudian melahirkan suatu tuntutan katakese yang benar. Keprihatinan ini juga yang melandasi lahirnya devosi JALAN KEMULIAAN/ Via Lucis, yang sangat menggema di Seminari Claret (CMF) di Kupang-NTT.

Pastor Jose Celma, CMF , sebagai pelopor devosi ini di kupang menjelaskan bahwa, Masa Paskah tidak hanya sampai pada Perayaan Minggu Paskah, tetapi berlangsung selama 50 hari. kalau selama masa pra paskah, kita menjalankan devosi jalan salib, maka mulai paskah kita melakukan devosi jalan kemuliaan, sebagai ungkapan kegembiraan karena Kristus Bangkit. Devosi ini di buat dalam bentuk stasi2 (seperti stasi jalan salib), yang diarak adalah Lilin Paskah. pada masa paskah, Para seminaris Claretian, juga para OMK dari paroki-paroki terdekat, setiap hari minggu sore berkumpul untuk melaksanakan devosi ini. Peserta bernyanyi, menari di sekitar lilin paskah.

Mari kita mengisi masa paskah dengan kegiatan2 yang mencerminkan bahwa Paskah adalah Puncak dari semua perayaan Gereja.

Gereja Latin harus mulai memperhatikan lagi seluruh konsistensi Liturgi masa Natal sebagai koreksi bersama.

Posted in n. ADVEN - NATAL | Leave a Comment »

PESTA TIGA RAJA (EPIPHANI)

Posted by liturgiekaristi on March 10, 2011


Pertanyaan :

Liturgi natal kita itu kan berpusat pada Yesus Kristus. Mengapa pada masa natal kita merayakan juga pesta tiga Raja dari Timur. Apa ya, makna perayaan ini bagi kita? Sikap batin kita seharusnya bagaimana dalam mengikuti perayaan khusus ini??

PENCERAHAN oleh Pastor Philipus Seran :

Pesta tiga raja atau Epiphani, tetap berpusat kepada Kristus. Sepertinya penggunaan istilah “tiga raja” tuh rancu. Istilah tepatnya EPIPHANI yang adalah pengungkapan (inkarnasi) Allah kepada umat manusia (dan segala bangsa) dalam diri PuteraNya Yesus Kristus, Sang Sabda yang telah menjadi manusia. Maka selain Natal, masih ada 3 perayaan yang dirayakan sesudahnya di bulan januari yakni Epiphani (yang disebut pesta tiga raja) juga pesta Pembabtisan Yesus di Sungai Yordan dan pesta Perjamuan perkawinan di Kana; inilah yang disebut juga THEOPHANI.

Ketiga perayaan terakhir ini dirayakan secara meriah oleh Gereja² Timur / Ortodoks, yang dimulai dengan perayaan Epiphani sebagai perayaan Natal mereka. Ke empat perayaan ini merupakan penampakan atau pengungkapan diri Allah menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus, Sang Mesias. Natal lebih menunjukkan kelahiran Yesus dalam kemanusiaanNya, ketiga perayaan yang lain itu merupakan penampakan diri Allah sebagai Mesias.

Jadi tinggal kita memaknai saja…. sudah sangat bagus pesta Epiphani sudah dimeriahkan anak² SEKAMI, sebagai HARI ANAK MISIONER atau HARI SEKAMI. Apakah kita umat memaknainya sebagai Hari Raya Gereja? atau hanya pestanya anak² sekolah minggu atau SEKAMI ??

Posted in n. ADVEN - NATAL | Leave a Comment »

ADVEN – Bolehkah umat Katolik hadir dalam undangan perayaan Natal?

Posted by liturgiekaristi on March 10, 2011


Pertanyaan umat :

Tiap menjelang natal, saya sering diundang teman saya yang kristen non Katholik untuk merayakan natal, tapi sering perayaannya jauh sebelum tanggal 25Desember. Bagaimana kita mensikapi hal ini sebagai orang Katholik, karenasetahu saya kita baru merayakan natal pada tanggal 25 Desember?? Mau menolaktapi susah member…i jawabnya he he..”.

