Seputar Liturgi Ekaristi Gereja Katolik

Seputar Liturgi Ekaristi Gereja Katolik

  • Majalah Liturgi KWI

  • Kalender Liturgi

  • Music Liturgi

  • Visitor

    free counters

    widget

    Please do not change this code for a perfect fonctionality of your counter
    widget

    Free Hit Counters

    widget

    Please do not change this code for a perfect fonctionality of your counter
    widget

    free statistics

    widget

    Please do not change this code for a perfect fonctionality of your counter
    widget

    hit counters



    widget flash

    widget

    Please do not change this code for a perfect fonctionality of your counter
    widget

    web page counter

  • Subscribe

  • Blog Stats

    • 1,255,652 hits
  • Kitab Hukum Kanonik, Katekismus Gereja Katolik, Kitab Suci, Alkitab, Pengantar Kitab Suci, Pendalaman Alkitab, Katekismus, Jadwal Misa, Kanon Alkitab, Deuterokanonika, Alkitab Online, Kitab Suci Katolik, Agamakatolik, Gereja Katolik, Ekaristi, Pantang, Puasa, Devosi, Doa, Novena, Tuhan, Roh Kudus, Yesus, Yesus Kristus, Bunda Maria, Paus, Bapa Suci, Vatikan, Katolik, Ibadah, Audio Kitab Suci, Perjanjian Baru, Perjanjian Lama, Tempat Bersejarah, Peta Kitabsuci, Peta Alkitab, Puji, Syukur, Protestan, Dokumen, Omk, Orang Muda Katolik, Mudika, Kki, Iman, Santo, Santa, Santo Dan Santa, Jadwal Misa, Jadwal Misa Regio Sumatera, Jadwal Misa Regio Jawa, Jadwal Misa Regio Ntt, Jadwal Misa Regio Nusa Tenggara Timur, Jadwal Misa Regio Kalimantan, Jadwal Misa Regio Sulawesi, Jadwal Misa Regio Papua, Jadwal Misa Keuskupan, Jadwal Misa Keuskupan Agung, Jadwal Misa Keuskupan Surfagan, Kaj, Kas, Romo, Uskup, Rosario, Pengalaman Iman, Biarawan, Biarawati, Hari, Minggu Palma, Paskah, Adven, Rabu Abu, Pentekosta, Sabtu Suci, Kamis Putih, Kudus, Malaikat, Natal, Mukjizat, Novena, Hati, Kudus, Api Penyucian, Api, Penyucian, Purgatory, Aplogetik, Apologetik Bunda Maria, Aplogetik Kitab Suci, Aplogetik Api Penyucian, Sakramen, Sakramen Krisma, Sakramen Baptis, Sakramen Perkawinan, Sakramen Imamat, Sakramen Ekaristi, Sakramen Perminyakan, Sakramen Tobat, Liturgy, Kalender Liturgi, Calendar Liturgi, Tpe 2005, Tpe, Tata Perayaan Ekaristi, Dosa, Dosa Ringan, Dosa Berat, Silsilah Yesus, Pengenalan Akan Allah, Allah Tritunggal, Trinitas, Satu, Kudus, Katolik, Apostolik, Artai Kata Liturgi, Tata Kata Liturgi, Busana Liturgi, Piranti Liturgi, Bunga Liturgi, Kristiani, Katekese, Katekese Umat, Katekese Lingkungan, Bina Iman Anak, Bina Iman Remaja, Kwi, Iman, Pengharapan, Kasih, Musik Liturgi, Doktrin, Dogma, Katholik, Ortodoks, Catholic, Christian, Christ, Jesus, Mary, Church, Eucharist, Evangelisasi, Allah, Bapa, Putra, Roh Kudus, Injil, Surga, Tuhan, Yubileum, Misa, Martir, Agama, Roma, Beata, Beato, Sacrament, Music Liturgy, Liturgy, Apology, Liturgical Calendar, Liturgical, Pope, Hierarki, Dasar Iman Katolik, Credo, Syahadat, Syahadat Para Rasul, Syahadat Nicea Konstantinople, Konsili Vatikan II, Konsili Ekumenis, Ensiklik, Esniklik Pope, Latter Pope, Orangkudus, Sadar Lirutgi

Archive for the ‘5. Bagian Komuni’ Category

Apakah seorang Katolik atau sebaliknya seorang protestan bisa diizinkan untuk menerima roti dan anggur dalam gereja lain?

Posted by liturgiekaristi on February 6, 2013


Pertanyaannya:

1) Apakah seorang Katolik atau sebaliknya seorang protestan bisa diizinkan untuk menerima roti dan anggur dalam gereja lain?

2) Apakah penghayatan “roti dan anggur” menjadi Tubuh dan Darah Kristus dalam Gereja Katolik sama dengan gereja/denominasi lain?

PENCERAHAN DARI ROMO CHRISTIANUS HENDRIK SCJ

1) Apakah seorang Katolik atau sebaliknya seorang protestan bisa diizinkan untuk menerima roti dan anggur dalam gereja lain?
Untuk pertanyaan ini jawabnya simple: Pada prinsipnya orang yang non Katolik tidak diperkenankan menerima komuni-entah dalam rupa roti dan/atau anggur. Hal yang sama juga berlaku untuk orang Katolik (sudah baptis) tapi belum menerima komuni pertama-tidak diperkenankan.
Untuk sebaliknya, apakah orang Katolik boleh menerima roti dan anggur dalam gereja2 non katolik, itu bukan kapasitas kita untuk memutuskan boleh atau tidak-tergantung kebijakan dalam gereja2 tersebut. Dasar argumen2 di atas bisa dipahami dalam alur penjelasan pertanyaan kedua.

2) Apakah penghayatan “roti dan anggur” menjadi Tubuh dan Darah Kristus dalam Gereja Katolik sama dengan gereja/denominasi lain?
Jawabnya: Tidak sama. Ekaristi yang sesungguhnya, seperti yang dipahami dalam Gereja Katolik, hanya bisa terjadi/sah/sesuai dengan hakekat Ekaristi sepenuhnya, jika menggunakan materi yang sah, di dalam tindakan dan kata2 ( Forma dan Actuosa) yang dilakukan oleh Imam tertahbis, sesuai dengan ajaran gereja Katolik. Maka, seperti apapun namanya, bentuknya, ritualnya, selama itu tidak dilakukan oleh Imam tertahbis, tidak dapat disebut Ekaristi seperti yang dipahami oleh Gereja Katolik. Dalam hal ini menjadi jelas, Ekaristi hanya ada dan bisa dimungkinkan terjadi dalam gereja Katolik yang memiliki Imam2 tertahbis-kecuali memang ada Imam2 tertahbis seperti kita akui di luar gereja Katolik, apa mungkin??. Di luar itu, sekalipun namanya sama: Ekaristi; tidak bisa dipandang sebagai sama saja dengan Ekaristi yang dipersembahkan oleh Imam tertahbis dalam gereja Katolik.

Hal itu menjadi argumen yang tidak bisa disangkal karena faktanya hanya di dalam Gereja Katolik pemahaman yang sebenarnya dari Ekaristi menyangkut jauh sampai kepada pengetahuan dan pengakuan iman akan perubahan substansial roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Tuhan.
Sejauh saya ketahui dan pahami, hanya Gereja Katolik yang mengamini bahwa Ekaristi bukan hanya sekedar ‘upacara’ atau ‘ritual’ pengenangan masa lalu akan perjamuan malam terakhir Tuhan kita Yesus Kristus – seperti banyak dipahami oleh gereja2 non Katolik. Bagi kita orang Katolik, Ekaristi adalah ‘Perayaan’ (bukan upacara pengenangan saja) yang artinya sungguh menghadirkan kembali Misteri Perjanjian Baru dan Kekal akan perjamuan Tubuh dan Darah Tuhan.
Maka dari itu, hanya dalam gereja Katolik dipahami sepenuhnya arti Anamnese: WafatMu kami kenangkan(aspek pengenangan masa lalu), kebangkitanMu kami muliakan (Aspek kehadiran sekarang, peristiwa penebusan/penyelamatan itu setiap kali dihadirkan kembali dalam tindakan institusional yang dilakukan Imam saat konsekrasi); kedatanganMu kami rindukan (Aspek Parusia, penantian sampai akhir jaman, keselamatan yang sepenuhnya). Adakah gereja2 non Katolik sampai pada pemahaman dan doktrin yang sedemikian lengkap menyangkut tiga masa: dulu, sekarang, dan yang akan datang seperti dalam gereja Katolik? Saya meragukannya.

Jadi kesimpulannya: Orang Katolik, dan hanya orang yang beriman secara Katolik yang bisa memahami makna Ekaristi yang sepenuhnya sebagai Perjamuan yang memberi jaminan keselamatan. Di luar itu, meskipun namanya mungkin sama, tapi maknanya tentu saja berbeda. Yang paling sering dipahami umum, gereja2 non Katolik memandang Ekaristi mereka sebagai pengenangan belaka, sebagai perjamuan belaka, sama seperti makan dan minum sehari2; namun tidak sampai menyentuh aspek ‘menghadirkan kembali’ karya penyelamatan itu setiap kali Ekaristi dipersembahkan, dan tidak sampai menyentuh aspek transformatif-substansial perubahan roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Tuhan. Maka tidak heran, mereka bisa menggunakan materi apa saja yang menyerupai ‘roti dan anggur’, tidak seperti dalam gereja Katolik yang memiliki aturan ketat akan wujud ‘materi’ roti dan anggur yang dipergunakan dalam Ekaristi.

PENCERAHAN DARI ROMO INNO NGUTRA

Dari sisi Hukum Gereja Katolik

Kanon 844 § 1 Para pelayan katolik menerimakan sakramen- sakramen secara licit hanya kepada orang-orang beriman katolik, yang memang juga hanya menerimanya secara licit dari pelayan katolik, dengan tetap berlaku ketentuan § 2, § 3 dan § 4 kanon ini dan Kanon 861 § 2.

§ 2 Setiap kali keadaan mendesak atau manfaat rohani benar-benar menganjurkan, dan asal tercegah bahaya kesesatan atau indiferentisme, orang beriman kristiani yang secara fisik atau moril tidak mungkin menghadap pelayan katolik, diperbolehkan menerima sakramen tobat, Ekaristi serta pengurapan orang sakit dari pelayan-pelayan tidak katolik, jika dalam Gereja mereka sakramen-sakramen tersebut adalah sah.

§ 3 Pelayan-pelayan katolik menerimakan secara licit sakramen- sakramen tobat, Ekaristi dan pengurapan orang sakit kepada anggota- anggota Gereja Timur yang tidak memiliki kesatuan penuh dengan Gereja katolik, jika mereka memintanya dengan sukarela dan berdisposisi baik; hal itu berlaku juga untuk anggota Gereja-gereja lain, yang menurut penilaian Takhta Apostolik, sejauh menyangkut hal sakramen-sakramen, berada dalam kedudukan yang sama dengan Gereja-gereja Timur tersebut di atas.

§ 4 Jika ada bahaya mati atau menurut penilaian Uskup diosesan atau Konferensi para Uskup ada keperluan berat lain yang mendesak, pelayan-pelayan katolik menerimakan secara licit sakramen-sakramen tersebut juga kepada orang-orang kristen lain yang tidak mempunyai kesatuan penuh dengan Gereja katolik, dan tidak dapat menghadap pelayan jemaatnya sendiri serta secara sukarela memintanya, asalkan mengenai sakramen-sakramen itu mereka memperlihatkan iman katolik dan berdisposisi baik.

§ 5 Untuk kasus-kasus yang disebut dalam § 2, § 3 dan § 4, Uskup diosesan atau Konferensi para Uskup jangan mengeluarkan norma- norma umum, kecuali setelah mengadakan konsultasi dengan otoritas yang berwenang, sekurang-kurangnya otoritas setempat dari Gereja atau jemaat tidak katolik yang bersangkutan.

Penjelasan singkat:

1) Sakramen Ekaristi berkaitan erat dengan tahbisan suci (imamat) yang diterima oleh para imam, yang diberikan oleh uskup. Oleh karena itu, ukurannya adalah umat katolik (Dalam keadaan mendesak) bisa menerima sakramen itu dari imam atau pendeta/pastor dari gereja lain asalkan pastor itu mendapatkan tahbisan uskup. Di sini sangat susah untuk menerima sakramen dari seorang pendeta karena mereka tidak menerima tahbisan imamat dari uskup. Hal ini sangat lain bila kita terapkan pada imam dari Anglikan atau Gereja Ortodox

2) Dalam keadaan bahaya maut atau karena keadaan di mana tidak ada pastor atau pelayan dari gereja lain, maka baik para pastor maupun para pelayan dari gereja lain bisa menerimakan kepada umat ATAS PERMINTAAN SI PENERIMA. Dan, ini berlaku baik bagi umat Katolik maupun umat protestan atau Kristen lainnya.

3) Contoh kasus misalnya: Dalam nikah campur yang diadakan di gereja Katolik, maka pasangan bisa diizinkan untuk menerima sakreman Ekaristi sejauh memenuhi syarat menimal yakni percaya bahwa itu adalah Tubuh dan Darah Kristus. Dan untuk mendapatkan hal ini biasanya diadakan wawancara (tanya jawab) dengan calon selama masa persiapan nikah.

