Seputar Liturgi Ekaristi Gereja Katolik

Seputar Liturgi Ekaristi Gereja Katolik

  • Majalah Liturgi KWI

  • Kalender Liturgi

  • Music Liturgi

  • Visitor

    free counters

    widget

    Please do not change this code for a perfect fonctionality of your counter
    widget

    Free Hit Counters

    widget

    Please do not change this code for a perfect fonctionality of your counter
    widget

    free statistics

    widget

    Please do not change this code for a perfect fonctionality of your counter
    widget

    hit counters



    widget flash

    widget

    Please do not change this code for a perfect fonctionality of your counter
    widget

    web page counter

  • Subscribe

  • Blog Stats

    • 1,255,563 hits
  • Kitab Hukum Kanonik, Katekismus Gereja Katolik, Kitab Suci, Alkitab, Pengantar Kitab Suci, Pendalaman Alkitab, Katekismus, Jadwal Misa, Kanon Alkitab, Deuterokanonika, Alkitab Online, Kitab Suci Katolik, Agamakatolik, Gereja Katolik, Ekaristi, Pantang, Puasa, Devosi, Doa, Novena, Tuhan, Roh Kudus, Yesus, Yesus Kristus, Bunda Maria, Paus, Bapa Suci, Vatikan, Katolik, Ibadah, Audio Kitab Suci, Perjanjian Baru, Perjanjian Lama, Tempat Bersejarah, Peta Kitabsuci, Peta Alkitab, Puji, Syukur, Protestan, Dokumen, Omk, Orang Muda Katolik, Mudika, Kki, Iman, Santo, Santa, Santo Dan Santa, Jadwal Misa, Jadwal Misa Regio Sumatera, Jadwal Misa Regio Jawa, Jadwal Misa Regio Ntt, Jadwal Misa Regio Nusa Tenggara Timur, Jadwal Misa Regio Kalimantan, Jadwal Misa Regio Sulawesi, Jadwal Misa Regio Papua, Jadwal Misa Keuskupan, Jadwal Misa Keuskupan Agung, Jadwal Misa Keuskupan Surfagan, Kaj, Kas, Romo, Uskup, Rosario, Pengalaman Iman, Biarawan, Biarawati, Hari, Minggu Palma, Paskah, Adven, Rabu Abu, Pentekosta, Sabtu Suci, Kamis Putih, Kudus, Malaikat, Natal, Mukjizat, Novena, Hati, Kudus, Api Penyucian, Api, Penyucian, Purgatory, Aplogetik, Apologetik Bunda Maria, Aplogetik Kitab Suci, Aplogetik Api Penyucian, Sakramen, Sakramen Krisma, Sakramen Baptis, Sakramen Perkawinan, Sakramen Imamat, Sakramen Ekaristi, Sakramen Perminyakan, Sakramen Tobat, Liturgy, Kalender Liturgi, Calendar Liturgi, Tpe 2005, Tpe, Tata Perayaan Ekaristi, Dosa, Dosa Ringan, Dosa Berat, Silsilah Yesus, Pengenalan Akan Allah, Allah Tritunggal, Trinitas, Satu, Kudus, Katolik, Apostolik, Artai Kata Liturgi, Tata Kata Liturgi, Busana Liturgi, Piranti Liturgi, Bunga Liturgi, Kristiani, Katekese, Katekese Umat, Katekese Lingkungan, Bina Iman Anak, Bina Iman Remaja, Kwi, Iman, Pengharapan, Kasih, Musik Liturgi, Doktrin, Dogma, Katholik, Ortodoks, Catholic, Christian, Christ, Jesus, Mary, Church, Eucharist, Evangelisasi, Allah, Bapa, Putra, Roh Kudus, Injil, Surga, Tuhan, Yubileum, Misa, Martir, Agama, Roma, Beata, Beato, Sacrament, Music Liturgy, Liturgy, Apology, Liturgical Calendar, Liturgical, Pope, Hierarki, Dasar Iman Katolik, Credo, Syahadat, Syahadat Para Rasul, Syahadat Nicea Konstantinople, Konsili Vatikan II, Konsili Ekumenis, Ensiklik, Esniklik Pope, Latter Pope, Orangkudus, Sadar Lirutgi

Archive for the ‘1. Sebelum Pekan Suci’ Category

WARNA LITURGI MERAH MUDA (ROSE/PINK) PADA MINGGU ADVEN KETIGA DAN MINGGU PRAPASKAH KEEMPAT

Posted by liturgiekaristi on December 8, 2014


PENCERAHAN:
WARNA LITURGI MERAH MUDA (ROSE/PINK) PADA MINGGU ADVEN KETIGA DAN MINGGU PRAPASKAH KEEMPAT

Gereja Katolik menggunakan warna liturgi merah muda (pink/rose) pada kasula imam, maksudnya untuk menandai bahwa saat hari Minggu itu kita telah berada di pertengahan masa Adven. Selain digunakan pada Hari Minggu Adven III, warna pink/rose ini juga dipakai pada Hari Minggu Prapaskah IV. Namun jika di paroki/STASI tidak ada kasula imam warna merah muda (pink/rose) tersebut, warna liturgi ungu tetap dapat digunakan. Warna liturgi ini hanya digunakan pada Hari Minggu Adven III dan Hari Minggu Prapaskah IV saja. Sementara pada hari-hari biasa pekan III Adven maupun hari-hari biasa pekan IV Prapaskah tetap menggunakan warna liturgi Ungu.