PENCERAHAN dari Pastor Christianus Hendrik

Dear friends,

Dalam hal2 semacam ini ada yang disebut sebagai “kebijakan hidup” – tidak selalu tertulis sebagai aturan, tapi kiranya kita punya “rasa” dalam hidup bermasyarakat.Beragama itu bukannya membuat kita terasing dan menjadi sulit dalam hidup bermasyarakat, tapi justru seharusnya mempermudah dan menjembatani hubungan kita dengan yang lain.

namun harusnya sebagai orang Katholik, identitas kita harus jelas dulu pertama2; dipahami sepenuhnya mana yang menjadi milik kita, ciri khas kita dan dasar2 iman kita; baru kemudian kita tahu harus bagaimana mensiasati kehidupan bermasyarakat atas dasar iman kita.

Waktu saya tugas di paroki, sering juga diundang untuk natalan oekumene dari teman2 gereja lain. Prinsipnya saya menjelaskan: bahwa sebelum tanggal 25 Des, saya sebagai orang Katholik punya program pengembangan iman saya bersama umat dengan apa yang kami sebut masa Advent. Ini masa2 penting bagi kami secara rohani, spiritual dan bahkan fisik mempersiapkan diri secara matang agar sungguh layak menerima Dia yang akan datang pada saat natal dan juga yang akan datang dalam hidup saya. Tidak ada yang lebih penting dari upaya menjadikan diri saya sepantasnya bagi Dia yang mau datang untuk diri saya.

Maka kemudian saya katakan: “Kalau kamu mau mengerti saya dan menghormati saya, kamu tahu bahwa seharusnya saya tidak akan datang untuk perayaan yang belum waktunya bagi saya. Tetapi kalo kamu sulit mengerti saya, ya tidak apa2, saya akan datang hanya karena saya menghormati kamu yang mengundang saya, tidak lebih dari itu” Pertimbangan itupun bagi saya harus dipertegas dengan situasi yang saya hadapi. Kalo undangan itu menempatkan saya sebagai tamu yang vital, mempengaruhi suasana, atau terlibat dalam salah satu acara untuk memeriahkan, atau harus berbicara di depan publik…ya sebagai cara menghormati mereka ya saya datang saja. Tapi kalo undangan itu sifatnya sekedar undangan sebagai tamu biasa, tanpa peran apa2, ya biasanya saya jelaskan seperti di atas dan setelah itu tidak perlu datang.So, saya kira anda masing2 yang paling tahu situasinya dapat secara bijaksana menentukan sendiri perlu datang atau tidak. Yang penting kita tahu yang seharusnya, lalu tahu juga yang sebaiknya.

Salam hangat,P.Christianus Hendrik SCJ – South Dakota – USA

Posted in n. ADVEN - NATAL | Leave a Comment »

LITURGI MALAM NATAL DAN LITURGI HARI NATAL – Apa bedanya?

Posted by liturgiekaristi on March 10, 2011


Pertanyaan seorang umat

“Apakah liturgi malam natal itu sama dengan liturgi Natal pagi yang biasanyauntuk anak2? Kalau saya sudah mengikuti misa malam natal apakah diperbolehkanpagi harinya ikut merayakan misa natal lagi?”. Mari sharing.

Pencerahan dari Pastor Christianus Hendrik

Dear Friends,

Kiranya ada dua pertanyaan dengan dua pengertian yang berbeda: Soal Liturginya, apakah sama?? Dan pertanyaan kedua: Apakah boleh atau tidak ikut misa natal pagi setelah malam sebelumnya ikut misa natal?

Yang disebut liturginya sama itu misalnya misa kudus pada hari minggu masa biasa. Dikarenakan jumlah umat yang terlalu banyak, maka tak mungkin diadakan hanya satu kali misa saja. Sering dalam satu paroki diadakan 3 atau 4 kali misa atau bahkan ada yang 6-7 kali dalam sehari sejak sabtu sore sampai minggu sore!. Praktis bacaannya sama, doa2nya sama, bahkan mungkin khotbahnya juga sama kalo Imam yang bertugas sama; yang berbeda mungkin hanya para petugas2 dan nyanyian2nya.