4) Soal apakah dari protestan bisa terima komuni di Gerja Katolik atau tidak sangat tergantung pada keputusan gereja mereka (Kanon 844 & 5 dan penjelasan pastor Hendrik Christianus, namun perlu diperhatikan lagi aturan Gereja Katolik sebagai syarat untuk mengizinkan seseroang menerima komuni di dalam gereja (nomor 4)

PENCERAHAN DARI PASTOR PHILIPUS SERAN

Liturgi kita dalam Gereja Katolik adalah adalah liturgi resmi Gereja yang berlaku universal dalam Gereja Katolik, dengan segala doktrin, ajaran praturannya. Sedangkan ibadat dalam Protestan, sebagaimana penafsiran Kitab Suci sangat menekankan secara pribadi, lebih bersifat pribadi, entah itu secara perorangan atau dalam komunitas gereja tertentu… yah tergantung pendetanya atau pengurus gerejanya. Tentu saja berimplikasi pada penghayatan dan makna dari Perjamuan Tuhan yang dirayakan, yang memang tidak sama dengan kita di Gereja Katolik dalam menghayati makna Ekaristi.

PENCERAHAN DARI BP. ALBERTUS WIBISONO

KGK 1396 – Kesatuan Tubuh Mistik: Ekaristi membangun Gereja. Siapa yang menerima Ekaristi, disatukan lebih erat dengan Kristus. Olehnya Kristus menyatukan dia dengan semua umat beriman yang lain menjadi satu tubuh: Gereja. Komuni membaharui, memperkuat, dan memperdalam penggabungan ke dalam Gereja, yang telah dimulai dengan Pembaptisan. Di dalam Pembaptisan kita dipanggil untuk membentuk satu tubuh Bdk. 1 Kor 12:13.. Ekaristi melaksanakan panggilan ini: “Bukankah cawan pengucapan syukur, yang atasnya kita ucapkan syukur adalah persekutuan dengan darah Kristus? Bukankah roti yang kita pecah-pecahkan adalah persekutuan dengan tubuh Kristus? Karena roti adalah satu, maka kita, sekalipun banyak, adalah satu tubuh, karena kita semua mendapat bagian dalam roti yang satu itu” (1 Kor 10:16-17):
“Kalau kamu Tubuh Kristus dan anggota-anggota-Nya, maka Sakramen yang adalah kamu sendiri, diletakkan di atas meja Tuhan; kamu menerima Sakramen, yang adalah kamu sendiri. Kamu menjawab atas apa yang kamu terima, dengan ‘Amin’ [Ya, demikianlah] dan kamu menandatanganinya, dengan memberi jawaban atasnya. Kamu mendengar perkataan ‘Tubuh Kristus’, dan kamu menjawab ‘Amin’. Jadilah anggota Kristus, supaya Aminmu itu benar” (Agustinus, serm. 272).

KGK 1398 – Ekaristi dan kesatuan umat beriman. Karena keagungan misteri ini, santo Augustinus berseru: “0 Sakramen kasih sayang, tanda kesatuan, ikatan cinta” (ev. Jo 26,6,13) Bdk. SC 47.. Dengan demikian orang merasa lebih sedih lagi karena perpecahan Gereja yang memutuskan keikutsertaan bersama pada meja Tuhan; dengan demikian lebih mendesaklah doa-doa kepada Tuhan, supaya saat kesatuan sempurna semua orang yang percaya kepada-Nya, pulih kembali.

KGK 1400 – Persekutuan-persekutuan Gereja yang muncul dari Reformasi, yang terpisah dari Gereja Katolik, “terutama karena tidak memiliki Sakramen Tahbisan, sudah kehilangan hakikat misteri Ekaristi yang otentik dan sepenuhnya” (UR 22). Karena alasan ini, maka bagi Gereja Katolik tidak mungkin ada interkomuni Ekaristi dengan persekutuan-persekutuan ini. “Kendati begitu, bila dalam Perjamuan Kudus mereka mengenangkan wafat dan kebangkitan Tuhan, mereka mengimani, bahwa kehidupan terdapat dalam persekutuan dengan Kristus, dan mereka mendambakan kedatangan-Nya kembali dalam kemuliaan” (UR 22).

KGK 1401 – Jika menurut pandangan Uskup diosesan ada situasi darurat yang mendesak, imam-imam Katolik boleh menerimakan Sakramen-sakramen Pengakuan, Ekaristi, dan Urapan Orang Sakit juga kepada orang-orang Kristen lain yang tidak mempunyai kesatuan penuh dengan Gereja Katolik, bila mereka sendiri secara sukarela memintanya, asalkan mengerti Sakramen-sakramen itu mereka memperlihatkan iman Katolik serta berada dah disposisi yang baik Bdk. KHK, Kan. 844, ? 4.

jadi, hanya dalam situasi darurat (mis. dalam sakratul maut, dll.

Posted in 5. Bagian Komuni, Kumpulan Artikel | Leave a Comment »

Ya Tuhan, saya tidak pantas Engkau datang kepada saya, tetapi bersabdalah saja maka saya akan sembuh

Posted by liturgiekaristi on July 20, 2011


Sandy Wijaya

I : Lihat, Inilah Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia, berbahagialah kita yang diundang ke perjamuan-Nya
U : ya Tuhan, saya tidak pantas Tuhan datang kepada saya, tetapi Bersabdalah saja, maka saya akan sembuh.

sering kita mendegar Imam mengucapkan ini, tapi adakah kita menghayati kata2 dari Bapa? Jikalau Bapa menghendaki, janganlah mencari kesembuhan di tempat lain (contoh di meko, no offense)

PENCERAHAN DARI PASTOR PHILIPUS SERAN

Dua hari yang lalu, seorang fans, sdri  Sandy Wijaya mengajak kita untuk lebih memaknai dan menghayati ajakan dan aklamasi yang kita ucapkan sesaat menyambut komuni dalam perayaan Ekaristi :

Imam : « Inilah Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia. Berbahagialah kita yang diundang ke perjamuanNya.

Umat : « Ya Tuhan, saya tidak pantas Engkau datang kepada saya, tetapi bersabdalah saja maka saya akan sembuh ».

 

Sdr. Hailey Francis Thomas menanggapi dengan menegaskan bahwa aklamasi yang kita ucapkan, – yang merupakan kata-kata dari perwira Romawi dalam Matius 8, 8 -, bukan hanya harapan kesembuhan jasmani tetapi juga kesembuhan rohani.

Menyambut ajakan dan harapan dari kedua fans tercinta ini, saya mengajak kita semua untuk masuk lebih dalam, merenungkan dan memahami kisah biblis penyembuhan hamba dari perwira Romawi, yang oleh ungkapan imannya yang mendalam, kata-katanya masuk dalam liturgi kita (Katolik) dan menjadikannya sebagai ungkapan ketidakpantasan kita menyambut Tuhan Yesus dalam Roti Ekaristi.

Penginjil Matius dalam Matius 8, 5 – 17, mengisahkan bahwa peristiwa ini terjadi di Kapernaum. Saat itu Yesus masuk ke kota Kapernaum. Seorang perwira Romawi menemuiNya dan memohon kesembuhan hambanya yang terbaring sakit lumpuh di rumahnya dan ia sangat menderita. Yesus menjawabnya : « Aku akan segera datang untuk menyembuhkannya ». Namun perwira Romawi itu berkata kepadaNya : « Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku, katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh ».

 

Terkesan ada yang aneh di sini : Yesus mau datang ke rumah perwira Romawi untuk menyembuhkan hambanya yang sedang sakit, karena ia memintaNya, tetapi  « ditolak ». Mengapa perwira Romawi tidak bersedia menerima Yesus di rumahnya ? Mengapa dia meminta dari Yesus « sepatah kata saja » maka hambanya menjadi sembuh ?

Untuk menjawab permasalahan ini, kita terlebih dahulu melihat konteks dan situasi yang ada saat itu. Perwira Romawi merupakan personnel inti dari legium atau pasukan tentara Romawi. Jabatannya adalah komandan sekaligus kepala keamanan di Kapernaum. Pada jaman Yesus Palestina merupakan daerah pendudukan atau jajahan dari kekaiseran Romawi. Kehadiran para tentara Romawi sudah pasti tidak dikehendaki oleh orang-orang Yahudi, bahkan mereka sangat dibenci, dicap kafir atau pagan dan orang asing. Jadi kehadiran para tentara Roamwi itu sendiri menuai kebencian di kalangan Yahudi.

Namun bagi para penginjil, tentara atau perwira Romawi dilihat sebagai hal yang positif. Contohnya, selain kisah penyembuhan hamba dari seorang perwira Romawi Inijl Matius ini dan paralelnya di Injil Lukas 7, 1 – 10, kita juga ingat dalam kisah penyaliban Yesus dalam Injil Markus, ada sebuah  jawaban yang diberikan atas pertanyaan orang di sepanjang Injil Markus : « Siapa orang yang bernama Yesus ini ? »  Seorang perwira Romawi, kepala pasukan memberi jawaban dalam seruannya sesaat Yesus mati di salib : « Sungguh, orang ini adalah Anak Allah! » (Markus 15, 39). (Apakah pengakuan iman dari perwira Romawi ini merupakan pratanda bahwa jumlah besar anggota Gereja adalah bukan orang Yahudi melainkan orang asing ?)

 

Menurut aturan hukum saat itu, seorang tuan memiliki hak penuh atas budak/hambanya dan tidak ada sesuatupun kewajiban terhadap dia. Seorang budak dianggap sebagai barang milik dari tuannya, seperti binatang yang menjadi harta milik.

Namun hal yang sebaliknya dari perwira Romawi ini. Dia memiliki kemurahan hati dan kepeduliannya yang tinggi terhadap orang kecil dan miskin, khususnya hambanya yang terbaring sakit lumpuh dan sangat menderita. Tidak hanya rasa solider dengan kaum kecil dan miskin hina, si komandan tentara ini juga menaruh hormat dan kepercayaannya kepada Yesus. Mulanya beliau hanya memohon kesembuhan hambanya yang menderita sakit lumpuh ; dan Yesus menanggapinya bahwa ia segera datang dan menyembuhkan hambannya itu.

Akan tetapi perwira ini sadar bahwa Yesus tidak bisa datang ke rumahnya, karena agama dan adat-istiadat melarang orang Yahudi datang dan bergaul dengan orang asing « yang kafir » seperti dirinya. Hukumnya adalah najis bila orang Yahudi bergaul dan datang ke rumah orang asing yang kafir. Dan bila itu terjadi harus ada acara pemurnian atau pentahiran selama seminggu. Maka sadar akan aturan hukum seperti ini, si perwira Romawi tidak mau menjadi biang kerok untuk menajiskan orang. Ia sadar bahwa orang Yahudi menganggap dirinya bagaikan penderita kusta yang menular bila kontak dengan dirinya. Maka meskipun dia seorang perwira, kepala keamanan yang memiliki kekuatan militer dan kekuatirannya menjadi penyebab  kenajisan, ia merasa tidak layak Yesus datang ke rumahnya untuk menyembuhkan hambahnya yang sakit. « Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku… » Baginya Yesus memiliki kekuatan, kewibawaan, dan kuasa yang melebihi wibawa dan kuasanya sebagai seorang perwira, sebagaimana yang ia lakukan terhadap para prajurit dan hambanya. Kristus dapat memerintahkan kelumpuhan agar bisa bangun dan berjalan kembali. Kristus Yesus memiliki kuasa yang begitu besar bagi sakit dan penyakit ; kuasa apapun tidak bisa menandingi Firman Tuhan Yesus. Sabda Yesus adalah Sabda kehidupan, terang yang menuntun jalan dan langkah hidup.

Menurut keyakinan umum saat itu, sentuhan atau jamahan mempunyai daya yang efektif untuk menyembuhkan ; seperti kisah sebelumnya penyembuhan seorang lepra di Mat 8, 1 – 4 atau kisah sesudahnya penyembuhan ibu mertua Petrus di Mat 8, 16 – 17 ; atau paling tidak si sakit hadir dan menunjukkan imannya dan Yesus melihatnya dan menyembuhkannya. Namun bagi si perwira Romawi, dengan keyakinan « kafirnya »,  ucapan sepatah kata saja dari Yesus telah menghasilkan efektivitas penyembuhan seperti yang diharapkannya (diimani), walaupun Yesus tidak berjumpa/melihat dan tidak menyentuh/menjamah hambanya yang menderita sakit lumpuh. Baginya, Yesus cukup « katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh ».

 

Kita mengimani bahwa Sabda Yesus dapat menyembuhkan dan menguatkan perjalanan dan langkah hidup kita. Dengan keyakinan iman ini maka dalam perayaan Ekaristi, saat mau menyambut komuni,  imam Kristus memegang roti Ekaristi di atas patena atau piala dan memperlihatkannya kepada kita serta mengundang kita untuk ikut makan dalam perjamuan Tuhan Yesus. Kemudia bersama imam kita menyatakan ketidakpantasan kita (bdk. PUMR no. 84) dengan mengucapkan : « Ya Tuhan, saya tidak pantas Engkau datang kepada saya, tetapi bersabdalah saja maka saya akan sembuh ».

Semoga!

 

-phs-

Posted in 5. Bagian Komuni | Leave a Comment »

Waktu komuni, kenapa umat hanya terima hosti dan tidak dengan anggur?

Posted by liturgiekaristi on June 22, 2011


Pertanyaan umat :

ada 1 pertanyaan dr saya, knapa setiap kali kita menerima hosti sebagai lambng tubuh Kristus tdk di sertakn dgn anggur sebagai lambng darah Kristus? apakah anggur itu hanya khusus di minum olh Pastor? mohon penjelasan!

Agus Syawal Yudhistira

pertama roti yang kita terima dalam Ekaristi adalah Tubuh Kristus, bukan lambang Tubuh Kristus.
kedua, anggur tidak selalu dibagikan karena alasan logistik, dan bahaya profanasi dan sakrilegi, bahwa Darah Kristus dapat tercecer.
ketiga pembagian Tubuh dan Darah Kristus dalam Ekaristi membutuhkan waktu yang lebih lama dan pelayan yang lebih banyak. Satu untuk membawa sibori berisi Tubuh Kristus dan satu membawa piala berisi Darah Kristus, karena menurut aturan yang berlaku, umat tidak boleh mengambil sendiri dan mencelup sendiri.
Ini mengakibatkan perkara logistik ketika pembagian dengan umat yang banyak.