Pada Minggu Adven ketiga ini juga disebut Minggu Gaudete, yaitu minggu yang memiliki suasana kegembiraan dan sukacita. Nama “sukacita” ini diambil dari antifon pembuka pada Minggu Adven Ketiga: “Gaudete in Domino semper: iterum dico, gaudete: modestia vestra nota sit omnibus hominibus: Dominus prope est. Nihil solliciti sitis: sed in omni oratione petitiones vestræ innotescant apud Deum.” Dalam bahasa Indonesia: “Bersukacitalah selalu dalam Tuhan. Sekali lagi kukatakan bersukacitalah! Sebab Tuhan sudah dekat.” yang diambil dari Filipi 4:4-5. Pada gereja-gereja atau kapel yang memiliki lilin warna merah muda (rose/pink) pada Minggu Adven III ini juga ditandai dengan penyalaan lilin warna merah muda (rose/pink).

Semoga informasi bermanfaat secara khusus untuk seksi/tim kerja liturgi paroki/stasi maupun koster di mana gereja-gereja yang tersedia korona lilin adven, 3 lilin ungu, 1 lilin merah muda, lilin merah muda dinyalakan mulai Minggu Ketiga bukan pada Minggu Adven I, atau II. Lilin warna merah muda terus menyala menyertai korona/lingkaran Adven hingga Minggu Adven IV di mana lilin keempat (warna ungu) dinyalakan dan terus berlanjut sampai tanggal 24 Desember pagi.
#rich

10850058_10152966270748793_3911912173310947402_n

13997_10152966270968793_7380750372396749320_n

10393737_10152966270793793_21586726741779518_n

Posted in 1. Sebelum Pekan Suci, n. ADVEN - NATAL | Leave a Comment »

Tentang DUA CARA PENERIMAAN ABU pada Hari Rabu Abu.

Posted by liturgiekaristi on April 7, 2011


Tentang DUA CARA PENERIMAAN ABU pada Hari Rabu Abu.

 

Pertama, BAGI KLERUS (diakon, imam, uskup): ditaburkan sedikit abu di kepala atau di tonsura; atau dibuatkan satu tanda salib abu di atas kepala/tonsura. Jadi, ada dua kemungkinan cara penerimaan abu, namun pada satu tempat yang sama. Pilih salah satu. Adapun, satu dari dua opsi tsb bisa dilakukan oleh klerus yang satu kepada yang lain, atau oleh klerus kepada dirinya sendiri (misal: hanya ada satu imam pada perayaan tsb).

 

Kedua, BAGI UMAT AWAM (laki-laki, perempuan, anak-anak): petugas membuatkan satu tanda salib abu pada dahi umat.

 

 

CATATAN:

‘Tonsura’ adalah bagian tengah teratas pada kepala yang rambutnya dicukur plontos membentuk lingkaran kecil dengan diameter sekitar 7 cm. Pada zaman ini, sejak Gereja membarui jenjang-jenjang tahbisan menjadi diakon-imam-uskup, seperti yang sekarang ada, kebiasaan untuk menciptakan tonsura tidak diwajibkan. Namun, dalam hal penerimaan abu bagi klerus, penaburkan abu atau penandaan salib abu pada kepala/tonsura tetap diberlakukan sebagai salah satu opsi. Sedangkan bagi umat awam, tersedia satu cara penerimaan abu.

 

 

Semoga bermanfaat

Salam, Zepto-Triffon

Sorong

Posted in 1. Sebelum Pekan Suci | Leave a Comment »

PENGAKUAN DOSA – MASA PERTOBATAN (PENITENSI)

Posted by liturgiekaristi on March 15, 2011


Sumber : http://www.imankatolik.or.id/homili_mgr_hadisumarta_ocarm_minggu_prapaska_i_a_2011.html

H O M I L I
Mgr F.X Hadisumarta O.Carm

MINGGU PRAPASKAH 1/A/2011

Kej 2:7-9. 3:1-7 Rm 5:12-19 Mat 4:1-11

PENGANTAR

Ketiga Bacaan hari ini mengandung bahan-bahan renungan yang men-dalam untuk masa Prapaskah, yang merupakan masa penitensi atau pertobatan. Bacaan I melukiskan situasi kebahagiaan manusia yang disediakan Allah, namun disalahgunakan dengan dosa. Dalam Bacaan II Paulus me-nunjukkan dosa-dosa kita semua seperti Adam, namun juga menegaskan, bahwa di mana ada dosa karena kelemahan manusia, di situ ada pula pengampunan berkat rahmat Allah. Dan Injil Matius hari ini memperli-hatkan kepada kita, bahwa bukan hanya kita manusia menghadapi bahaya dosa dan harus berjuang melawannya, Yesus sendiri pun mengalaminya juga. Akhirnya Mazmur Tanggapan (Mz 51) sesudah Bacaan I adalah ungkapan rasa pertobatan Daud, yang sangat indah dan mendalam, dan patut banyak kita doakan, khususnya selama masa Prapaskah ini.

HOMILI

Yesus pada waktu Ia dibaptis oleh Yohanes Pemandi di Yordan, diu-mumkan sebagai putera Allah (Mat 3:17). Tetapi justru sesudah itu Ia harus mengalami tiga macam godaan setan sesudah berpuasa 40 hari di padang gurun. Ceritera tentang percobaan Yesus sebagai putera Allah itu meng-ingatkan kita kepada masa puasa Musa selama 40 hari (Kel 34:28; Ul 9:9.18), dan juga percobaan yang dialami bangsa Israel, yang juga disebut Allah sebagai “anak”-Nya (lih.Hos 11:1; Ul 8:5). Jawaban Yesus terhadap 3 percobaan yang yang dihadapi-Nya diambil dari Ul 8:3; 6:16; 13). Dari dua ceritera tentang percobaan, yang dialami Israel dalam Perjanjian Lama dan yang dialami oleh Yesus itu, tampaklah jelas perbedaan di antara sikap dan tanggapan Israel dan Yesus. Yaitu: Israel gagal mengatasi setiap tantangan/ percobaan, sedangkan Yesus menunjukkan kesetiaan ketekunan dan keteguhan, yang membuktikan kelayakan martabat-Nya sebagai putera Allah.