Liturgi malam natal dengan natal pagi jelas berbeda, itu bisa dilihat dari bacaannya yang berbeda, doa2nya juga berbeda. Maka dari segi pemahaman, pemaknaan jelas berbeda. Minimal ada tiga Misa Kudus yang berbeda yakni malam Natal 24 Desember, kemudian fajar 25 Desember pagi dan akhirnya (menjelang) siangnya. Perbedaannya lebih terletak pada pemahaman/penghayatan tentang sejarah kelahiran Sang Emanuel yang perlu kita renungkan bersama sebagai kekuatan hidup iman kita.

Soal boleh atau tidak, tentu saja boleh! Tetapi kiranya pertanyaan ini lebih ditujukan kepada saudara/i yang mungkin berpandangan: Ah, tidak perlu misa pagi lagi karena toh sama saja sudah ikut malamnya…maka jawabannya tentu tidak semudah dan sesederhana itu. Misa natal pagi juga bukan sesederhana ‘hanya’ demi mereka yang berhalangan ikut pada malam harinya atau demi anak2 yang tidak bisa ikut karena larut malam.Lihatlah perbedaan dalam tekanan yang mau disampaikan:

Misa malam natal: memberi tekanan tentang kelahiranNya yang sudah terjadi sejak awal, yakni dalam kehendak Bapa di surga untuk mengangkat martabat manusia ke dalam sejarah keselamatanNya(Luk 2:1-14: Maria melahirkan di Betlehem=Ajakan bagi kita semua untuk menyerahkan kemanusiaan kita (sejarah manusia) untuk dimasukkan/diikutsertakan dalam Sejarah Keselamatan oleh Tuhan).

Misa natal fajar hari: Permenungan lebih berpusat pada Peristiwa yang mengabarkan lahirnya Kristus di dalam kehidupan orang beriman yang pertama, yakni para gembala (Luk 2:15-20: Para gembala=Pewarta2 pertama yang mengundang kita semua untuk ikut sujud dan menyembah ke hadapan sang Bayi Penyelamat, dan selanjutnya menjadi pewarta kabar baik bagi dunia)

Misa siang hari: Permenungan lebih mengarah pada pemahaman peristiwa kelahiran Kristus secara rohani di dalam kehidupan orang beriman (Yoh 1:1-18, menegaskan bahwa sang Sabda ini sudah ada sejak semula= Peristiwa Inkulturasi Allah itu akhirnya bukan hanya fakta sejarah, tetapi menjadi rencana Keselamatan Allah dan sekaligus sebagai dasar iman kita yang tak tergoyahkan)

Selamat mempersiapkan diri menyambut natal, Tuhan memberkati kita semua.

Warm regards,P. Christianus Hendrik SCJ – SOuth Dakota Mission – USA

Posted in n. ADVEN - NATAL | 1 Comment »

SINTERKLAS/SANTA CLAUS – Siapakah dia?

Posted by liturgiekaristi on March 10, 2011


Sinterklas/santa claus . Nampaknya lebih sebagai dongeng2 yang digemari anak2 kecil yang belum mengerti rekayasa orang2 tua dan orang tua mereka sendiri demi menyenangkan mereka dan membuat suasana khusus yang berkesan dan fun menjelang dan sekitar natal. Kesannya lebih komersial dan menjadi berita2 dan entertainment menarik di acara2 TV dan di mall/stores selama masa natal.

Sinterklas seringkali berarti pengeluaran extra bagi orang tua untuk keluarga terutama anak2nya. Namun ada sisi positifnya di mana tradisi dongeng “pak tua berjanggut putih dari kutub utara” ini menjadi ikon orang tua yang penuh kasih bagi anak2 kecil. Juga di balik riuh ramai dan fun-nya yang serba gemerlap, mau ditampilkan juga dorongan untuk memacu anak2 kecil bersikap baik, menjadi anak manis dan nurut sama orang tua; rajin berdoa dan….terutama membangun semangat dan spirit kebaikan! mempengaruhi anak2 sejak kecil untuk percaya akan keajaiban natal! akan campur tangan kasih Allah kepada orang2 yang baik dan mengingatkan anak2 yang berperilaku buruk dan kurang percaya pada ‘penyelenggaraan Ilahi’ untuk terbuka hatinya bagi banyak keajaiban….Itulah kesan yang dirasakan lewat sosok pribadi Santaklaus atau sinterklas ini.