Dikarenakan secara teologis, Kristus yang sama, hadir secara utuh tubuh, darah, jiwa dan keallahan-Nya dalam tiap spesies Ekaristi, maka umat tetap menerima Kristus sepenuhnya dengan menerima hanya Tubuh/Darah Kristus.

betul…hosti yg sudah dikonseklir bukan lagi lambag tubuh kristus, tetapi sudah menjadi Tubuh Kristus yg sebenarnya…Inilah Misteri Ekasristi….sebenarnya tidak ada larangan untuk masalah komuni 2 rupa (roti dan anggur)…pertimbangan menggunakan anggur dalam ekaristi (dgn jmla umat yg bnyak, akan memungkinkan terjadi hal2 spt yg sdh diutarakan ASY…msalah anggaran (jlas mahal), insakrilegi (tercecer dan tumpah2..padahal itu adalah darah kristus) dll…Gampangnya begini saja…kita coba menggunakan penalaran…”Di Dalam Darah Tidak Ada Tubuh”…tetapi denga menerima Tubuh Kristus, secara otomatis di dalam Tubuh Nya sudah pasti ada Darah Nya…

Posted in 5. Bagian Komuni | Leave a Comment »

BOLEHKAH TERIMA KOMUNI DUA KALI DALAM SEHARI?

Posted by liturgiekaristi on June 22, 2011


Salam Damai., sy mau bertanya ; bolehkah umat Katolik menyambut Tubuh Kristus 2x dalam sehari dalam 2 perayaan Misa yg berbeda waktu dan tempat ?

Daniel Pane Hukum Kanon menganjurkan normalnya hanya satu kali menyambut Komuni dalam satu kali. Rakus rohani bukanlah hal yang baik. Minimal adalah satu kali dalam satu tahun dan maksimal 2 kali dalam satu hari.

Daniel Pane

Alasan dibalik aturan itu jelas, hidup kita bukan hanya soal Komuni dan Misa. Dua hal ini adalah puncak kehidupan iman kita, tetapi bukan segala-galanya. Itulah sebabnya di biara-biara yang paling kontemplatif sekalipun setiap orang biasany…a hanya mengikuti Misa satu kali dalam satu hari (mereka tidak mengadakan Misa berkali-kali dalam satu hari walaupun bisa). Waktu mereka diisi dengan bekerja, mendoakan ibadat harian (dan tidak menggantikan doa-doa lain dengan Misa hanya karena itu adalah puncak ibadat). Ini bukan soal kebersihan hati semata, tetapi soal keseimbangan dan prioritas hidup. Seorang Kristen diharapkan mampu menjalani hidup secara seimbang sesuai prioritas yang benar menurut prinsip ajaran Kristen. Keinginan menerima Komuni berkali-kali dalam satu hari tanpa ada alasan kuat (seperti Imam yang terbeban kewajiban mempersembahkan Misa bagi umat, atau bahaya kematian) menunjukkan kekurangan dalam hal itu. 😀

Satu pertanyaan dari umat

“Dulu waktu saya masih anggota mudika, sangat aktif membantu pastor melayani misa ke stasi2. Senang bisa ikut bersama dan melihat langsung capeknya Imam melayani umat. Yang ingin saya tanyakan, kalo saya ikut menghadiri misa ke stasi2 berarti kadang dalam sehari saya ikut menerima komuni dua kali. Apakah itu diperbolehkan untuk umat??”.

PENCERAHAN DARI BAPAK ONGGO LUKITO

KHK 917 Yang telah menyambut Ekaristi mahakudus, dapat menerimanya lagi hari itu hanya dalam perayaan Ekaristi yang ia ikuti, dengan tetap berlaku ketentuan Kanon 921 § 2.

KHK 921 § 2 Meskipun pada hari yang sama telah menerima komu…ni suci, sangat dianjurkan agar mereka yang berada dalam bahaya maut menerima komuni lagi.

Jadi boleh menyambut komuni lebih dari sekali, kalau tetap mengikuti seluruh perayaan yang kedua kali, dan tidak masuk gereja hanya untuk menerima komuni lagi.

Posted in 5. Bagian Komuni, l. SEKITAR LITURGI | Leave a Comment »

Selama bln Mei dan Oktober apakah kita boleh menyanyikan lagu2 Maria saat komuni ?

Posted by liturgiekaristi on May 5, 2011


Pertanyaan umat :

“Selama bln Mei dan Oktober apakah kita boleh menyanyikan lagu2 Maria saat komuni ?”

PENCERAHAN DARI PASTOR Christianus Hendrik

Kembali, persoalannya bukan sekedar boleh atau tidak. Tetapi perlu melihat waktu, tempat dan maksud sebuah nyanyian dibawakan. Ekaristi adalah Puncak dari seluruh Liturgi kita, bahkan dikatakan Ekaristi adalah puncak hidup iman kita; dan di… dalam Ekaristi yang kita rayakan adalah wafat dan kebangkitan Kristus. Tidak ada litugi lain yang lebih tinggi dari perayaan Ekaristi.

Dalam pelaksanaannya, Ekaristi sendiri kan punya thema2 tersendiri, disesuaikan dengan kalender Liturgi, agar seluruh kenangan akan sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus-di mana seluruh rencana keselamatan Tuhan digenapi- dapat sepenuhnya dirayakan. Di sinilah ada bagian2 di mana penghayatan iman terhadap Maria pun mendapat tempatnya, bahkan mendapat bulan2 khusus untuk menghormati Maria sebagai Bunda penyelamat yang istimewa. Ekaristi sendiri kiranya sudah memuat sendiri doa2, prefasi, lagu2 dan sebagainya untuk menghormati Maria.

Jadi sesuaikanlah lagu2 yang dipilih dengan thema perayaan Ekaristi yang benar. Biasanya di luar perayaan2 khusus, penghormatan kepada Maria dilaksanakan pada Ekaristi hari Sabtu. Maka kiranya untuk lagu komuni Selalu harus melihat apa yang mau dirayakan dalam perayaan Ekaristi saat itu. Lagu2 harus disesuaikan dengan bacaan2 Sabda yang dipakai hari itu, bukan berdasarkan mood dan kesukaan seksi liturgi.

Persisnya lagi, lagu komuni lebih berkaitan dan merujuk pada Ekaristi yang secara konkret kita rayakan, kita sambut. Maka focus perhatian umat saat itu lebih pada komuni daripada devosi2 lainnya. Jadi (selain karena secara khusus sedang merayakan keutamaan Maria) sebaiknya lagu2 komuni lebih berthemakan Ekaristi dan kekhusyukan saat menerima Tubuh dan Darah Tuhan, bukan pada yang lainnya. Toh kiranya masih banyak kesempatan2 sejak lagu pembukaan sampai lagu penutup yang bisa dipersembahkan bagi kemuliaan Maria yang kita hormati.

Salam hangat,
P.Christianus Hendrik SCJ – South Dakota, USASee More

Posted in 3. Koor dan Organis, 5. Bagian Komuni | Leave a Comment »

ketika salam damai – menyanyikan lagu Dalam Yesus kita bersaudara dan umat bertepuk tepuk tangan

Posted by liturgiekaristi on April 28, 2011


Pertanyaan umat:

Salam Damai Kristus.. Mhn tanya?
Pada wkt missa, ketika salam damai, apakah pantas, layak, diperbolehkan, menyanyikan lagu Dalam Yesus kita bersaudara dan umat bertepuk tepuk tangan dgn meriah?? Sy pribadi kho rasanya kurang sreg.. Mhn pencerahan… Terima kasih Admin… GBU all

SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA

‎1. Perlu diketahui bahwa ritus salam damai sebenarnya tidak ada nyanyian. Nyanyian yang sah yang dimuat dalam buku liturgi adalah nyanyian “Damai Tuhan bersamamu” yang diucapkan oleh imam dan dijawab oleh umat “dan bersama rohmu”.2. Ada pendapat berdasar prinsip liturgi, bahwa apa yang didaraskan boleh dinyanyikan. Pada saat menyampaikan salam damai, umat seyogyanya sambil mengucapkan “Damai Kristus” (sesuai buku TPE). Maka kalau mau membuat nyanyian untuk dinyanyikan seluruh umat, harus memakai dasar syair itu. Dari sini bisa dilihat bahwa nyanyian yang paling pas untuk mendukung pendapat ini adalah nyanyian “Salam damai… damai Kristus besertamu, salam, salam.”

3. Salam damai sudah termasuk dalam Ritus Komuni. Bila dilihat di susunan misa sesuai buku TPE, Ritus Komuni sudah dimulai sejak Bapa Kami. Bapa kami, embolisme, doa damai, salam damai, pemecahan roti, adalah saat-saat menyiapkan diri dengan lebih intens lagi untuk menyambut komuni. Maka seyogyanya apa yang dilakukan pada saat-saat itu terarah pada komuni yang akan disambut.

4. Buku liturgi sendiri sebenarnya punya aturan ketat untuk salam damai, yakni: imam tidak boleh meninggalkan panti imam untuk menyampaikan salam damai, bagi umat, salam damai hanya diberikan kepada orang2 terdekat, bukan sebagai simbol rekonsiliasi, namun sebagai simbol pendamaian dengan sesama sebelum menyambut komuni.

5. Dari aturan itu saja bisa dilihat bahwa salam damai ini harus dijaga agar tidak mengarah kepada kegaduhan dan ketidakteraturan. Jika demikian, apalagi tepuk tangan yang berpotensi membuat suasana gaduh 🙂

-OL-

Posted in 5. Bagian Komuni | 5 Comments »

KOMUNI – BOLEHKAH MENERIMA KOMUNI DUA KALI DALAM SEHARI?

Posted by liturgiekaristi on March 16, 2011


Satu pertanyaan dari umat

“Dulu waktu saya masih anggota mudika, sangat aktif membantu pastor melayani misa ke stasi2. Senang bisa ikut bersama dan melihat langsung capeknya Imam melayani umat. Yang ingin saya tanyakan, kalo saya ikut menghadiri misa ke stasi2 berarti kadang dalam sehari saya ikut menerima komuni dua kali. Apakah itu diperbolehkan untuk umat??”.

PENCERAHAN DARI BAPAK ONGGO LUKITO


KHK 917 Yang telah menyambut Ekaristi mahakudus, dapat menerimanya lagi hari itu hanya dalam perayaan Ekaristi yang ia ikuti, dengan tetap berlaku ketentuan Kanon 921 § 2. 

KHK 921 § 2 Meskipun pada hari yang sama telah menerima komu…ni suci, sangat dianjurkan agar mereka yang berada dalam bahaya maut menerima komuni lagi.

Jadi boleh menyambut komuni lebih dari sekali, kalau tetap mengikuti seluruh perayaan yang kedua kali, dan tidak masuk gereja hanya untuk menerima komuni lagi.

Posted in 5. Bagian Komuni | Leave a Comment »

REDEMPTIONIS SACRAMENTUM ART. 94 : KAITANNYA DENGAN HOSTI KUDUS/PIALA KUDUS

Posted by liturgiekaristi on March 16, 2011


“Umat tidak diizinkan mengambil sendiri – apalagi meneruskan kepada orang lain – Hosti Kudus atau Piala Kudus. Dalam konteks ini harus ditinggalkan juga penyimpangan dimana kedua mempelai saling menerimakan Komuni Suci dalam Misa Perkawinan.” (Redemptionis Sacramentum art. 94)

Apa yang disebut sebagai penyimpangan dalam kutipan ini masih banyak terjadi. Kewajiban kita semua untuk menghentikan penyimpangan ini.

Pertanyaan Gabriel A Lasdin

BGMNA DGN KOMUNI DI TANGAN?

SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA

RS 92. Walaupun tiap orang tetap selalu berhak menyambut Komuni pada lidah jika ia menginginkan demikian, namun kalau ada orang yang ingin menyambut Komuni di tangan, di wilayah-wilayah di mana Konferensi Uskup setempat – dengan recognitio …oleh Takhta Apostolik – telah mengizinkannya, maka hosti kudus harus harus diberikan kepadanya. Akan tetapi harus diperhatikan baik-baik agar hosti dimakan oleh si penerima itu pada saat masih berada di hadapan petugas Komuni; sebab orang tidak boleh menjauhkan diri sambil membawa Roti Ekaristi di tangan. Jika ada bahaya profanasi, maka hendaknya Komuni Suci tidak diberikan di tangan.

Pertanyaan umat

Evi Trisiani

Saya pernah ikut misa dimana romo memegang piala anggur di tangan kanan dan piala hosti di tangan kiri kemudian umat mengambil sendiri hosti kemudian mencelupkan ke piala anggur lalu dimakan.. Apakah boleh?
Dan biasanya hosti dimakan stlh umat menerima hosti dan jalan geser ke kiri atau kanan dari romo atau prodiakon.

Harnaningrum Ln

ada yang mau saya tanyakan, mungkin tidak sangat berhubungan, tetapi berhubungan dengan penerimaan komuni. Jika secara tidak sengaja komuni itu jatuh ke lantai dan kita melihatnya sementara mungkin prodiakon/imam tidak melihatnya, apa yang sebaiknya kita lakukan? mengambilnya kemudian kita makan? mengambilnya kemudian diberikan kepada prodiakon/imam? atau memberi tahu mereka? atau yang lain? Terima kasih

‎@Evi Trisiani: Menurut RS 94 di atas, tidak boleh. Umat tidak diizinkan mengambil sendiri. Memang terkadang bertemu situasi ketika akan menyambut komuni ternyata imam menawarkan seperti yang ibu Evi sebutkan. Kalau saya dalam posisi seperti itu (dan pernah beberapa kali), saya akan tetap mengambil hosti dan mencelupkannya sendiri. Namun setelah misa saya menemui romo tsb dan menyampaikan norma-norma liturgi ini, agar harapannya di kemudian hari romo tsb tidak mengulanginya lagi. Beberapa kali cara ini berhasil, walaupun ada juga romo yang tidak mau dikoreksi. 