Percobaan dan tantangan yang dialami Yesus sesudah 40 hari dan 40 malam di padang gurun mempunyai tujuan rangkap. Pertama: percobaan itu menggambarkan aneka tantangan, yang akan dialami Yesus dalam karya pelayanan-Nya. Ditunjukkan adanya pelbagai usaha dari apa atau siapapun, yang mau mendatangkan suatu kerajaan yang palsu, di mana berlaku tatasusunan pemerintahan yang melulu duniawi untuk sekarang ini. Kedua: percobaan-percobaan yang dialami Yesus itu juga mempersiapkan kita untuk menghadapi pertentangan setan yang tak akan berhenti. Sebab Kerajaan yang diwartakan oleh Yesus dilihat dan ditanggapi oleh setan sebagai ancaman terhadap kekuasaan dan kerajaannya.

Roh Kudus membimbing Yesus, yang sesudah dibaptis diperkenal-kan sebagai putera Allah, ke padang gurun untuk berkonfrontasi dengan setan dan bergulat sendirian dengan dia! Israel dahulu juga berkonfrontasi dengan tantangan dan percobaan, namun tak mampu mengatasinya dan jatuh. Tetapi Yesus sekarang berhasil mengatasinya. Setan tidak mampu mematahkan ikatan kesetiaaan-Nya yang teguh kepada Bapa-Nya!

Percobaan pertama : mengubah batu menjadi roti . Apa artinya? Yesus tak mau menggunakan kuasa-Nya untuk menunjukkan seolah-olah Ia dapat hidup tanpa pertolongan Allah. Mengapa? Kita dapat hidup bukan hanya dengan makan roti, tetapi hanya karena Allahlah yang menghendaki kita hidup! Mengikuti Yesus berarti tidak mau hanya tergantung dari benda-benda duniawi saja. Bila terlalu tergantung hal-hal materiil, kita membiarkan diri memasuki percobaan!

Percobaan kedua: mencobai Allah . Yesus menolak membuktikan kehadiran Allah dalam diri-Nya dengan menjatuhkan diri dari Bait Allah ke bawah. Yesus menolaknya sebab bagi-Nya menghormati Allah berarti me-nolak setiap bentuk manipulasi atau percobaan terhadap Allah. Bila kita sungguh menghormati Allah, kita tidak perlu membuktikannya kepada siapapun! Pada akhir tulisan Injil Matius sikap-dasar hidup Yesus sebagai putera Allah itu tampak dalam kesediaan-Nya`untuk turun ke dalam jurang maut demi kesetiaan-Nya akan kehendak Allah (lih. Mat 26:39.53; 27:46).

Percobaan ketiga: kepatuhan/loyalitas utuh Yesus . Percobaan keti-ga pada intinya adalah melawan pemujaan terhadap berhala (idolatria). Percobaan ini sangat kuat dialami bangsa Israel (lih. Ul 6:13-14). Apakah pendewaan semacam itu aktual dan relevan bagi kita di zaman dewasa ini? Dunia romawi-yunani mengenal dewa-dewa yang berkuasa. Di dalam ma-syarakat Yahudi ada tokoh-tokoh yang ingin tampil sebagai almasih sambil ikut berperan dalam peranan politik dan ekonomi masyarakat. Di tengah masyarakat kita sekarang pun merajalela arus pendewaan kepentingan diri, kekuasaan, kekayaan. Di tengah pendewaan “hal-hal duniawi” itulah Yesus tampil. Yesus tampil dengan berjiwa patuh atau loyal terhadap Allah sepenuhnya. Maka sejak awal Yesus datang dengan tugas menyelamatkan kita, menghadapi setan-setan yang tetap hadir aktif di tengah-tengah kita. Yesus selalu menggunakan kekuatan Kitab Suci apabila ada kegelapan keragu-raguan, kebingungan dan percobaan. Kita harus mengikuti teladan Yesus ini, agar jangan jatuh tertipu dalam kegelapan penipuan dan dosa.

Ada tiga percobaan yang harus kita atasi selama hidup kita, yaitu: 1) Menyalahgunakan kuasa/kemampuan pemberian Allah. 2) Mau mencobai Allah, karena kesombangan. 3) Tidak mau patuh/taat kepada kehendak Allah secara utuh. – Betapa indah dan berguna bagi setiap orang yang mau bertobat untuk mendoakan dan merenungkan Mazmur 51 dari Daud!

Posted in 1. Sebelum Pekan Suci, h. SAKRAMEN | Leave a Comment »

Masa Prapaskah, Memupuk Hidup atas Anugerah dan Cinta

Posted by liturgiekaristi on March 15, 2011


Post 15 Maret 2011

Mungkin diantara kita yang telah membaca Pesan Kegembalaan masa Prapaskah dari Paus Benediktus XVI, di sini saya menggarisbawahi beberapa ponit yang menurut saya penting untuk kita renungkan, selain kita juga merenungkan Surat Gembala Prapaskah dari Uskup kita masing-masing dan tema Aksi Puasa 2011, yang kita renungkan dan dalami dalam kring/lingkungan/kelompok selama masa Prapaskah ini.