Tradisi dan dongeng2 sekitar santa klaus sendiri bisa ditemukan banyak di inet, dari mana munculnya tradisi ini….dan bagaimana akhirnya peran Santaklaus ini sudah sejak lama ‘dicuri’ dari lingkungan gereja dan dimiliki sekarang oleh pengusaha2 di mall, acara entertainment dan film2; dan menjadi konsumsi publik untuk komersial.

“Spirit keajaiban natal” sendiri, yang dimunculkan oleh icon Sinterklas dan keajaiban kasih Allah yang memulihkan suatu hubungan yang rusak dalam keluarga, kehangatan cinta yang rusak dan dibangun kembali melalui tokoh legendaris ini nampaknya belum sungguh menyentuh hakekat penokohan sinterklas di Indonesia….

Posted in n. ADVEN - NATAL | Leave a Comment »

NATAL – Kapan hiasan patung tiga raja ditempatkan di kandang Natal?

Posted by liturgiekaristi on March 10, 2011


Pertanyaan umat:

“Saya mudika yang sering terlibat mendekorasi gereja untuk natal. Saya mau tanya,hiasan patung2 tiga Raja itu apakah benar tidak boleh ditaruh di sekitar guasampai bulan Januari pada saat pesta tiga raja2? Kalo benar emangnya kenapaharus begitu??”.

Pencerahan dari Pastor Liberius Sihombing:

Menurut sy, perayaan Natal mulai dari malam Natal, oktaf natal, evifani sampai pada pembaptisan Tuhan (sblm masuk masa biasa) merupakan satu kesatuan pengenangan akan kelahiran Yesus. Kandang natal adalah suatu cara untuk membantu kita menghayati kisah itu yg direpresentasi degn membuat patung2 utk membantu kita mengerti dan memahami kisah tersebut, entah itu patung malaikat, manusia (3 raja dari Timur), anak gembala dan semua jenis ternak. Dalam dekorasi natal, oleh karena perayaan sepanjang natal itu adalah satu kesatuan [tanpa ada pemisahan2] maka segala hal yg terkait dgn masa natal itu dipadukan bersama, termasuk penempatan 3 patung orang majus dari timur. Sejauh sy mengerti tidak ada ajaran yg mengatakan bhwa patung orng majus itu tdk bisa ditempatkan

sampai pada bulan januari pada pesta 3 raja’ sama seperti pertanyaan si mudika

Tp perlu ditata posisinya supaya menunjukkan kisah orng yg sdng dlm perjlanan mencari ‘Bintang Kejora’ yg diwartakan malaikat Tuhan. Maka soal penempatan patung majus itu, kepada mudika yg bertanya, tdk usah menjadi cemas atau malah jd berkurang imannya krn mendapat informasi yg mungkin kurang tepat. Silakan dekorasi kandang natal oleh karena iman dan utk membntu umat Allah semakin beriman [skedar info: di tmpat sy tugas ga ada patung lain selain patung kanak2 Yesus, Maria dan Yosef. Mengapa? Krn kurang uang membeli patung gua natal yg lengkap…hehe just kidding]. Mt adven

PENCERAHAN dari Bapak Onggo Lukito :

Gunanya goa natal kan untuk mempermudah penghayatan umat beriman pada peristiwa yang sedang dirayakan. Kita tidak menaruh patung bayi Yesus, Yosep, Maria, malaikat dan gembala pada Minggu Adven IV misalnya, karena Minggu itu tidak merayakan kelahiran. Patung2 tersebut baru akan ditaruh ketika menjelang menjelang malam Natal ketika kita merayakan kelahiran Yesus.

Begitu juga dengan patung tiga raja baru diletakkan saat Epifani yang akan jatuh 2 Januari mendatang, untuk membantu umat menghayati perayaan hari itu. Umat yang tadinya tidak melihat patung tiga raja saat HR Natal, tentu akan melihat sesuatu yang beda ketika patung tersebut sudah diletakkan. Dari situ diharapkan umat lebih menghayati.