@Harnaningrum Ln: kalau bertemu situasi demikian, sebaiknya segera diambil dan dimakan.

Pertanyaan MoDjok GheeToo Lho

Ketika ditawarkan/disodorkan oleh imam maka “tidk sm dg ambil sendiri”. Ambil sendiri itu adlh ketika ditaruh di altar & umat maju “self service”.. smtr imam duduk (liatin umat/doa)

SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA

‎@MoDjok GheeToo Lho: Sepanjang yang saya tahu, tidak ada ketentuan self service seperti itu. Imam, selain Uskup dan Diakon adalah pelayan Komuni, yang tugasnya memberikan komuni kepada umat. 

Lebih lanjut tentang komuni dua rupa:
287. Kalau komuni-dua-rupa dilaksanakan dengan mencelupkan hosti ke dalam anggur, tiap penyambut, sambil memegang patena di bawah dagu, menghadap imam yang memegang piala. Di samping imam berdiri pelayan yang memegang bejana kudus berisi hosti. Imam mengambil hosti, mencelupkan sebagian ke dalam piala, memperlihatkannya kepada penyambut sambil berkata: Tubuh dan Darah Kristus. Penyambut menjawab: Amin, lalu menerima hosti dengan mulut, dan kemudian kembali ke tempat duduk.

Posted in 5. Bagian Komuni | Leave a Comment »

PADA SAAT KOMUNI, HOSTI YANG DITERIMA 2 KEPING? BAGAIMANA SIKAP SAYA?

Posted by liturgiekaristi on March 15, 2011


Pertanyaan umat Pius RiZkymemmo

ma’af ada yg ingin saya tanyakan.
minggu lalu saat saya menerima hosti ternyata tidak saya sadari hosti yg d berikan pastor 2 lembar, lengket.
Jdi sy gg sngaja memakan’a.
yg saya tanya apa yg sy lakukan seandainya terjadi sprt itu lagi..???

SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA

pada Perayaan Ekaristi (selain di gereja) atau di rumah umat, atau misa-misa lainnya, dimana setelah di konsekrasikan, Hosti (Tubuh Kristus) dibagikan. dan karena pertimbangan lainnya, jumlah Hosti biasanya dihitung terlebih dahulu (kurang …lebih sesuai dengan jumlah umat) yg hadir pada Perayaan Ekaristi tsb. andaikata lebih, hosti akan diberikan lebih kepada umat yg menerima pasa saat-saat terakhir (biasanya spt itu). dan Andaikata kekurangan hosti juga bisa dipecahkan menjadi 2 atau 4. Toh Nilainya sama. Apabila Hostinya kurang banyak, maka menggunakan Anggur yang telah dikonsekrasikan (dengan “media” menggunakan Hosti yg blm dikonsekrasi, dicelupkan kedalam anggur (Darah) dan dibagikan kepada umat dengan menyebut “Darah Kristus”. dan Nilainya Sama.

Posted in 5. Bagian Komuni | Leave a Comment »

PUMR 81 : DALAM KAITANNYA DENGAN DOA BAPA KAMI

Posted by liturgiekaristi on March 15, 2011


Post 15 Maret 2011

“Dalam doa Tuhan, Bapa Kami, umat beriman mohon rezeki sehari-hari. Bagi umat kristen rezeki sehari-hari ini terutama adalah roti Ekaristi. Umat juga memohon pengampunan dosa, supaya anugerah kudus itu diberikan kepada umat yang kudus. Imam mengajak jemaat untuk berdoa, dan seluruh umat beriman membawakan Bapa Kami bersama-sama dengan imam.” (PUMR 81)

SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA

Selengkapnya PUMR 81: 

“Dalam doa Tuhan, Bapa Kami, umat beriman mohon rezeki sehari-hari. Bagi umat kristen rezeki sehari-hari ini terutama adalah roti Ekaristi. Umat juga memohon pengampunan dosa, supaya anugerah kudus itu diberikan kepada …umat yang kudus. Imam mengajak jemaat untuk berdoa, dan seluruh umat beriman membawakan Bapa Kami bersama-sama dengan imam. Kemudian imam sendirian mengucapkan embolisme, yang diakhiri oleh jemaat dengan doksologi. Embolisme itu menguraikan isi permohonan terakhir dalam Bapa Kami dan memohon agar seluruh umat dibebaskan dari segala kejahatan.

Baik ajakan imam dan Bapa Kami, maupun embolisme dan doksologi tersebut dilagukan atau didaras dengan suara yang jelas.”

==================================

PUMR 153:
Di dalam doa Bapa Kami ada dua permohonan yang patut mendapat perhatian khusus:

* Rezeki pada hari ini – bagi umat Kristen “rezeki pada hari ini” adalah Tubuh Kristus, sesuai dengan penjelasan Santo Siprianus dan Agustinus.

* Pengampunan atas dosa-dosa – “Ampunilah kesalahan kami seperti kamipun mengampuni yang bersalah kepada kami”. Ungkapan ini sangat menggarisbawahi kerukunan, kesatuan dan damai. Barangsiapa mau menyambut Tubuh Kristus harus mempunyai kemauan untuk berdamai, untuk hidup ruku, dan untuk mengampuni. Inilah syarat untuk menerima Tubuh Kristus, sebab persembahan umat dapat diterima oleh Allah, kalau umat terlebih dahulu mengampuni orang yang bersalah kepadanya (Mat 5:23-24). Kalau daya dari komuni kudus membuat umat mampu memaafkan sesama, maka umat sudah melakukan semua yang terkandung dalam seluruh tindakan Ekaristi itu sendiri.

Setelah imam dan umat menyelesaikan doa Bapa Kami, pemimpin perayaan mengucapkan satu doa sisipan yang disebut embolisme “Ya Bapa…..”, yang diakhiri oleh umat dengan doksologi. Doa embolisme itu menguraikan isi permohonan (terakhir) dalam Bapa Kami dan memohon bagi seluruh umat, pembebasan dari segala kejahatan. Baik ajakan imam dan Bapa Kami, maupun doa embolisme dan doksologi dapat dinyanyikan seluruhnya atau hanya diucapkan dengan suara yang nyaring.

Posted in 5. Bagian Komuni | Leave a Comment »

PUMR 82 : DALAM KAITANNYA DENGAN RITUS DAMAI

Posted by liturgiekaristi on March 15, 2011


Post 15 Maret 2011

“Kemudian diadakan ritus damai. Pada bagian ini Gereja memohon damai dan kesatuan bagi Gereja sendiri dan bagi seluruh umat manusia, sedangkan umat beriman, menyatakan persekutuan jemaat dan cinta kasih satu sama lain sebelum dipersatukan dalam Tubuh Kristus.” (PUMR 82)

SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA

Selengkapnya PUMR 82: 

“Kemudian diadakan ritus damai. Pada bagian ini Gereja memohon damai dan kesatuan bagi Gereja sendiri dan bagi seluruh umat manusia, sedangkan umat beriman, menyatakan persekutuan jemaat dan cinta kasih satu sama lain s…ebelum dipersatukan dalam Tubuh Kristus.

Cara memberikan salam-damai ditentukan oleh Konferensi Uskup sesuai dengan kekhasan dan kebiasaan masing-masing bangsa. Akan tetapi, seyogyanya setiap orang memberikan salam-damai hanya kepada orang-orang yang ada di dekatnya dan dengan cara yang pantas.”

=======================================

Orang Kristen memberikan salam damai sebagai tanda bahwa mereka ingin menyatakan kasih dan damai satu sama lain. Umat berdamai, mengampuni orang yang bersalah, yang melukai dan menindas umat.

Damai yang dimaksudkan di sini adalah damai dalam arti biblis, yang merangkum juga kesejahteraan, kebaikan, dan berkat. Damai adalah keadaan di mana manusia hidup rukun dengan alam, dengan sesama, dan dengan Allah.

Dalam doa, sangat ditekankan damai yang nyata: “Damai-Ku Kutinggalkan bagimu. Damai-Ku Kuberikan kepadamu” (Yoh 14:27). Inilah doa bagi kedamaian dan kesatuan Gereja serta seluruh umat manusia. Dalam doa ini damai dilihat dan dihayati sebagai ungkapan cinta kasih timbal-balik antar anggota umat sebelum menyambut roti yang satu, yang membuat mereka menjadi satu dalam Kristus. Karena itu, sebelum mengulurkan tangan mengambil Roti Kehidupan dari altar, umat mengulurkan tangan terlebih dahulu kepada sesama untuk memohon maaf dan memberikan maaf dengan ikhlas hati.

KOMENTAR UMAT :
Umat 1.
Perasaan damai jelang menyambut Tubuh Kristus
Adlh hal yg luar biasa.terlebih wkt saling menyampaikan salam damai pd umat.
Namun perlu diingat oleh umat,bhw dlm mnyampaikan salam damai,cukup pd org2 di sblh kiri knn saja,tdk prl keluar jalur …tmpt du2k,akhirnya jd memperpjg wkt,bhkn sering Pastor jd menunggu umat utk tertib kembali.

Umat 2 :

Sampai sekarang saya masih kurang sreg dengan kebiasaan memberikan salam damai secara lahiriah kepada orang di sekitar, apalagi, ditambah dengan dirigen memimpin lagu “Salam Damai” dengan penuh semangat, ditambah lagi dengan organis yang menghentak organnya…. Suasana menjadi riuh dengan itu 😦

PENCERAHAN DARI Noor Noey Indah

Diakon atau (kalau tdk ada Diakon) Imam sendiri dpt mengajak umat saling menyatakan Salam Dama, misalnya dengan bersalaman sambil berkata “Damai Kristus” ; atau dg cara yg sesuai. (TPE 2005) 

saya setuju dg @Elisabeth Ratuela, bhw memberikan …salam damai cukup kpd org di samping kiri, kanan, depan, & belakang kita saja.. spy tdk terlalu ndlawer & riuh..

saya jg setuju dg @Agnes Bemoe.. Salam Damai bila dinyanyikan tidak perlu terlalu menggebu2 apalagi organis mengirirnginya dg penuh improvisasi yg berlebihan, shg membuat suasana menjadi krg sakral.. sebab Puncak Perayaan Ekaristi bukan pd wkt kita menyanyikan Salam Damai.

*cmiiw

Posted in 5. Bagian Komuni | Leave a Comment »

PUMR 83 – KAITANNYA DENGAN LAGU ANAK DOMBA ALLAH

Posted by liturgiekaristi on March 15, 2011


“Sementara imam memecah-mecah roti dan memasukkan sepotong kecil dari roti itu ke dalam piala berisi anggur, dilagukan Anak Domba Allah, …. Kalau tidak dilagukan, Anakdomba Allah didaras dengan suara lantang. Karena fungsinya mengiringi pemecahan roti, nyanyian ini boleh diulang-ulang seperlunya sampai pemecahan roti selesai. Pengulangan terakhir ditutup dengan seruan: berilah kami damai.” (PUMR 83)

SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA

Selengkapnya PUMR 83: 

“Imam memecah-mecah roti Ekaristi. Karena tata gerak Kristus dalam perjamuan malam terakhir ini, pada zaman para rasul seluruh perayaan Ekaristi disebut “pemecahan roti”. Pemecahan roti menandakan bahwa umat beriman yan…g banyak itu menjadi satu ( I Kor 10:17 ) karena menyambut komuni dari roti yang satu, yakni Kristus sendiri, yang wafat dan bangkit demi keselamatan dunia. Pemecahan roti dimulai sesudah salam-damai, dan dilaksanakan dengan khidmat. Ritus ini hendaknya tidak diulur-ulur secara tidak perlu atau dilaksanakan secara serampangan sehingga kehilangan maknanya. Ritus ini dilaksanakan hanya oleh imam dan diakon.

Sementara imam memecah-mecah roti dan memasukkan sepotong kecil dari roti itu ke dalam piala berisi anggur, dilagukan Anak Domba Allah, seturut ketentuan, oleh paduan suara atau solis dengan jawaban oleh umat. Kalau tidak dilagukan, Anakdomba Allah didaras dengan suara lantang. Karena fungsinya mengiringi pemecahan roti, nyanyian ini boleh diulang-ulang seperlunya sampai pemecahan roti selesai. Pengulangan terakhir ditutup dengan seruan: berilah kami damai.”

======================================

Memecahkan roti merupakan tindakan yang dilaksanakan Yesus Kristus dalam Perjamuan Malam bersama murid-Nya.

Pemecahan roti in bukan semata-mata demi alasan praktis (supaya roti dapati dibagi-bagi kepada para penyambut komuni), melainkan melambangkan persatuan: “Bukankah roti yang kita bagi-bagikan ini mempersatukan kita dengan Tubuh Kristus? Oleh karena roti itu satu, maka kita, biarpun banyak harus mewujudkan satu tubuh, karena makan dari roti yang sama itu (1 Kor 10:16-17).

Pemecahan roti mengingatkan umat akan tugas yang dipercayakan Tuhan, yaitu untuk membagikan diri, iman, dan kekayaan dalam kasih supaya semua orang menjadi satu. Maka ketika imam memecahkan roti perlu disadari bahwa semua orang dipersatukan oleh cinta kasih Kristus. Tak ada lagi permusuhan, sebab seluruh umat mendapat tugas luhur: membawa kasih dan damai Kristus ke luar dari gereja, ke masyarakat.