  • Tema surat gembala Prapaskah dari Paus Benediktus XVI di tahun 2011 ini adalah : « Kamu dikuburkan bersama Dia di dalam pembabtisan, maka dari situ pula kamu dibangkitkan bersama Dia » (Kolose 2, 22). Di sini Sri Paus menegaskan bahwa « rahmat pembabtisan » harus terus-menerus diperbaharui dalam diri kita, karena masa prapaskah merupakan perjalanan  «  pembebasan hati » untuk « mengatasi egoisme dan  untuk memupuk hidup dengan anugerah dan cinta kasih ». Bapa Suci menawarkan bahwa perjalanan masa prapaskah 2011 ini berpusat pada pembabtisan sebagai perjumpaan dengan Kristus. « Melalui perjumpaan secara pribadi dengan penebus kita Yesus Kristus dan dengan puasa, derma dan doa, jalan pertobatan ke Paskah Kristus membawa kita untuk menemukan makna baru dari pembabtisan kita.
  • Paus mengajak kita untuk dituntun oleh Sabda Allah setiap Hari Minggu dalam masa prapaskah ini, agar kita « secara lebih serius menempuh perjalanan  menuju Paskah dan mempersiapkan diri merayakan Kebangkitan Tuhan, –  hari raya yang paling menggembirakan dan paling mulia dalam seluruh Tahun Liturgi, –   kiranya tidak ada jalan yang lebih tepat selain membiarkan diri kita dibimbing oleh Sabda Allah itu sendiri ».
  • Sesungguhnya, demikian kata Bapa Suci, masa Prapaskah mengajak kita untuk menjalani « napak tilas lagkah-langkah Insiasi Kristen : bagi para calon baptis, untuk mempersiapkan penerimaan sakramen kelahiran baru ; dan bagi kita yang sudah dibaptis, untuk memantapkan diri dalam langkah baru dan definitif untuk menjadi pengikut Kristus yang semakin berserah diri kepada-Nya ».
  • Seluruh perjalanan masa Prapaskah ini mendapat kepenuhannya pada Trihari Suci, terutama pada Malam Paskah nan agung. Bapa Suci menggarisbawahi kembali makna pembabtisan « … seraya memperbarui janji-janji baptis, kita menegaskan kembali pengakuan iman kepercyaan kita, bahwa Kristus adalah Tuhan kehidupan kita, bahwa kita mendapat anugerah hidup dari Allah, ketika kita dilahirkan kembali ‘dari air dan Roh Kudus’,  dan kita mengakui sekali lagi kesediaan untuk menanggapi karya Rakhmat Allah itu untuk menjadi murid-murid-Nya ».
  • Bapa Suci menekankan bahwa pembabtisan merupakan suatu kekuatan dalam hidup keseharian kita. « Dengan menenggelamkan diri ke dalam kematian dan kebangkitan Kristus melalui Sakramen Baptis, kita didorong setiap hari untuk membebaskan hati kita dari hal-hal material yang membebani, dari keterikatan kita yang egoistis dengan “dunia” yang  memiskinkan dan menghalangi kita untuk secara terbuka menerima Allah dan sesama.
  • Maka dengan menjalani praktek tradisional di masa 40 hari ini « dengan berpuasa, bersedekah dan berdoa, yang merupakan tanda-tanda pertobatan kita, masa Prapaskah mengajarkan  kita untuk menghidupi  secara radikal  cinta kasih Kristus ».
  • Paus Benediktus XVI memaknai praktek tradisional dari puasa kristiani itu sebagai berikut :
  1. Puasa berarti, « seraya menerima kehilangan sesuatu yang ada pada kita, – yang bukan hanya tidak perlu -, kita belajar untuk mengalihkan perhatian dari « keakuan » kita, untuk menemukan ‘Seseorang’ di sekeliling kita dan mengenal Allah dalam wajah-wajah begitu banyak saudara dan saudari yang ada di sekitar kita ».
  2. Mengenai memberi sedekah, Paus mengacu pada « godaan untuk menimbun harta kekayaan dan cinta akan uang, yang dapat merongrong kedaulatan Allah dalam hidup kita » karena « keseserakahan untuk menimbun harta milik bisa menyeret kita kepada kekerasan, eksploitasi dan kematian. Untuk itulah, Gereja, khususnya dalam masa prapaskah ini, menyerukan  kepada kita untuk melakukan karya amal dengan mengumpulkan sedekah » (Aksi Puasa) ; artinya Gereja mengajarkan kita untuk mampu berbagi kepada sesama.
  3. Tentang doa,  Bapa Suci mendorong kita untuk menjadikan doa sebagai internalisasi Sabda Tuhan. « Seraya merenungkan dan membatinkan Sabda Tuhan, serta menghayatinya dalam hidup keseharian, kita menemukan suatu bentuk doa yang sangat berharga dan tak-tergantikan. Sesungguhnya dengan penuh perhatian mendengarkan Allah, yang senantiasa berbicara dalam hati kita, kita diberi makanan (rohani) dalam perjalanan keberimanan kita yang telah dimulai pada saat kita dibaptis. »
  • Di perjalanan retret agung dalam masa prapaskah ini,  Paus Benediktus XVI mengajak kita untuk merenungkan misteri Salib, agar kita bisa menjadi « serupa dengan Dia dalam kematian-Nya » (Flp 3,10) untuk memperoleh  «  pertobatan mendasar  dalam hidup kita, yakni membiarkan diri kita diubah oleh  anugerah Roh Kudus, seperti pertobatan Santu Paulus dalam perjalanannya menuju Damsyk ». Maka Sri Paus mengharapkan agar kita « secara tegas menjalankan eksistensi keberadaan kita seturut kehendak Allah ; untuk membebaskan kita dari egoisme diri  yang melampaui naluri untuk mendominasi sesama ; seraya membuka diri kita kepada cinta kasih Kristus. Masa Prapaskah adalah masa yang tepat untuk mengenal kelemahan-kelemahan kita, dan secara jujur memeriksa jalan hidup kita, untuk menerima  rahmat pembaharuan melalui Sakramen Tobat dan untuk dengan mantap berlangkah menuju Kristus ».