Kalau pertanyaannya apakah boleh meletakkan patung tiga raja sebelum epifani? Ya tidak apa2 juga. Seperti yang dibilang Romo Liberius meletakkan patung tiga raja sejak awal bisa memperlihatkan satu kesatuan peristiwa. Maka sebaiknya konsultasikan dengan Romo Paroki karena berkaitan dengan isi homili yang akan mereka sampaikan pada masa2 itu.

PENCERAHAN dari Pastor Yohanes Samiran

‎…..Tradisi gua Natal mulai populer sejak dimulai oleh Fransiskus Assisi. Setidaknya begitulah tradisi yang diyakini di Italia (kalau kita mengunjungi Assisi, terutama di Basilika St Maria degli Angeli, di mana Fransiskus pertama kali membuat gua natal).

Untuk peletakan sejumlah patung, tidak ada aturan baku, baik menyangkut penempatan maupun waktu periodisasinya. Patokannya adalah karena Gua Natal itu maksudnya untuk membantu mempermudah penyampaian pesan Natal, maka imaginasikanlah kisah dalam Injil itu.

Maka, untuk penempatan patung 3 raja sebelum peristiwa epifani, tentu saja bisa mempertimbangkan beberapa hal praktis:

a. Di mana misa dirayakan rutin, apalagi juga harian, maka akan amat baik kalau memang patung 3 raja atau sarjana dari timur itu dipasang saat Hari Raya Penampakan Tuhan (Epifani), sebenarnya tanggal resminya adalah 6 Januari; tetapi karena alasan praktis bisa dirayakan pada Hari Minggu yang dekat dengan tanggal itu, setelah Minggu Keluarga Kudus.

b. Untuk tempat (kapel, stasi, dll) yang perayaan Natal hanya dibuat sekali itu, karena banyak tempat misa sehingga di tempat itu hanya bisa dirayakan sekali saja, maka artinya tidak akan ada perayaan Epifani di tempat itu, maka patung 3 raja sebaiknya dipasang saat Perayaan Natal dirayakan.

Tujuannya, patung dan gambaran gua itu bisa menjadi sarana pengajaran dan refleksi iman umat, dan khususnya orang tua mengajarkan kepada anak-anaknya. Sekaligus di tempat Misa rutin dirayakan, dan patung 3 raja baru dipasang saat Epifani, tentu menguntungkan untuk menata kembali dekorasi gua Natal yang hampir sekitar 10 hari lalu dibuat itu, agar kembali segar, semarak, dan membantu penghayatan iman umat.

salam,Yohanes

Posted in n. ADVEN - NATAL | Leave a Comment »

MALAM NATAL – Upacara pembaptisan pada malam Natal

Posted by liturgiekaristi on March 10, 2011


Pertanyaan umat :

Natal tahun lalu saya ingat di paroki saya ada hampir 50-an orang yang dibaptis. Tapiwaktu itu upacara pembaptisannya sangat singkat, langsung pembaptisan denganair saja. Padahal waktu saya dibaptis upacaranya cukup lama dan banyak simbolmacam2. Apakah pembaptisan waktu malam natal itu khusus?”



PENCERAHAN dari Pastor Christianus Hendrik:

Saya tidak tahu persis situasinya yang terjadi dalam pembaptisan malam Natal yang dimaksud. Tetapi kiranya pembaptisan yang sebenarnya, kapanpun dilaksanakan tentu dengan ritual yang baku sesuai buku panduan pembaptisan. Tidak ada yang special apakah itu mau waktu natal atau Paskah atau di hari2 biasa. Yang special mungkin dari kesan orang yang dibaptis itu sendiri; mungkin kalo baptisan malam Paskah lebih mengena karena secara konkret ikut dalam peristiwa wafat dan kebangkitan Kristus sendiri.