Roti yang dipecah-pecahkan dan yang diberikan kepada umat seharusnya lebih besar, dan lebih banyak, sehingga sejumlah umat bisa komuni langsung dari roti yang dipecah-pecah itu; dengan demikian simbolik pemecahan roti menjadi lebih jelas.

Di zaman para rasul, perayaan Ekaristi disebut Pemecahan Roti, sebab melambangkan dengan jelas dan nyata bahwa semua bersatu dalam satu roti. Kecuali itu, dilambangkan cinta persaudaraan, sebab roti yang satu dan sama dipecah dan dibagikan di antara saudara-saudara (PUMR 321). Jadi, menurut Pedoman Umum Misale Romawi yang baru, perlu dipakai roti altar yang lebih besar dan lebih padat serta dapat dipecah-pecahkan. Dengan demikian umat dibangun menjadi satu tubuh (PUMR 83).

Kebiasaan “mencampurkan sepotong kecil roti dengan anggur” dimasukkan ke dalam Liturgi Romawi sekitar abad VII oleh Paus Sergius I. Paus merayakan Ekaristi di salah satu paroki di kota Roma, maka sesudah ritus Pemecahan Roti, diakon atau putra altar membawa sepotong kecil roti ke stasi atau paroki lain dan memberikannya kepada imam yang tak berkesempatan berkonselebrasi dengan Paus. Imam itu menerima potongan kecil roti tersebut dan mencampurnya ke dalam anggur untuk disantap. Pencampuran ini menjadi tanda persatuan imam dan umat di stasi itu dengan Paus serta umat yang sedang berekaristi bersama Paus.

Menurut teologi orang kristen Suriah, konsekrasi roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Yesus Kristus menghadirkan peristiwa kematian Kristus. Tubuh yang dipisahkan dari Darah Kristus membahasakan peristiwa kematian Kristus. Sedangkan pencampuran Tubuh dan Darah Kristus sebelum komuni melambangkan peristiwa kebangkitan Tuhan. Jadi, persatuan Tubuh dengan Darah Kristus membahasakan kebangkitan Tuhan.

Dalam Tata Perayaan Ekaristi yang baru, upacara ini hampir tidak mempunyai arti lagi. Imam dapat melaksanakannya sambil berdoa dalam hati “Semoga Sakramen Tubuh dan Darah Kristus menganuderahkan kepada kita kehidupan yang kekal” (PUMR 241).

Anak Domba Allah – Pada mulanya, ritus pemecahan roti sangat rumit dan memakan banyak waktu. Maka biasanya ritus itu diiringi oleh pelbagai macam nyanyian. Paus Sergius I (687-701) memasukkan nyanyian Anak Domba Allah untuk mengiringi ritus Pemecahan Roti. Teks ini didasarkan pada kata-kata St. Yohanes Pembaptis, ketika ia memperkenalkan Yesus kepada beberapa orang dari murid-muridnya (Yoh 1:29.36). Akan tetapi kata-kata itu harus dibaca dalam konteks kitab Wahyu: “Anak Domba yang telah disembelih” (Why5:6; 13:8). Anak Domba yang telah disembelih merupakan satu-satunya kurban silih atas dosa-dosa umat manusia. Doa ini sekali lagi memperingatkan umat akan peristiwa Paskah, serta perlunya pengampunan dosa untuk mendapat damai Kristus.

Teks ini aslinya dinyanyikan oleh umat dan para imam konselebran; boleh diulangi selama pemecahan dan pembagian roti berlangsung. Kemudian dinyanyikan secara meriah hanya oleh kor. Ketika dipakai roti tak beragi, ritus Pemecahan Roti menjadi amat singkat, maka Anak Domba Allah dinyanyikan hanya 3 kali.

Komentar umat Florensia Suan

Pada TPE yg baru ( lama tp dipakai kembali skg ) pada saat anak domba dinyanyikan , umat berdiri. sy rindu untuk berlutut sambil memohon belas kasih dan damai Allah.

PENCERAHAN DARI IBU  Noor Noey Indah (YANG DIBENARKAN OLEH PASTOR ZEPTO)

‎@florensia suan.. sy krg mengerti ttg ..”TPE yg baru (lama tp dipakai kembali skg)..” tetapi di dlm buku TPE 2005 (buku TPE 2005 terbitan KWI – terbaru ) point 24, tata gerak pd saat Pemecahan Roti (Pemecahan Hosti diiringi seruan/lagu Anak Domba Allah), disitu tertulis Berlutut/Berdiri. 

*Berlutut/Berdiri : Umat diharapkan berlutut ; apabila tidak memungkinkan, Umat hendaknya berdiri.

Posted in 5. Bagian Komuni | Leave a Comment »

PUMR 84 – KAITANNYA DENGAN PEMECAHAN ROTI

Posted by liturgiekaristi on March 15, 2011


“(Sesudah Pemecahan Roti) Imam menyiapkan diri dengan berdoa dalam hati, supaya Tubuh dan Darah Kristus yang ia sambut sungguh membawa buah bagi hidup dan pelayanannya . Hal yang sama dilakukan oleh umat beriman dengan berdoa sendiri-sendiri dalam hati.” (PUMR 84)

PENCERAHAN DARI SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA

Selengkapnya PUMR 84: 

“Imam menyiapkan diri dengan berdoa dalam hati, supaya Tubuh dan Darah Kristus yang ia sambut sungguh membawa buah bagi hidup dan pelayanannya . Hal yang sama dilakukan oleh umat beriman dengan berdoa sendiri-sendiri dalam hati .

Kemudian imam memegang roti Ekaristi di atas patena atau piala dan memperlihatkannya kepada umat serta mengundang mereka untuk ikut makan dalam perjamuan Kristus. Kemudian imam bersama dengan umat menyatakan ketidakpantasannya dengan kata-kata yang dikutip dari Injil.”

dan PUMR 85:

“Sangat dianjurkan, agar umat, sebagaimana diwajibkan untuk imam sendiri, menyambut Tubuh Tuhan dari hosti-hosti yang dikuduskan dalam Misa yang sedang dirayakan. Pada kesempatan-kesempatan tertentu umat hendaknya juga menerima roti dan anggur kudus (bdk.no.283). Dengan demikian menjadi lebih jelas, bahwa umat berpartisipasi dalam kurban yang sedang dirayakan.”

SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA 

Setelah pemecahan roti, pemimpin perayaan Ekaristi mengundang umat untuk ikut menyambut Komuni kudus. Undangan tersebut dapat disampaikan lewat kata-kata yang sudah lazim, atau dipadukan dengan kata-kata dari Alkitab: “Lihatlah Anak Domba A…llah yang menghapus dosa dunia (Yoh 1:29). Berbahagialah kita yang diundang ke perjamuan-Nya (Why 19:9)”. 

Seluruh ungkapan tersebut menyatakan daya kekuatan kurban Putra Allah yang mampu menghapus dosa dunia dan sekarang ini memasukkan orang ke dalam Kerajaan Allah. Pada saat ini dan pada tempat ini Allah menampakan Diri kepada umat-Nya. Allah masuk dalam hidup manusia. Di tengah-tengah himpunan manusia ada Kristus. Dalam perayaan Ekaristi hari ini Kristus berdiri di tengah umat dan berkata bahwa sudah genaplah waktunya, di mana Ia menjadi segala-galanya.

Umat menanggapi seruan imam itu dengan iman dan dengan kerendahan hati dalam kata-kata Kitab Suci: “Ya Tuhan, saya tidak pantas, Tuhan datang pada saya, tetapi bersabdalah saja, maka saya akan sembuh” (Mat 8:9). Siapakah yang pantas menerima Allah di rumahnya? Umat mengakui ketidakpantasannya, sebab itu mereka mohon, agar Allah dengan Sabda-Nya dapat membuat mereka pantas menjadi tempat tinggal-Nya.

Dialog imam – Dialog antara pelayan komuni dan umat (Tubuh/Darah Kristus – Amin) adalah momen yang amat penting. Dalam dialog ini pelayan menyatakan imannya bahwa yang ia perlihatkan kepada penyambut adalah sungguh Tubuh/Darah Kristus. Pernyataan ini sekaligus mengundang tanggapan iman dari jemaat. Maka penyambut mengucapkan Amin sebagai pernyataan bahwa ia sungguh percaya bahwa yang diperlihatkan oleh pelayan adalah sungguh Tubuh/Darah Kristus. Amin ini juga menjadi penegasan bahwa penyambut bersedia membuat Tubuh Kristus menjadi kenyataan )dalam keluarga, lingkungan, paroki).

Komuni dari Perayaan Ekaristi yang bersangkutan – Dengan pembaruan perayaan Ekaristi, Gereja menghendaki, agar umat beriman menerima komuni dari roti yang dikonsekrasi dalam perayaan Ekaristi yang bersangkutan. Komuni harus dilihat sebagai buah dari Ekaristi. Konsili Vatikan II dalam dokumen-dokumennya dengan tandas mengatakan: “Haruslah diupayakan agar para beriman dapat menyambut komuni dari hosti-hosti yang dikonsekrasi dalam perayaan Ekaristi yang bersangkutan. Sebab dengan demikian komuni lebih jelas menampakkan secara simbolis partisipasi dalam kurban yang pada saat itu sedang dirayakan” (KL 55; PUMR 85; ME 31).

Komuni pada tangan – Cara menerima komuni berbeda dari zaman ke zaman. Catatan-catatan tertua membuktikan bahwa umat menyambut Tubuh Kristus dengan tangan dan minum Darah Kristus dari piala. Di Barat, sejak abad ke-9 komuni dierima dengan mulut untuk menghindari pencemaran dan menjamin rasa hormat umat terhadap Sakramen Tubuh Kristus. Kemudian sejak abad ke-13, komuni diterima sambil berlutut. Praktik komuni pada lidah, kemudian beralih lagi kepada komuni di tangan, terlebih berkat pembaruan yang dirintis oleh Konsili Vatikan II. Pada zaman sekarang, hampir di semua gereja orang menerima komuni dengan tangan.

PASTOR Zepto-Triffon Triff

Jawaban umat: ”Ya Tuhan, saya tidak pantas ENGKAU datang kepada saya, tetapi bersabdalah saja maka saya akan sembuh.”
(Inggris: Lord, I am not worthy to receive YOU, but only say the Word and I shall be healed).
(Latin: Dominus non sum dignus ut INTRES sub tectum meum sed tantum dic verbo et sanabitur anima mea).

Posted in 5. Bagian Komuni | Leave a Comment »

PUMR 86 & 87 – DALAM KAITANNYA DENGAN NYANYIAN KOMUNI

Posted by liturgiekaristi on March 15, 2011


Post 15 Maret 2011

“Sementara imam menyambut Tubuh dan Darah Kristus, nyanyian komuni dimulai. Maksud nyanyian ini ialah:
(1) agar umat secara batin bersatu dalam komuni juga menyatakan persatuan secara lahir dalam nyanyian bersama,
(2) menunjukan kegembiraan hati, dan
(3) menggarisbawahi corak “jemaat” dari perarakan komuni.”

PENCERAHAN DARI SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA

Selengkapnya PUMR 86:

“Sementara imam menyambut Tubuh dan Darah Kristus, nyanyian komuni dimulai. Maksud nyanyian ini ialah:
(1) agar umat secara batin bersatu dalam komuni juga menyatakan persatuan secara lahir dalam nyanyian bersama,
(2) men…unjukan kegembiraan hati, dan
(3) menggarisbawahi corak “jemaat” dari perarakan komuni. Nyanyian itu berlangsung terus selama umat menyambut,[*] dan berhenti kalau dianggap cukup. Jika sesudah komuni masih ada nyanyian, maka nyanyian komuni harus diakhiri pada waktunya.

Haruslah diupayakan agar para penyanyi pun dapat menyambut komuni dengan tenang.”

dan PUMR 87:

“Untuk nyanyian komuni dapat diambil antifon komuni dari Graduale Romanum dengan atau tanpa ayat mazmur; dapat juga diambil dari antifon komuni beserta ayat-ayat mazmurnya dari Graduale Simplex. Nyanyian lain yang telah disetujui oleh Konferensi Uskup boleh digunakan juga. Nyanyian itu dapat dibawakan oleh paduan suara sendiri, atau oleh paduan suara/ solis bersama dengan jemaat .

Kalau tidak ada nyanyian komuni, maka antifon komuni yang terdapat dalam Misale dapat dibacakan oleh umat beriman atau oleh beberapa orang dari mereka, atau oleh lektor. Atau, dapat juga dibacakan oleh imam sendiri sesudah ia menyambut Tubuh dan Darah Kristus, sebelum membagikannya kepada umat beriman.”

PENCERAHAN DARI SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA

Pembagian Tubuh (dan Darah) Kristus merupakan ungkapan persekutuan umat dengan Tuhan dan dengan sesama. Kegiatan ini harus dipandang sebagai lanjutan dari bagian Persembahan Roti, dan terutama sebagai lanjutan DSA dan partisipasi nyata dalam perjamuan Tuhan. Oleh sebab itu, Tubuh (dan Darah) Kristus yang dibagikan kepada umat, seharusnya merupakan roti dan anggur yang dikumpulkan pada waktu Persiapan Persembahan dan yang menjadi Tubuh dan Darah Kristus dalam DSA perayaan Ekaristi yang bersangkutan. Pembagian Tubuh Kristus dari perayaan Ekaristi sebelumnya harus dipandang sebagai hal yang kurang tepat. Maka dalam bagian Persiapan Persembahan perlu diperhatikan penyediaan roti dan anggur secukupnya untuk umat yang akan ikut menyambut Tubuh (dan Darah) Kristus dari perayaan Ekaristi yang diikutinya (PUMR 85). 