Semoga bermanfaat !

Salam, Tuhan memberkati

Philipus Seran, Pr

Posted in 1. Sebelum Pekan Suci | Leave a Comment »

SURAT GEMBALA PRA PASKAH DIBACAKAN SEBAGAI PENGGANTI HOMILI?

Posted by liturgiekaristi on March 15, 2011


Post 15 Maret 2011

Pertanyaan umat:

Minggu kemarin (6 Maret) di beberapa gereja tidak ada kotbah dan diganti dengan pembacaan surat gembala masa prapaskah dari uskup. isinya bagus dan berguna, namun sangat tidak berkait dengan ketiga bacaan yang dibacakan. apakah hal demikian secara liturgi benar? mohon saran.

PENCERAHAN DARI SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA

Perlu diingat bahwa Uskup adalah gambala utama di keuskupan yang dipimpinnya. Salah satu kewenangannya adalah menentukan norma-norma terkait pelaksanaan homili di keuskupannya. 

Uskup juga adalah pengajar utama. Maka surat gembala adalah bentuk perwujudan pengajarannya sebagai pengajar utama itu. Saya kira dengan pengertian ini malah jadi tidak cocok kalau pengajaran uskup ini tidak diletakkan pada homili, karena homili adalah saat pengajaran iman.

Apalagi, biasanya memang ada keterangan pada surat gembala yang dikirimkan ke paroki2, kalau surat gembala itu dibacakan sebagai pengganti homili.

-OL-

Pertanyaan umat :

Saya setuju bahwa uskup adalah gembala dan magisterium utama di parokinya. Dan surat gembala juga merupakan perwujudan kuasa mengajar iman. Yang menjadi pertanyaan tentang surat gembala ini adalah:

1. Apakah memang uskup secara jelas dan langsung memerintahkan agar surat gembala ini disampaikan dalam homili?

2. Jika memang demikian, apakah tidak boleh sebelum atau sesudahnya imam memberikan “tambahan” homili berkaitan dengan bacaan yang tersaji di meja sabda.

3. Jika itu pun tidak boleh dan dengan jelas uskup menginstruksikan pembacaan surat gembala dalam homili, tentunya telah terencana dengan baik kapan harus dibacakan dan sebagainya sehingga isi surat gembala pun bisa selaras dengan bacaan yang dibacakan. Setidaknya Sabda Allah yang terhidang tidak sia-sia dan dipertentangkan dengan kuasa mengajar uskup.


<<1.  Ya, ada keterangan demikian. 

<<2.  Surat gembala Mgr. Suharyo untuk umat KAJ menyinggung bacaan hari itu. Beberapa kali uskup sebelumnya, Kardinal Darmaatmadja, juga menjelaskan isi bacaan di surat gembalanya. Kalau sudah demikian rasanya imam tidak perlu menambahkan apa2 lagi.

<<3.  Saya pribadi tidak menemukan adanya pertentangan apa pun, kalau merujuk surat gembala uskup KAJ dengan bacaan Minggu kemarin. Kurang tahu kalau di keuskupan lain.

Btw, PUMR 65:

“65. Homili merupakan bagian liturgi dan sangat dianjurkan, Sebab homili itu penting untuk memupuk semangat hidup kristen. Homili itu haruslah merupakan penjelasan tentang bacaan dari Alkitab, ataupun penjelasan tentang teks lain yang diambil dari ordinarium atau proprium Misa hari itu, yang bertalian dengan misteri yang dirayakan, atau yang bersangkutan dengan keperluan khusus umat yang hadir.”

Memang penjelasan tentang bacaan dari Alkitab diutamakan, tapi tidak menutup kemungkinan isi homili merupakan penjelasan teks lain yaitu:
-ordinarium (Kyrie, Gloria, Credo, Sanctus, Agnus Dei)
-proprium (nyanyian pembuka, mazmur tanggapan, nyanyian persiapan persembahan, nyanyian komuni)
-misteri yang dirayakan, misalnya tentang dogma Maria diangkat ke surga.
-bersangkutan dengan keperluan khusus.

Saya kira walaupun tidak ada surat gembala pun, penjelasan tentang pantang dan puasa misalnya juga dapat dijadikan bahan homili agar umat bisa berpantang dan berpuasa dengan tepat sesuai hukum kanonik.

-OL-

KOMENTAR umat (Fransiskus Zaverius Sutjiharto)

Point 1 dan 2 saya sangat setuju dan gembira (khusus untuk point ke-2) jika Bapa Uskup berkenan menyinggung juga bacaan yang dibacakan. karena pada dasarnya homili adalah penjelasan mengenai Sabda Allah – bukan yang lain! (bdk SC 24 : Dalam… perayaan Liturgi Kitab suci sangat penting. Sebab dari Kitab sucilah dikutib bacaan-bacaan, yang dibacakan dan dijelaskan dalam homili, serta mazmur-mazmur yang dinyanyikan. Dan karena ilham serta jiwa Kitab sucilah dilambungkan permohonan, doa-doa dan madah-madah Liturgi; dari padanya pula upacara serta lambang-lambang memperoleh maknanya). Sayangnya tidak semua Surat Gembala menyajikan hal yang seperti itu (maaf saya tidak bermaksud mendiskreditkan keuskupan tertentu – namun kenyataan demikian – jika membutuhkan contoh nya bisa lewat japri saja di : serambisalomo@ymail.com) 

Karena itu, menurut saya PUMR 65 pun harus dilihat dalam kaitannya dengan bacaan yang dibacakan. Teks lain yang hendak dijelaskan pun harus dalam relevansinya dengan Sabda Allah yang dibacakan pada perayaan itu.