Menilik situasinya, kiranya ada pertimbangan tersendiri mengapa upacara pembaptisan malam natal itu lebih singkat, beda dengan pembaptisan di luar malam Natal. Bisa dibayangkan, jumlah 50-an calon baptis, ditambah ritual khusus malam natal, dengan lagu2 yang pasti meriah, jumlah umat yang datang lebih banyak…, tentunya akan memakan waktu yang cukup panjang kalo ritual pembaptisan diadakan selengkapnya pada waktu yang sama.

Maka dugaan saya kemungkinan sebagian upacara pembaptisan sudah diadakan sore hari sebelumnya (di luar misa malam natal) khusus hanya Imam bersama para calon baptis-bersama wali baptis dan keluarga tentunya. Ini memungkinkan sebagai langkah pastoral untuk mempersingkat upacara pada malam Natal. Ritual pembaptisan seperti ibadat sabda, perminyakan, doa2, dll sudah dilakukan sore hari sebelumnya; lalu pada waktu malam Natal para calon Baptis tinggal menerima pembaptisan dengan air dan forma yang lengkap. Hal itu tidak mengurangi makna pembaptisan dan juga tidak menyita terlalu banyak perhatian untuk perayaan natal itu sendiri. Sebaiknya memang dalam mengambil langkah yang demikian Imam perlu menjelaskan prosesnya kepada umat yang hadir bahwa sudah sebagian upacara diadakan sebelumnya, supaya tidak ada salah pengertian. Kiranya begitu.

Salam hangat.

P. Christianus Hendrik SCJ – South Dakota – USA

Posted in n. ADVEN - NATAL | Leave a Comment »

MALAM NATAL – Perarakan kanak-kanak Yesus, bagaimana praktek yang disarankan untuk gereja di Indonesia?

Posted by liturgiekaristi on March 10, 2011


PERTANYAAN FANS : kalau di indonesia, prakteknya sebaiknya gimana romo?

PENCERAHAN dari Pastor Yohanes Samiran:

Kalau saya sih (maaf ini pendapat pribadi, karena memang tidak ada pedoman baku liturgis perarakan bayi ke palungan), perarakan tetap di tempatkan di luar liturgi baku Misa Natal.

a. Kalau seperti di Indonesia karena Gua Natalnya dibuat di sekitar altar, artinya dibagian depan umat, maka sebaiknya dilakukan perarakan sebelum Misa Natal … sehingga perarakan bersama imam masuk dan setelah diletakkan bisa diberkati bersama saat pemberkatan umum altar di awal misa kudus itu. Setelah itu semua liturgi berjalan normal.

b. Kalau gua di luar altar, lihat dalam kasus yang disharingkan Rm Albertus Widya Rahmadi Putra – seperti di Basilika St Petrus Roma, Gua Natal ada di dekat pintu masuk; maka perarakan dibuat setelah Misa Natal selesai. Selama Misa Natal kanak-kanak yang akan diarak diletakkan di tempat yang pantas di sekitar altar, dan dengan demikian perarakan lebih mudah, rapi, dan memang maknanya nyambung, bahwa Perayaan Liturgis Natal sudah dirayakan, kini umat meneruskan permenungan pribadinya bersama Kanak-kanak Yesus dalam palungan.

Itu pendapat saya. Kalau dipandang OK, silahkan dipertimbangkan. Tetapi bagaimana pun, sebaiknya untuk hal yang memang merupakan ekspresi atau ungkapan tambahan begini dibicarakan sebelumnya dengan pastor paroki atau pastor yang akan merayakan Misa Natal itu.

NB. Tambahan, kalau di suatu paroki karena tuntutan keadaan lalu harus dirayakan Misa Malam Natal 2 kali, maka kanak-kanak yang sudah diletakkan di palungan tidak perlu diambil ulang hanya demi upacara perarakan itu. Sebaiknya yang melakukan perarakan satu saja, dan paling tepat ya yang misa pertama. Ini perlu disadari bahwa perarakan bukan hal esensial. Maka pastor dalam khotbah cukup menjelaskan tentang hal ini. Umat yang misa kedua saya kira akan maklum. Hal yang sama terjadi kalau Misa Malam Paskah dengan pemberkatan Lilin Paskah, ya sebaiknya satu lilin itu diberkati sekali saja.

Posted in n. ADVEN - NATAL | Leave a Comment »