Dalam pembagian Komuni hendaklah diperhatikan beberapa unsur yang saling kait-mengait:

Tindakan komuni adalah suatu perarakan, yang merupakan salah satu dari perarakan penting dalam ritus Romawi, yaitu pembukaan dan komuni. Tindakan ini diiringi dengan nyanyian. Perarakan dan nyanyian ini bersama-sama mengungkapkan kesatuan para penerima komuni, menunjukkan kegembiraan hati dan rasa persaudaraan antar mereka. Karena itu, komuni kudus pada saat ini tidak lagi merupakan kesalehan pribadi, melainkan merupakan sebuah tindakan jemaat yang sedang berdoa, supaya mereka dapat dipersatukan lebih erat dengan Kristus dan melalui Kristus dengan rekan seibadat serta saudara-saudara seiman di seluruh dunia. Di akhir abad XX ini Gereja ingin lebih memeperlihatkan jati dirinya sebagai satu koinonia atau persekutuan. Justru komuni kudus merupakan tanda yang paling jelas dan paling bermakna dari koinonia itu. Pada saat umat menerima komuni, di saat itulah Gereja dijadikan satu tubuh.

PENCERAHAN DARI AWAM Noor Noey Indah

Peran koor dlm perayaan ekaristi adalah bahwa dg memadukan suara yg dihasilkannya, dpt mengajak & mengangkat suara Umat utk ikut serta terlibat dlm setiap nyanyian yg digunakan dlm Misa tsb. Krn koor bukan hanya sbg pengiring dan pemberi suasana bg perayaan liturgi shg umat smkn dpt berdoa & bernyanyi dg baik, tetapi jg sebagai pewarta sabda dan misteri Allah sendiri. Dg nyanyian2nya, umat beriman dibantu utk masuk kedlm misteri penyelamatan Tuhan yg sedang dirayakan dalam Misa kudus itu.
Hendaknya petugas koor jg memahami, bhw pada saat tugas pelayan koor digereja, kt dituntut utk mengerti & mematuhi aturan liturgi yg benar.. bukan utk ujuk kebolehan atau ajang show.

Posted in 5. Bagian Komuni | Leave a Comment »

PUMR 88- DAN KAITANNYA DENGAN KOMUNI

Posted by liturgiekaristi on March 15, 2011


Post 15 Maret 2011

“Sesudah pembagian Tubuh dan Darah Kristus selesai, sebaiknya imam dan umat beriman berdoa sejenak dalam keheningan. Dapat juga dilagukan madah syukur atau nyanyian pujian, atau didoakan mazmur, oleh seluruh jemaat.” (PUMR 88)

Tentang Komuni Dua Rupa, PUMR 14:

“Terdorong oleh semangat pastoral yang sama, Konsili Vatikan II telah berhasil meninjau kembali penetapan Konsili Trente tentang komuni-dua-rupa. Sebab dewasa ini tidak dipersoalkan lagi ajaran bahwa komuni-…roti saja sudah merupakan komuni penuh. Namun Konsili mengizinkan komuni-dua-rupa pada kesempatan-kesempatan tertentu, supaya dengan demikian lambang sakramen menjadi tampak lebih jelas dan misteri Ekaristi dipahami secara lebih mendalam oleh umat beriman yang merayakannya.”

dan PUMR 281:

“Sebagai tanda, komuni kudus mempunyai bentuk yang lebih penuh kalau disambut dalam rupa roti dan anggur, sebab komuni-dua-rupa itu melambangkan dengan lebih sempurna perjamuan ekaristi. Juga dinyatakan dengan lebih jelas bahwa perjanjian yang baru dan kekal diikat dalam Darah Tuhan. Kecuali itu, lewat komuni-dua-rupa tampak jelas juga hubungan antara perjamuan ekaristi di dunia dan perjamuan eskatologis dalam kerajaan Bapa.”

PENCERAHAN DARI SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA

Yesus meminta para rasul-Nya untuk mengenangkan Dia dengan makan dan minum dari piala. Komuni Tubuh dan Darah Kristus merupakan praktik yang biasa dalam Gereja hingga abad XII dan XIII. 

Dilihat dari segi perlambangan, komuni kudus mendapat b…entuk yang lebih sempurna, kalau dilaksanakan dalam dua bentuk, karena komuni Tubuh dan Darah Kristus melambangkan Ekaristi secara lebih sempurna. Di samping itu dinyatakan dengan lebih jelas bahwa perjanjian baru dan kekal disahkan dalam Darah Tuhan. Kecuali itu, tampak jelas juga hubungan antara perjamuan Ekaristi dan perjamuan eskatologis dalam kerajaan Allah. Dengan makan Tubuh Kristus dan minum Darah-Nya, umat sudah mengambil bagian dalam hidup ilahi-Nya. Manusia lama pelan-pelan mati, dan lahirlah manusia baru.

Konsili Vatikan II menghidupkan kembali kebiasaan komuni dalam dua rupa, sebab cara ini mengungkapkan secara utuh apa yang dilakukan oleh Kristus pada perjamuan terakhir, ketika Ia bersabda: “Ambillah dan makanlah, ambillah dan minumlah” (Mat 26:26-27). Di sini tampak jelas cinta kasih Yesus yang disalibkan: “Darah yang ditumpahkan bagi keselamatan umat manusia”. Cinta kasih itulah yang sekarang diserahkan kepada seluruh umat. Mereka yang menerima komuni melaksanakan kenangan yang lebih serasi dengan apa yang dilakukan oleh Kristus pada perjamuan terakhir itu. Komuni dalam dua rupa lebih jelas menyatakan Ekaristis sebagai perjamuan, yang biasanya terdiri dari makan dan minum. Karena itu pula, komuni dalam dua rupa lebih mempertegas arti Ekaristi sebagai kenangan. Dalam mengenangkan peristiwa Kristus, umat lebih bersatu dengan kurban Kristus, dengan penyerahan diri-Nya, yang membuat mereka mampu menyerahkan diri kepada Bapa surgawi.

Rumus yang dipakai dalam menerimakan komuni ialah “Tubuh Kristus….Darah Kristus” dan umat menjawabnya dengan seruan “Amin”. Di Timur rumus-rumus ini telah dipakai dalam tulisan-tulisan Santo Sirilus dari Yerusalem. Di Barat dalam tulisan-tulisan Santo Ambrosius dikatakan bahwa aklamasi “Amin” bukan sekedar satu ucapan tanpa makna, melainkan suatu pernyataan bahwa umat pada saat ini menerima Tubuh dan Darah Kristus. Karena itu, apabila umat menjawab “Amin” kepada ucapan “Tubuh Kristus”, benarlah jawaban itu. Simpanlah di hati apa yang kamu akui dengan mulut.

PENCERAHAN DARI PASTOR Zepto-Triffon Triff

Paham/ajaran Gereja tentang KOMUNI/SAKRAMEN MAHA KUDUS didukung pula lewat ATURAN TENTANG CARA penerimaan komuni dua rupa. 

1) Komuni, bila diterimakan dua rupa, maka petugas pembagi komuni, mengambil Tubuh Kristus dari sibori, lalu mencelupk…annya ke dalam piala berisi Darah Kristus, lalu menerimakannya ke mulut si penerima komuni. Sebab, umat tak diperkenankan mengambil sendiri komuni dari patena/sibori. Yang boleh mengambil sendiri hanyalah imam/diakon, ITUPUN BOLEH BILA ia turut berkonselebrasi dalam perayaan itu.
2) Dokumen/Instruksi ‘Sakramen Penebusan’ jelas-jelas melarang cara penerimaan komuni dengan ‘SALING SUAP’ seperti yang cukup sering terjadi misalnya pada upacara pernikahan.

Semoga bermanfaat sebagai pencerahan.
Salam, Zepto-Triffon, Sorong

PENCERAHAN DARI PASTOR Zepto-Triffon Triff

Tentang KOMUNI-DUA-RUPA. Beberapa kutipan dari Instruksi ‘REDEMPTIONIS SACRAMENTUM’ (Sakramen Penebusan) yang dikeluarkan oleh Kongregasi Ibadat dan Tata Tertib Sakramen di Roma, 25 Maret 2004 (huruf KAPITAL dari saya). 

No. 94:
”Umat TIDAK DIIZINKAN mengambil sendiri -apalagi meneruskan kepada orang lain- Hosti Kudus atau Piala Kudus. Dalam konteks ini harus ditinggalkan juga PENYIMPANGAN di mana kedua mempelai SALING MENERIMAKAN KOMUNI dalam Misa Perkawinan”.

No. 103:
”Menurut Misale Romawi, pembagian KOMUNI-DUA-RUPA dapat dilaksanakan sebagai berikut: …. orang yang menyambut itu HARUS MENERIMA SAKRAMEN DARI IMAM yang meletakkan pada MULUTNYA”.

No. 104:
”UMAT yang menyambut, TIDAK DIBERI IZIN UNTUK MENCELUPKAN SENDIRI HOSTI ke dalam piala; tidak boleh juga ia menerima hosti yang sudah dicelupkan itu pada tangannya….”

Semoga bermanfaat

PERTANYAAN UMAT Noor Noey Indah

walau agak terlambat membacanya.. tks utk pencerahannya Romo Zepto.. 

Sebagian Umat bahkan Imam msh sering manerima / memberikan Komuni dua rupa dg cara umat mencelupkan sendiri Hosti (yg diberikan oleh Imam) ke dlm piala. Bahkan pernah suatu  waktu saya mengikuti Misa di lingkungan, Hosti (dlm sibori) & Piala berisi anggur di taruh di atas meja (altar), dan umat mengambil Hosti kemudian mencelupkannya sendiri ke dlm Piala yg berisi anggur itu.
Seandainya hal ini terjadi lagi, bagaimana sebaiknya saya bersikap ? tetap ikut menyambut Komuni atau berdiam diri saja ?

Mohon pencerahan Romo Zepto.. Tks.

PENCERAHAN DARI PASTOR Zepto-Triffon Triff

Ibu Noor,
dalam keadaan seperti itu, memang ada beberapa kemungkinan, antara lain sosialisasi teks2 dokumen Gereja yang masih begitu terbatas, juga karena kebiasaan lama dari imam seringkali masih kuat terbawa-bawa.
Namun, apa yg diatur dalam pedoman normatif tsb hanya menyangkut ‘cara’. Memang ketertiban terkait ‘cara’ penerimaan komuni itu penting. Namun di atas segala2nya, YESUS yang disambut itu jauh lebih penting.
Maka, ketika menghadapi kasus serupa, JANGAN SEGAN-SEGAN PERGI MENYAMBUT ATAS CARA YANG DISODORKAN ITU.

Tanggapan penanya Noor Noey Indah

Baiklah… Terimakasih Romo Zepto atas pencerahannya, skrg sy tidak ragu2 lagi utk menyambut Hosti bila terjadi situasi yg spt itu lg, & terus berusaha mengajak teman2 utk belajar, bersama menggunakan pedoman yg benar, ke arah yg benar.
Sekali lagi, terimakasih Romo.. Mohon berkat dan doa..

Posted in 5. Bagian Komuni | Leave a Comment »

PUMR 89 – DALAM KAITANNYA DENGAN DOA KOMUNI

Posted by liturgiekaristi on March 15, 2011


Post 15 Maret 2011

“Untuk menyempurnakan permohonan umat Allah, dan sekaligus menutup seluruh ritus komuni, imam memanjatkan doa komuni. Dalam doa ini imam mohon, agar misteri yang sudah dirayakan itu menghasilkan buah.” (PUMR 89)

PENCERAHAN DARI SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA

Saat hening dan doa bersama mewarnai waktu sesudah komuni. Sesudah Komuni, diberikan kesempatan beberapa menit kepada jemaat untuk berhening. Inilah saat perenungan, saat doa tanpa kata. Jemaat membiarkan Allah berbicara dalam diri mereka s…esuai dengan kehendak-Nya dan mereka siap melakukan apa yang dikehendaki oleh Allah. 

Sebagai pengganti saat hening, dapat dinyanyikan sebuah mazmur atau madah syukur/nyanyian pujian (PUMR 88). Nyanyian ini dipilih secara bebas dan tidak diwajibkan. Karena itu, nyanyian syukur tidak boleh menggantikan nyanyian komuni atau saat hening.

Doa Komuni dimasukkan dalam liturgi Romawi pada pertengahan kedua abad V, antara masa jabatan Paus Leo I (440 – 461) dan Paus Gelasianus I (492 – 496). Doa ini adalah doa pemimpin atau doa presidensial. Bentuknya seperti doa pembuka atau kolekta.

Bila diamati secara cermat, maka akan ditemukan 4 unsur pembentuk doa komuni: 1) Sapaan kepada Allah Bapa – Seperti doa-doa yang lain dalam perayaan Ekaristi, demikian pula doa penutup dialamatkan kepada Bapa: Allah yang Maharahim, Allah yang Mahakuasa, Tuhan, Allah kami; 2) Permohonan – Gereja mohon buah hasil perayaan Ekaristi bagi semua orang yang sudah menerima komuni kudus; 3) Buah hasil Ekaristi menjadi pedoman hidup dan jaminan keselamatan abadi; 4) doksologi.

Doa komuni adalah doa permohonan dan bukan doa syukur, hal mana dikatakan cukup jelas oleh Pedoman Umum Misale Romawi: “Dalam doa penutup imam memohon supaya misteri yang sudah dirayakan mempunyai buah hasil bagi semua orang yang merayakannya” (PUMR 89). Sebagai permohonan, doa komuni punya prinsip hubungan tertentu:

– Hubungan dengan misteri yang dirayakan;
– Keterkaitan dengan komuni Tubuh dan Darah Kristus;
– Permohonan bukan lewat orang kudus yang dirayakan pestanya pada hari yang bersangkutan;
– Sesudah ajakan imam “marilah berdoa” tak ada lagi “saat hening”, sebab sudah ada saat hening sebelumnya;
– Karena merupakan doa pemimpin, hanya diucapkan oleh imam dari tempat duduk;
– Doa ini singkat dan didoakan pada akhir perayaan; maka selalu ada bahaya bahwa doa ini kurang mendapat perhatian yang secukupnya.