Sabda Allah adalah jiwa dalam perayaan liturgi – bukan sekedar tempelan – sehingga bisa ditinggalkan tanpa penjelasan (sekedar wajib dibacakan) – sedangkan dalam homili imam membahas hal yang lain. Mesti dibedakan antara Katekese dan homili. Homili adalah penjelasan Sabda Allah (bukan yang lain!) yang didalamnya bisa saja terdapat unsur katekese sejauh berkait dengan Sabda Allah tersebut. Bukan sebaliknya penjelasan Sabda Allah (yang dibacakan) ditiadakan demi katekese.

Ordinarium, proprium, dsb sangat bisa dijelaskan tanpa terlepas dari Sabda Allah. Apalagi perayaan misteri-misteri Gereja. Sangat dipastikan bahwa pada perayaan tersebut, Sabda Allah yang disajikan sangatlah relevan karena pada hakekatnya Dogma pun merupakan Sabda Allah yang dijelaskan dan diaktualisasikan. Dogma Maria Diangkat ke Surga pun tak lepas dari Sabda Allah (bukan tanpa dasar Alkitabiah!).

Demikian pandangan saya pribadi.

PENCERAHAN DARISEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA

Lain Uskup lain visi, tentu apa yang sedang digiatkan di satu keuskupan belum tentu digiatkan di keuskupan lain. Apa yang mendesak di sini belum tentu mendesak di sana. 

Maka penilaian suatu kondisi yang mendasari penetapan suatu norma liturgi oleh Uskup juga tidak boleh disamaratakan. Bisa jadi isi surat gembala yang Bapak keluhkan menurut Uskup lebih mendesak mengingat situasi umat di keuskupan yang dipimpinnya.

Jadi, kalau jawaban2 saya kurang memuaskan, sebaiknya sampaikan keluhan Bapak kepada Uskup tersebut atau pembantu2nya. Siapa tahu memang ada penjelasan yang memadai terkait isi surat gembala tersebut.

-OL-

Fransiskus Zaverius Sutjiharto

Terima kasih atas pencerahannya. 

Sebetulnya bukan masalah in se pada surat gembala melainkan hakekat homili dalam perayaan ekaristi yang seharusnya menjelaskan bacaan-bacaan yang tersaji (bukan yang lain apapun alasannya). Jadi bukan masalah pastoral situasional lokal keuskupan melainkan gereja Katolik secara keseluruhan.

BTW saya berterimakasih banyak atas diskusi ini yang membuka banyak hal bagi saya (khususnya). Dan bukankah untuk itu FB ini diadakan? Mohon maaf jika ada tulisan saya yang kurang berkenan. syaloom

Posted in 1. Sebelum Pekan Suci | Leave a Comment »

SELAMA MASA PRA PASKAH : KENAPA BAIT PENGANTAR INJIL HALELUYA DITIADAKAN?

Posted by liturgiekaristi on March 15, 2011


Post : 15 Maret 2011

Pertanyaan umat :

Mengapa pada saat masa prapaskah seperti sekarang ini Bait Pengantar Injil Haleluya ditiadakan dan dganti dengan: Terpujilah Kristus Tuhan, Raja mulia dan kekal..? padahalkan maknanya sama2 memuliakan Tuhan.. 🙂
makasih banyak sebelumnya.. 🙂

PENCERAHAN DARI  SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA

Selama masa prapaskah kita tidak menyanyikan Alleluia sampai Malam Paskah. Demikian juga Gloria, kecuali pada hari Kamis Puith Gloria dinyanyikan. Pun pula hiasan Altar hanya seperlunya, altar atau panti imam tidak boleh dihias secara meriah. Mengapa? Masa prapaskah merupakan masa tobat dan puasa (pantang) jadi ungkapan kegembiraan dan kemeriahan harus dihindari, maka ketiga hal tersebut di atas : Alleluia, Gloria dan hiasan altar yg meriah merupakan ungkapan kegembiraan, suka cita dan meriah. Hal ini tidak berarti kita tidak boleh memuji dan memuliakan Tuhan. Kita tetap memuji Tuhan dalam masa prapaskah namun menghindari ungkapan pujian yang meriah, karena masa puasa ini. Nanti pada perayaan Malam Paskah kita ungkapkan pujian kepada Tuhan secara megah dan meriah bersama Kristus yang bangkit mengalakan dosa dan maut dengan menyanyikan Allelui dan Gloriah secara megah dan meriah.

Posted in 1. Sebelum Pekan Suci | Leave a Comment »

PESTA TAKHTA ST. PETRUS & HARI KABAR SUKACITA

Posted by liturgiekaristi on March 8, 2011


Pertanyaan :

Dalam masa Prapaska ini ada Pesta Takhta St Petrus dan HR Kabar Sukacita. Pertanyaannya pada hari tsb Madah Kemuliaan apakah dinyanyikan/didaraskan atau tanpa Kemuliaan?

PENCERAHAN DARI PASTOR YOHANES SAMIRAN SCJ:

Panduan praktis dan aman konflik, adalah: manfaatkan “kalender Liturgi” yang seharusnya tersedia di setiap paroki dan umumnya mudah kita temukan di sakristi atau pastoran.
Di sana dituliskan lengkap apakah hari itu dalam PE Kemuliaan, Syahadat – didoakan atau tidak. Kalau ditulis berarti didoakan dan itu artinya juga boleh dinyanyikan asal ….. sesuai pedoman.

Contoh panduan dari Kalender Liturgi:
a. 22 Sn Pesta Takhta S. Petrus, Ras (P). E. Kem. BCE …. > Tgl 22/2 hari Senin – adalah Pesta Takhta S Petrus.
Pakaian (warna) liturgi (kasula imam, dll) = Putih. Dalam Perayaan Ekaristi Kemuliaan didoakan. Bacaan …. dst.

b, (Maret) 19 Jm HARI RAYA S. YUSUF …(P). E. KemSyah Pref Yusuf. BcE ….. >… See More
Jumat 19 Maret 2010 adalah Hari Raya Santo Yusuf. …
Warna liturgi = Putih.
Misa: Kemuliaan dan Syahadat didoakan.

NB. Dalam Kalender Liturgi 2010 – kesalahan cetak 14/3 – seharusnya Kem dicoret, dan hanya Syah.

 

TOPIK :

Besok, Jumat 25 Maret 2011 adalah Hari Raya Kabar Sukacita, 9 bulan sebelum Hari Raya Natal. Seturut ketentuan pada misa ini umat diwajibkan berlutut saat Syahadat pada bagian “Ia dikandung dari Roh Kudus, menjadi manusia” (PUMR 137).

Walau masa Prapaskah, pada perayaan ini dinyanyikan Madah Kemuliaan. Juga digunakan warna liturgi putih dan altar dapat dihias dengan bunga. Begitu pula pantang tidak diwajibkan.

PENCERAHAN DARI BP. Albert Wibisono

Selama Masa Prapaskah Alleluia tidak diucapkan/dinyanyikan sama sekali, pada Hari Raya sekalipun. Jadi, pada Hari Raya Kabar Sukacita hari ini, kita menggunakan Bait Pengantar Injil tanpa Alleluia. Seturut rubrik Misale Romawi, Gloria dan Credo diucapkan/dinyanyikan. Hari ini kita tidak menggunakan Ordinarium Prapaskah, sebagai gantinya, boleh digunakan misalnya, Ordinarium Missa VIII De Angelis, yang ada di PS/MB. Jalan Salib kurang pas untuk dibikin di Hari Raya ini, di mana umat harusnya berada dalam suasana perayaan yang gembira, karena turunnya kabar sukacita melalui Malaikat Gabriel

 

Posted in 1. Sebelum Pekan Suci | Leave a Comment »

ATURAN PUASA DAN PANTANG SELAMA MASA PRA PASKAH

Posted by liturgiekaristi on March 8, 2011


Pertanyaan umat :

“Pastor sy mau tanya nich, aturan puasa pd hari Rabu Abu dan Jumat Agung, makan kenyang 1 kali dalam sehari itu artinya apakah selama 24 jam hanya makan 1 kali atau makan tetap 3 kali tapi yang kenyang hanya 1 kali, 2 kalinya makan dikit aja??? TK.”

PENCERAHAN DARI PASTOR YOHANES SAMIRAN SCJ :

Aturan puasa dan pantang yang diumukan selama masa prapaska adalah aturan umum dan sifatnya adalah ‘minimal’.
Hal itu bisa kita lihat misalnya tentang siapa yang wajib puasa dan hari-hari mana yang ditegaskan pantang dan puasa.

Jadi rumusan makan kenyang 1 kali sehari, adalah aturan kendornya. Maka orang yang mau membuat lebih keras asal hakekat puasa tidak diabaikan, yakni latihan rohani untuk meningkatkan keutamaan – adalah sah.

Tegasnya memang orang sah makan 3 kali sehari dan yang kenyang sungguh sekali saja. Tetapi tetap boleh orang benar-benar puasa seperti muslim, yakni cuma makan sekali saja sehari, asal pilihan ini tidak menyebabkan misalnya merasa menjadi lebih hebat dan suci dari orang lain, atau lalu menjadi malas dan manja karena alasan puasa, atau diam-diam mengeluh dalam hati karena harus puasa.

Lihatlah ukuran ‘kenyang’ itu pun relatif. Banyak dari antara kita tidak mudah menentukan manakah batas ‘kenyang’nya itu. Ada yang menganggap kenyang artinya sampai full dan tidak muat lagi, yang lain lagi kenyang artinya merasa cukup.

Maka aturan minimalistis tadi sebaiknya tidak usah dipersulit penafsirannya. Kalau memang susah ya sudah fokuslah kepada tobat selama masa prapaska ini. Lalu pikirkan bentuk nyata pertobatannya mau diungkapkan dengan cara apa? Tidak marah? Tidak omong kotor? Tidak ngerasani jelek teman? Tidak mudah berpikir jelek teman ….? Itu sudah bentuk puasa atau pantang juga bukan?
Tetapi tentu yang dimaksudkan Puasa dan Pantang – sungguh minimal berhubungan dengan makan dan konsumsi kita.

Akhirnya marilah kita tangkap maksud suatu aturan sbg bantuan/panduan agar kita bisa mengembangkan kebaikan dan keutamaan baik rohani maupun sosial, dan bukan pembatasan atas hak dan kebebasan kita.

PENCERAHAN DARI PASTOR ZEPTO PR

Aturan tradisional-minimal tentang Puasa Katolik, ya…, MAKAN (masih juga sering ditambahkan: ‘DAGING’). Ini ‘kan aturan yang diimport dari dunia Barat.