Pada umumnya, Doa komuni terdiri atas dua bagian. Di satu pihak mengenangkan anugerah yang baru didapat dan di lain pihak merupakan permohonan, supaya anugerah itu menghasilkan banyak buah dalam diri umat dan dalam hidup mereka sehari-hari.

PENCERAHAN DARI PASTOR Zepto-Triffon Triff

KOREKSI UNTUK ADMIN tentang RUMUSAN/FORMULA PUMR 89. 

1) Pada POSTING DI WALL, Admin menulis: ”Untuk menyempurnakan permohonan umat Allah, dan sekaligus menutup seluruh ritus komuni, imam memanjatkan doa kumuni. Dalam doa ini imam mohon, aga…r misteri yang sudah dirayakan itu menghasilkan buah.” (PUMR 89).

2) Sedangkan pada COMMENT PERTAMA di bawah posting tsb, Admin menulis: ”Dalam doa penutup, imam memohon supaya misteri yang sudah dirayakan mempunyai buah hasil bagi semua orang yang merayakannya” (PUMR 89).

3) Kutipan PUMR 89 pada POSTING WALL di atas persis sesuai dengan terjemahan resmi oleh Komlit KWI dari Institutio Generalis Missalis Romani (IGMR), editio typica tertia yang terbit tahun 2000. Inilah edisi acuan Indonesia yang terbaru yang dipakai saat ini.

4) Sedangkan kutipan PUMR 89 pada COMMENT PERTAMA tidak ada dalam PUMR edisi Indonesia yang resmi dipakai saat ini.
Rupa-rupanya formula tsb diambil dari IGMR yang dipromulgasikan oleh Paus Paulus VI pada 3 April 1969, yang persisnya berbunyi:
”In oratione post Communionem, sacerdos pro fructibus mysterii celebrati deprecatur. Populus acclamatione ‘Amen’ orationem facit suam” (IGMR 56.k).
[=Dalam doa sesudah Komuni, imam memohon supaya misteri yang sudah dirayakan mempunyai buah hasil bagi semua orang yang merayakannya. Jemaat menjadikan doa ini sebagai doa mereka sendiri lewat aklamasi ‘Amin’.” IGMR 56.k].

Semoga menjadi jelas bagi kita semua agar tak membingungkan pembaca, dan kita menjadi lebih eksak merujuk kutipan. Terima kasih.

Semoga bermanfaat.
Salam, Zepto-Triffon, Sorong.

Posted in 5. Bagian Komuni | Leave a Comment »

HOSTI – Kenapa ukuran hosti Imam lebih besar daripada hosti untuk umat?

Posted by liturgiekaristi on March 15, 2011


Post 15 Maret 2011

Pertanyaan umat :
“Dalam Ekaristi saya perhatikan hosti yang untuk Imam biasanya lebih besar daripada yang untuk umat. Apakah Hosti untuk Imam itu khusus, dan hanya boleh untuk Imam, dan yang untuk  umat hanya boleh yang kecil saja? ”

PENCERAHAN DARI Pastor Christianus Hendrik

Dear all,
pertanyaannya lebih mengenai ukuran roti yang dipakai dalam perayaan Ekaristi. Kalau soal ukuran memang sangat bervariatif tergantung tradisi dan kebiasaan setempat dan pertimbangan praktis di sekitarnya. Di tempat yang memungkinkan seperti di komunitas biara2 kecil, biasanya malah lebih besar lagi hosti yang dipakai dan dibagikan kepada seluruh komunitas. Tetapi untuk di gereja2 paroki, yang umum dipakai adalah hosti yang lebih kecil (inipun di tiap negara beda ukuran dan bahannya). 

Mengapa yang dipakai Imam lebih besar? Karena unsur tanda dan sarana keselamatan yang mau dinampakkan. Pada intinya Hosti yang dipakai oleh Imam dalam perayaan Ekaristi harus menampakkan hakekat keterpecahan, roti yang dipecah2 dan dibagi2kan sebagai tanda dan sarana Tubuh Kristus sendiri yang terpecah dan dibagikan bagi hidup manusia. Karena perlu menampakkan simbol itu lah maka diupayakan dipakai yang besar supaya sungguh nampak. Lha kalo hosti yang dipakai imam itu kecil, kan kasihan yang di belakang tidak sungguh bisa melihat saat dipecah2 itu.
Selebihnya dari itu hanya soal pertimbangan praktis saja supaya mudah, cepat dan efisien; tidak ada keistimewaan atau kekhususan dari hosti yang diperuntukkan bagi umat.

Salam hangat, selamat memasuki masa Prapaskah,
P. Christianus Hendrik SCJ – Yogyakarta, Indonesia.

Posted in 5. Bagian Komuni | Leave a Comment »

LAYAKKAH AKU MENYAMBUT KOMUNI , KALAU SELAMA MISA SIBUK MENGURUSI ANAK?

Posted by liturgiekaristi on March 7, 2011


Pertanyaan umat :

Saya dan istri sering merasa tidak nyaman apakah kami berhak menyambut…masalahnya selama misa berjalan, anak-anak kami bergantian minta ke kamar mandi untuk buang air kecil, belum lagi kalau rewel. Bagaimana ya mengatasinya ? Kalau sy sih akhirnya (kalau ada waktu), saya akan ikut misa lagi berikutnya (istri tidak …bisa ikut)…tapi bagaimana dengan istri sy yang memang repot mengurus anak-anak…

PENCERAHAN DARI PASTOR ZEPTO PR :

Tentang KEBINGUNGAN PANTAS-TIDAKNYA MENERIMA KOMUNI KARENA ALASAN TERLALU SIBUK URUS ANAK SELAMA MISA.
Input saya:

Pertama, orang TIDAK BOLEH merasa sedemikian berdosa (karena mengurus anak selama PE) sehingga tidak pergi menerima komuni.
Asalkan dari lubuk hati yg terdalam dia sendiri mmastikan dan yakin bhw kondisi tersebut adalah KONDISI TERBAIK/ MAKSIMAL-nya
Orang harus bertanya kpd diri sendiri, entahkah tindakannya ‘masuk-keluar gereja selama PE karena urus anak’ merupakan suatu keterpaksaan yg tak boleh ditunda dan sama sekali tak ada jalan lain; entahkah itu merupakan pilihan bebasnya.

Kedua, tentu kondisi maksimal sulit terpenuhi BILA misalnya orang itu SENGAJA MEMPERALAT anak utk kepentingan2 lain yg kurang luhur selama PE (misal: mau santai, merokok, ngrumpi, BB/FB-an, telpon/SMS-an, dst, dst).

Ketiga, memang orang bisa berasionalisasi dgn 1001 alasan utk membenarkan diri, namun di atas segalanya:
tentang kebingungan pantas-tidaknya menerima komuni karena sibuk mengurus anak selama misa, SUARA HATI-mu yg jujur dan terdalam mengatakan apa??

Demikian, salam, Zepto-Triffon.

Posted in 5. Bagian Komuni | Leave a Comment »

Menerima komuni dua rupa – bagaimana caranya?

Posted by liturgiekaristi on March 7, 2011


Pertanyaan umat :

untuk pembelajaran kita bersama yah… bagaimana seharusnya komuni dua rupa itu dilaksanakan yah?

PENCERAHAN DARI PASTOR CHRISTIANUS HENDRIK SCJ :

Sebenarnya menerima komuni dua rupa tidaklah ada yang lebih istimewa dibandingkan dengan menerima hosti ‘saja’ (satu rupa) karena ketika kita menerima Hosti kudus, kita menerima keAlahan sepenuhnya, yang kita terima adalah tubuh dan darah Kristus seutuhnya sama layaknya menerima dua rupa. Itu sudah dipersatukan dalam kurban kudus di Altar persembahan oleh Imam yang mengkonsakrir/ menyucikan dan menghadirkan Kristus dalam roti dan Anggur.

tetap memperhatikan catatan dari sdri. Elizabeth, kiranya demi alasan praktis dan sejauh memungkinkan, penerimaan komuni dua rupa ini lebih baik kalau dilakukan dalam perayaan2 Ekaristi khusus (dalam retret, misa pasutri, misa pernikahan, kelompok2 khusus yang merayakan Ekaristi untuk event khusus) dan tidak terlalu bersifat ‘massal’. Untuk kelompok2 kecil rasanya lebih memungkinkan suasana hikmad dan biasanya umat dipersiapkan dengan lebih baik untuk itu. Rasanya akan repotlah kalau penerimaan dua rupa itu dilakukan pada misa mingguan biasa dengan sekian banyak umat dan waktu terbatas.

Supaya selalu dipastikan bahwa penerimaan komuni dua rupa tersebut sungguh menjaga agar entah hosti atau anggur kudus tidak berceceran atau menetes kemana2…ini bagian yang sulit dan perlu kehati2an; supaya hormat dan penghargaan akan kehadiran Allah yang paling nyata itu tetap dijaga baik dantidak terkesan disia2kan atau disepelekan. Salam hangat dan selamat Paskah!

Posted in 5. Bagian Komuni | Leave a Comment »

KALAU ADA HOSTI TERJATUH, APA YANG HARUS SAYA LAKUKAN?

Posted by liturgiekaristi on March 7, 2011


Pertanyaan umat :

tadi di greja, pada saat diakon membagikan komuni, ada hosti yg jatuh dekat kaki saya. Saya ingin memungut hosti itu, tapi takut salah. jadi saya diam aja, sampe diakonnya yg memungut dan dia simpan ditangan kirinya (tidak disatuin lagi dgn yg lainnya). Sebenarnya apa yg harus saya lakukan? Apakah tindakan diakon tsb sudah benar?

PENCERAHAN DARI PASTOR YOHANES SAMIRAN SCJ :

Tindakan Theresia dan Stephanie Eka, keduanya benar, artinya memang benar bahwa hosti yang dibagikan itu memang benar adalah Tubuh dan Darah Kristus, dan bukan roti biasa lagi. Maka kalau ada hosti jatuh harus diambil, kalau ada anggur yang tercecer dilantai harus dibersihkan dengan air dan dilap dengan baik.
Seharusnya hosti yang jatuh itu tetap dimakan, entah oleh pelayan pemberi (imam atau pro-diakon) atau oleh penerima, seperti yang dilakukan Theresia.

NB. Mungkin diakon(?)nya menyimpan itu di tangan kiri karena merasa tidak enak hati kalau itu diberikan kepada umat, kalau nanti mengganggu perasaan umat karena itu telah jatuh ke lantai sehingga mengganggu perasaan higenis. Kalau begitu seharusnya diakon itu bisa makan saja.
Sayang Stepie tidak menulis lanjut lalu diapakan hosti itu kemudian oleh si diakon setelah selesai pembagian komuni: disatukan dengan yang lain atau dia makan?

PENCERAHAN DARI PASTOR ZEPTO PR

“Oleh konsekrasi terjadilah perubahan hakiki [transubstansiasi] roti dan anggur ke dalam tubuh dan darah Kristus. Di dalam rupa roti dan anggur yg telah dikonsekrir itu, Kristus sendiri, Dia yang hidup dan dimuliakan,… hadir sungguh, nyata dan sec substansial dgn tubuhNYA, darahNYA, jiwaNYA dan kodrat ilahiNYA” (KGK 1413).
Nyata bhw kehadiran Kristus hanya dlm roti dan anggur yg telah dikonsakrir.
Fokus ke roti. Ukuran menjadi tidak penting, yg penting wujud. Entah roti itu besar, entah itu kecil, entah itu remah2 roti, yg penting masih berwujud roti putih-padat, namanya sudah dikonsekrir, tetap saja kehadiran Kristus tetap diimani dan diamini.
Kalau roti yg telah dikonsekrir itu jatuh lalu pembagi komuni (imam, [pro]diakon) hanya memungutnya lalu dipegang dgn tangan kiri, alias diselipkan di antara tangan dan kain/sibori), sambil terus membagikan komuni, maka ada bahaya yg cukup nyata bhw roti yg terkonsekrir itu akan hancur dan jatuh di lantai berkeping2 bagai remah2.
Sbg pembanding, pada setiap akhir komuni, imam/diakon/akolit mengumpulkan remah2 dari sibori/patena ke dalam piala, mencampurkannya dgn air, mngkonsumsinya lalu membersihkan piala, dst, dst.

Sekiranya hakikat roti-ekaristis dipahami dgn baik maka perlakuan yg pantas dan sesuai juga diharapkan dilakukan. Karena itu, adalah suatu kebajikan bila ada umat (yg mungkin tak pernah tersentuh oleh studi teologi) berinisyatif memungut hosti lalu, karena dianggap masih layak dikonsumsi, mengkonsumsinya tanpa ragu.

Posted in 5. Bagian Komuni | Leave a Comment »

MENERIMA HOSTI DI TANGAN SAH KAH?

Posted by liturgiekaristi on March 7, 2011


Pernyataan (dikutip dari suatu blog)
http://www.indonesianpapist.com/2012/01/cara-penerimaan-komuni-di-tangan-yang.html#axzz2CtA7Tog0

“Biasanya kita menerima Hosti di tangan kiri di atas lalu dengan jari tangan kanan diambil lalu dimasukkan ke mulut. Nah, ini kurang tepat. Hendaknya kita menerima Hosti dengan tangan kanan di atas lalu kita membungkuk dan mengambil Hosti di tangan kanan itu langsung dengan mulut tanpa harus disentuh jari tangan.”