Kontekstualisasi dari aturan-puasa tersebut untuk situasi kita: Puasa fesbuk (dua jempol untuk Prima WH), puasa telpon-chatting untuk urusan kepuasan (perasaan), puasa rokok, puasa kunjungi cafe, night-club, puasa memaki, puasa miras, dst, dst yang dibuat semata-mata hanya untuk urusan kepuasa melulu….
Ini baru namanya pengekakangan diri, pengendalian diri.

Posted in 1. Sebelum Pekan Suci | Leave a Comment »

MINGGU PRA PASKAH IV – MADAH KEMULIAAN DINYANYIKAN?

Posted by liturgiekaristi on March 8, 2011


Pertanyaan umat :

Untuk itu Minggu Prapaskah IV sudah dibolehkan menyanyikan Kemuliaan?? (ini saya lihat di Penanggalan Liturgi 2010 KWI, Kem. sdh tercantum)

PENCERAHAN DARI BP. AGUS SYAWAL :

Ikuti apa yang ada di kalender Liturgi.
Pada dasarnya, pada masa Prapaskah yang terutama hilang bukan madah Kemuliaan (pada hari raya dan pesta yang jatuh pada masa Prapaskah, madah Kemuliaan dinyanyikan), melainkan hilangnya “Alleluia” yang identik dengan sorak sorai sukacita Paskah.
Namun, untuk semakin memberi strata kemeriahan Liturgi dan menekankan makna tobat, pada hampir semua hari masa tobat, kemuliaan tidak dinyanyikan karena identik dengan kemegahan dan keagungan.

Posted in 1. Sebelum Pekan Suci | Leave a Comment »

MINGGU LAETARE PADA MINGGU PRA PASKAH IV

Posted by liturgiekaristi on March 8, 2011


Pertanyaan umat :

romo,maaf, sy mau tanya apakah yang dimaksud dng laetare? mengapa pada minggu prapaskah IV boleh ada hiasan bunga padahl minggu prapaskah yang lain tidak ada? Apakah maksud dan penghayatan iman nya, romo? terima kasih..syalom

PENCERAHAN DARI BAPAK AGUS SYAWAL :

Minggu Laetare, nama ini diambil dari Proprium Introit (pembukaan) pada perayaan hari Minggu Prapaskah IV: Laetare Ierusalem (Bersukacitalah Yerusalem). Introit ini diambil dari Yesaya 166:10,11 dengan ayat dari Mazmur 121.

Karena nuansa kegembiraan ini ditengah Prapaskah, dan bahwa setengah masa puasa sudah dilewati, kesuraman Liturgis prapaskah dikurangi sedikit.
Karena itu, dipakai busana Liturgi warna Rose (pink), sedikit bunga dan iringan musik.

Pada masa Adven ada hari yang sama dimana warna liturgi Rose juga digunakan. Yaitu Minggu Adven III yang dikenal dengan nama Minggu Gaudete. Sekali lagi nama hari ini diambil dari Proprium Introit Misa hari ini: Gaudete in Domine semper (Bersukacitalah dalam Tuhan senantiasa). Introit ini diambil dari Filipi 4:4,5 dengan ayat dari Mazmur 84.

Posted in 1. Sebelum Pekan Suci | Leave a Comment »

BOLEHKAH ADA IRINGAN ORGAN DALAM MISA SELAMA MASA PRA PASKAH?

Posted by liturgiekaristi on March 8, 2011


Pertanyaan umat:

Selamat siang. Numpang tanya. Di paroki (keuskupan malang) saya sekarang,selama pekan suci (minggu palma setelah liturgi sabda sampai malam paskah sebelum kemuliaan) koor tidak boleh di iringi musik (organ,piano dll). Padahal di paroki lain (keuskupan semarang&bandung,yg pernah saya alami) selama pekan suci,iringan musik tetap ada. Secara liturgi mana yg benar? Thks

PENCERAHAN DARI PASTOR ZEPTO PR yang DISETUJUI oleh PASTOR YOHANES SAMIRAN SCJ, PASTOR LOUIS ANTONNY WIJAYA SCJ.

Dear all,

ttg penggunaan alat musik dlm masa prapaskah, berikut ini sy kutipkan apa yg diatur dalam Litterae Circulares De Festis Paschalibus Praeparandis et Celebrandis (Surat Edaran Tentang Perayaan Paskah & Persiapannya) Roma, thn 1988. Juga dari PUMR thn 2002.

ANTARA LAIN disebutkan bhw:
Dalam Masa Prapaskah tak diperkenankan menghias altar dengan bunga2, bunyi alat2 musik diperkenankan hanya untuk mengiringi nyanyian (FPPC 17).
Pada Minggu Prapaskah ke-4 (“Laetare”) dan pd Hari Raya dan Pesta, orgel dan alat2 musik lain dapat dimainkan dan altar dapat dihias dgn bunga2 (FPPC 25).
Juga,
Selama Masa Prapaskah, organ dan alat musik lain hanya boleh dimainkan utk menopang nyanyian, kecuali pd Minggu Laetare (Mgg Prapaskah IV) dan hari raya serta pesta yg tjd dlm masa ini (PUMR 313).

Menurut sy, pedoman2 yg ada, hendaknya diterima bukan semata2 sbg upaya penyeragaman, tetapi terutama sbg sarana bantu dlm menghayati sec bersama2 misteri khusus yg ditekankan dlm masa prapaskah. Untk itu, masih byk hal yg perlu disosialisasikan. Pekerjaan Rumah (PR) kita bersama masih harus dirampungkan. Demikian input sy. Tks. GBU

Posted in 1. Sebelum Pekan Suci | Leave a Comment »