PENCERAHAN DARI SALAH SEORANG PASTOR TEAM ADMIN PAGE SEPUTAR LITURGI

Berdasarkan tradisi dan aturan umum Gereja Katolik, kita sudah tahu bagaimana yang sudah berjalan selama ini. Saya kira ‘suara yang keluar dari ‘salah satu sudut’ dunia itu tidak berarti bisa diterapkan begitu saja di segala tempat.

Latar belakang pernyataan ketidak pantasan menerima dengan tangan kiri dan anggapan dengan tangan kanan lebih layak, itu bisa muncul dalam budaya yang masih menganggap tangan kiri lebih buruk dari tangan kanan, dan sisi kiri dipandang kurang baik daripada sisi kanan.
Di Amerika, misalnya, tidak ada masalah soal tangan mana yang menerima hosti sejak orang sadar kedua tangan diciptakan baik adanya dan tidak ada pandangan bahwa menerima atau memberi dengan tangan kiri sebagai hal yang tidak sopan. Bahkan jika ketahuan ada orang yang memaksa anak yang kidal untuk mengubah dengan menggunakan tangan kanan, itu dianggap aneh dan bisa dituntut atas pelanggaran hak asasi dan hak atas hidup bebas.

Tentang penerimaan komuni langsung dengan mulut, kembali seperti kebiasaan Katolik tradisional tidak bisa juga dikatakan jauh lebih baik dari penerimaan dengan tangan. Dalam pengalaman hidup sehari2 kita juga tidak makan langsung dengan mulut kita bukan? Tidak ada yang salah makan dengan tangan, malah sepantasnya memang dengan tangan dan (dengan sendok/garpu) makanan dimasukkan ke mulut, itu sopan.

Saya lebih suka menyorotinya dari segi praktis, bahwa menerima langsung dengan mulut secara praktis bisa diterapkan untuk komunitas kecil dan dalam kesempatan misa2 khusus. Dalam perayaan Ekaristi yang dihadiri ratusan bahkan ribuan umat di gereja2 besar, cara ini akan cukup memakan waktu – setidaknya lebih lambat daripada menerima dengan tangan. Butuh kehati2an dan kecermatan memasukkan ke mulut dan cara orang membuka mulut tidak sama. Secara logis, setelah menerima hosti orang langsung menjawab Amin sebagai kesadaran mengamini-setuju, menerima Tubuh Tuhan. Bagaimana bisa mengucapkan amin sementara hosti sudah langsung ada di mulut?? Apakah lebih sopan menjawab sambil mulut berisi makanan?
Normalnya orang menerima Hosti di tangan, dan menjawab Amin dulu sebagai juga ungkapan terimakasih, syukur kepada Tuhan yang mau hadir…baru makan. Begitu lebih sopan bukan?

Di tempat saya masih cukup banyak yang menerima dengan mulut langsung, tapi sambil berdiri. Kalau harus sambil berlutut akan lebih lama lagi, selain tidak semua orang-terutama yang tua2 tidak kuat lagi jika harus dengan cepat berlutut dan langsung berdiri sementara yang di belakangnya menunggu, kecuali mau berjam2 dihabiskan untuk komuni orang banyak.

Dari segi kesehatan, resiko menyebarkan penyakit lebih besar ketika Imam memberikan hosti langsung ke mulut. Jika ada yang flu dan jari2 imam (sangat mungkin) menyentuh lidah atau mulut yang basah…bayangkan untuk ratusan orang yang menerima di mulutnya dari tangan yang sama, tentu lebih riskan bukan? Di wilayah di mana Uskup tersebut mengatakan demikian mungkin bisa dengan sedikit umatnya, lha kalo di Indonesia bisa lebih parah, bukan?

Jalan tengah dengan menerima melalui tangan lalu mendekatkan tangan ke mulut dengan lidah ‘menjemput’ hosti di tangan dan dimasukkan kemulut, itu lebih masuk akal dan praktis. Namun demikian tidak perlu mengharuskan dengan tangan kanan dan melarang menerima dengan tangan kiri – hal itu saya kita kurang tepat untuk diangkat sebagai issue memulihkan kesucian Hosti dalam komuni.

Salam hangat,
P.Hend.SCJ

Pertanyaan 1 :

Apakah penerimaan Komuni di tangan sah dalam aturan Gereja?
Bukankah yang layak memegang Hosti Kudus hanyalah uskup/imam/diakon?
Apakah penerimaan Komuni di tangan mrupakan sesuatu yang layak dilakukan?

PENCERAHAN DARI PASTOR ZEPTO PR:

Menurut PUMR, komuni yg hanya dlm rupa ROTI boleh disambut entah dgn lidah, entah dgn tangan (PUMR 161).

Sedangkan, komuni ROTI-ANGGUR untuk umat disambut langsung dgn lidah dari tangan imam (PUMR 287).

Baik menyambut dgn tangan maupun dgn lidah semua membutuhkan ‘intentio actualis’ (= maksud yg sungguh disadari ketika menyambut bhw yg disambutnya adalah Tuhan Yesus dlm rupa roti [dan anggur]) dan disposisi batin yg memadai. Adapun intentio dan disposisi tsb harus memadai.
Ujung yg penting: pentingnya katekese umat tentang keagungan dan keluhuran Sakramen Ekaristi Maha Kudus.

Posted in 5. Bagian Komuni | Leave a Comment »

KOMUNI UNTUK ORANG SAKIT

Posted by liturgiekaristi on March 7, 2011


Pertanyaan umat :

mau tanya apakah seorg umat tidak diperkenankan meminta hosti untuk anggota keluarganya yg sedang sakit n tidak bisa k grj?

PENCERAHAN DARI PASTOR YOHANES SAMIRAN SCJ :

Erva,
untuk keperluan seperti itu bisa, tetapi bukan dengan cara minta hosti dan dibawa dan diberikan sendiri, tetapi cukup informasikan kepada pastor paroki atau Dewan Pastoral Paroki tentang pasien atau orang sakit yang membutuhkan kiriman komuni: nama dan tempatnya.
Nanti pastor paroki akan mengatur dan memberitahukan kapan komuni akan dikirimkan kepada saudara Erva itu. Pengiriman bisa oleh pastor atau oleh petugas yang mendapat delegasi dari pastor itu.

NB. Di beberapa Rumah Sakit Katolik, pelayanan macam ini biasanya ada, maka tinggal memberitahukan kepada Suster tentang pelayanan komuni bagi yang sakit.

PENCERAHAN DARI PASTOR ZEPTO PR :

Sy setuju dgn tanggapan P. Y. Samiran, dll di atas, bhw komuni dpt diterimakan bg org jompo/ sakit di rumah, lewat imam, prodiakon, atau petugas lain yg didelegasikan sec sah oleh pastr paroki.
Melengkapi jawaban-pastoral tsb, saya kutipkan jawaban-normatif, sbb:
Umat TIDAK diperkenankan mengambil sendiri -apalagi meneruskannya kepada orang lain- hosti kudus atau piala kudus (lih. PUMR 160; RS 94).
Tentu ini bukan sekedar prinsip normatif, melainkan mrpk bentuk penghayatan iman Gereja berkenanaan dgn Ekaristi MAHA-kudus. Karena ke-‘MAHA’-an itu, maka perlu jg perlakuan yg MAHA-istimewa. Karena itu, dari Sakramen Maha kudus, bahaya profanasi dan penggunaan- salah yg bernuansa magis.

Pertanyaan umat 2 :

Romo, pernah terjadi di Paroki kami… seorang prodiakon membawakan hosti untuk anaknya yg sedang sakit (demam) dan tidak dapat ke gereja. waktu itu saya tidak menanyakan apakah sudah bicara dulu dengan Romo Paroki.. kalau Romo yang jadi Romo Paroki, apakah akan langsung mengijinkan Bapak tersebut membawa hosti bagi anaknya?

PENCERAHAN DARI PASTOR ZEPTO PR:

Ttg prodiakon yg memberi komuni kpd ANAKNYA SENDIRI yg sakit (demam).

Tanpa satupun maksud jelek, saya mengemukakan bbrp point demi pencerahan bersama:

Pertama, karena tugas prodiakonat-nya adalah PELAYANAN GEREJA, bukan tugas pribadi/subyektif, maka secara hakiki tugasnya itu ada dalam kewenangan pastor paroki. Adakah ijin pastor paroki? Ijin pastor paroki mutlak perlu, kecuali bila kpd prodiakon tsb (dan rekan2 sepelayanannya) sdh diberi kewenangan penuh utk mengirim komuni ke siapapun pasien Katolik yg pantas pd kapan saja.

Kedua, karena tugas prodiakonat ini memiliki semacam ‘yurisdiksi terbatas’ maka apakah syarat2 yurisdiktif-terbatas tsb terpenuhi?

Ketiga, apakah prodiakon tsb membawa komuni kpd pasien (demam) tsb karena pasien itu adalah ANAKNYA ataukah krn org tsb adalah PASIEN? Apakah kpd setiap pasien (demam) akan ia bawakan komuni?

Posted in 5. Bagian Komuni | Leave a Comment »

KOMUNI DUA RUPA

Posted by liturgiekaristi on March 7, 2011


Pertanyaan umat:

Jika diperhatikan banyak terjadi di berbagai tempat imam memberikan
komuni dua rupa dengan mengijinkan umat mencelup sendiri hosti ke piala, apakah
hal tersebut tepat ?

PENCERAHAN DARI PASTOR ZEPTO PR:

Ttg komuni dua rupa dlm nikah: “Umat tidak diizinkan mengambil sendiri -apalagi meneruskan kepada org lain- Hosti kudus atau Piala Kudus.
Dalam konteks ini hrs DITINGGALKAN juga PENYIMPANGAN di mana KEDUA MEMPELAI SALING MENERIMAKAN KOMUNI dalam Misa Perkawinan.” (RS 94).
Salah satu alasan substansial di balik penegasan2 tsb adalah supremasi Sakramen Mhkudus. Oleh krn itu Gereja harus menjamin bhw TIDAK BOLEH ada remah2 yg jatuh, atau darah Kristus yg terlanjur menetes ke lantai.

Alasan praktis lain yg pantas diperhatikan: kalau secara tak sengaja ada hosti yg jatuh di lantai, penanganannya mudah: ambil lagi lalu disendirikan, tp bisa saja, sejauh memungkinkan, hosti itu dibagikan lagi kpd umat lain. Kalau Darah Kristus yg menetes bahkan berceceran di lantai? Penanganan jauh lebih

Pertanyaan umat :

tumpang tanya dong.. klo sewaktu komuni (dua rupa)
apakah dibenarkan kita mengambil (secara aktif) tubuh dan darah kristus??
kalau tidak, bagaimanakah cara yang sesuai jika hendak mengadakan komuni dua rupa (terutama dengan darah kristusnya)???? thx

PENCERAHAN DARI PASTOR YOHANES SAMIRAN SCJ :

Tentang komuni dua rupa, diatur dalam PUMR 281-287: isinya komuni dua rupa bisa diterimakan dengan cara penerima minum atau menerima hosti yang dicelupkan. Kedua-duanya penerima tidak mengambil sendiri, tetapi menerima dari pelayan komuni.

286. Kalau Darah Kristus disambut dengan minum dari piala, sesudah menyambut Tubuh Kristus, orang yang menyambut menghadap petugas yang melayani piala, dan berdiri di depannya. Pelayan berkata: “Darah Kristus”, penyambut menjawab: “Amin”. Lalu pelayan menyerahkan piala kepada penyambut. Penyambut memegang sendiri piala itu dan minum darinya, lalu mengembalikan piala kepada pelayan. Kemudian, penyambut kembali ke tempat duduk, dan sementara itu pelayan membersihkan bibir piala dengan purifikatorium.

287. Kalau komuni-dua-rupa dilaksanakan dengan mencelupkan hosti ke dalam anggur, tiap penyambut, sambil memegang patena di bawah dagu, menghadap imam yang memegang piala. Di samping imam berdiri pelayan yang memegang bejana kudus berisi hosti. Imam mengambil hosti, mencelupkan sebagian ke dalam piala, memperlihatkannya kepada penyambut sambil berkata: “Tubuh dan Darah Kristus”. Penyambut menjawab:” Amin”, lalu menerima hosti dengan mulut, dan kemudian kembali ke tempat duduk…

Pertanyaan umat:

tp saya sering melihat,jika komuni diberikan dlm dua rupa umat yg mengambil sendiri.dikarenakan kedua tangan pastor berisi jd tdk bisa memberi komuni dr tangan pastor itu sendiri dan tanpa pendamping. jd apakah itu jg dianggap sah atau bagai mn??

PENCERAHAN DARI PASTOR YOHANES SAMIRAN SCJ :

Pelanggaran terhadap aturan demi baik dan layaknya tidak menggagalkan sahnya sakramen. Maka paling banter kita menilai praktik itu sebagai kurang layak. Terapannya: praktik penerimaan komuni dua rupa dengan cara umat mengambil sendiri dan mencelupkan sendiri adalah tidak pas; selayaknya imam tersebut kalau mau memberikan komuni dua rupa ia dibantu atau minta bantuan pelayan lain yang dianggap layak (diakon, akolit, atau imam lain, atau umat yang dianggap layak hanya untuk keperluan itu) untuk membantu memegang sibori, dan imam mengambil hosti dan mencelupkannya ke dalam anggur (Darah Kristus) dalam piala di tangannya, memperlihatkan kepada penerima dengan mengatakan “Tubuh dan Darah Kristus” dan penerima menjawab “Amin”, lalu memberikan komuni itu kepada penerima langsung di atas lidah, bukan di atas telapak tangan.

Posted in 5. Bagian Komuni | Leave a Comment »