Pertanyaannya:
1) Apakah seorang Katolik atau sebaliknya seorang protestan bisa diizinkan untuk menerima roti dan anggur dalam gereja lain?
2) Apakah penghayatan “roti dan anggur” menjadi Tubuh dan Darah Kristus dalam Gereja Katolik sama dengan gereja/denominasi lain?
PENCERAHAN DARI ROMO CHRISTIANUS HENDRIK SCJ
1) Apakah seorang Katolik atau sebaliknya seorang protestan bisa diizinkan untuk menerima roti dan anggur dalam gereja lain?
Untuk pertanyaan ini jawabnya simple: Pada prinsipnya orang yang non Katolik tidak diperkenankan menerima komuni-entah dalam rupa roti dan/atau anggur. Hal yang sama juga berlaku untuk orang Katolik (sudah baptis) tapi belum menerima komuni pertama-tidak diperkenankan.
Untuk sebaliknya, apakah orang Katolik boleh menerima roti dan anggur dalam gereja2 non katolik, itu bukan kapasitas kita untuk memutuskan boleh atau tidak-tergantung kebijakan dalam gereja2 tersebut. Dasar argumen2 di atas bisa dipahami dalam alur penjelasan pertanyaan kedua.
2) Apakah penghayatan “roti dan anggur” menjadi Tubuh dan Darah Kristus dalam Gereja Katolik sama dengan gereja/denominasi lain?
Jawabnya: Tidak sama. Ekaristi yang sesungguhnya, seperti yang dipahami dalam Gereja Katolik, hanya bisa terjadi/sah/sesuai dengan hakekat Ekaristi sepenuhnya, jika menggunakan materi yang sah, di dalam tindakan dan kata2 ( Forma dan Actuosa) yang dilakukan oleh Imam tertahbis, sesuai dengan ajaran gereja Katolik. Maka, seperti apapun namanya, bentuknya, ritualnya, selama itu tidak dilakukan oleh Imam tertahbis, tidak dapat disebut Ekaristi seperti yang dipahami oleh Gereja Katolik. Dalam hal ini menjadi jelas, Ekaristi hanya ada dan bisa dimungkinkan terjadi dalam gereja Katolik yang memiliki Imam2 tertahbis-kecuali memang ada Imam2 tertahbis seperti kita akui di luar gereja Katolik, apa mungkin??. Di luar itu, sekalipun namanya sama: Ekaristi; tidak bisa dipandang sebagai sama saja dengan Ekaristi yang dipersembahkan oleh Imam tertahbis dalam gereja Katolik.
Hal itu menjadi argumen yang tidak bisa disangkal karena faktanya hanya di dalam Gereja Katolik pemahaman yang sebenarnya dari Ekaristi menyangkut jauh sampai kepada pengetahuan dan pengakuan iman akan perubahan substansial roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Tuhan.
Sejauh saya ketahui dan pahami, hanya Gereja Katolik yang mengamini bahwa Ekaristi bukan hanya sekedar ‘upacara’ atau ‘ritual’ pengenangan masa lalu akan perjamuan malam terakhir Tuhan kita Yesus Kristus – seperti banyak dipahami oleh gereja2 non Katolik. Bagi kita orang Katolik, Ekaristi adalah ‘Perayaan’ (bukan upacara pengenangan saja) yang artinya sungguh menghadirkan kembali Misteri Perjanjian Baru dan Kekal akan perjamuan Tubuh dan Darah Tuhan.
Maka dari itu, hanya dalam gereja Katolik dipahami sepenuhnya arti Anamnese: WafatMu kami kenangkan(aspek pengenangan masa lalu), kebangkitanMu kami muliakan (Aspek kehadiran sekarang, peristiwa penebusan/penyelamatan itu setiap kali dihadirkan kembali dalam tindakan institusional yang dilakukan Imam saat konsekrasi); kedatanganMu kami rindukan (Aspek Parusia, penantian sampai akhir jaman, keselamatan yang sepenuhnya). Adakah gereja2 non Katolik sampai pada pemahaman dan doktrin yang sedemikian lengkap menyangkut tiga masa: dulu, sekarang, dan yang akan datang seperti dalam gereja Katolik? Saya meragukannya.
Jadi kesimpulannya: Orang Katolik, dan hanya orang yang beriman secara Katolik yang bisa memahami makna Ekaristi yang sepenuhnya sebagai Perjamuan yang memberi jaminan keselamatan. Di luar itu, meskipun namanya mungkin sama, tapi maknanya tentu saja berbeda. Yang paling sering dipahami umum, gereja2 non Katolik memandang Ekaristi mereka sebagai pengenangan belaka, sebagai perjamuan belaka, sama seperti makan dan minum sehari2; namun tidak sampai menyentuh aspek ‘menghadirkan kembali’ karya penyelamatan itu setiap kali Ekaristi dipersembahkan, dan tidak sampai menyentuh aspek transformatif-substansial perubahan roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Tuhan. Maka tidak heran, mereka bisa menggunakan materi apa saja yang menyerupai ‘roti dan anggur’, tidak seperti dalam gereja Katolik yang memiliki aturan ketat akan wujud ‘materi’ roti dan anggur yang dipergunakan dalam Ekaristi.
PENCERAHAN DARI ROMO INNO NGUTRA
Dari sisi Hukum Gereja Katolik
Kanon 844 § 1 Para pelayan katolik menerimakan sakramen- sakramen secara licit hanya kepada orang-orang beriman katolik, yang memang juga hanya menerimanya secara licit dari pelayan katolik, dengan tetap berlaku ketentuan § 2, § 3 dan § 4 kanon ini dan Kanon 861 § 2.
§ 2 Setiap kali keadaan mendesak atau manfaat rohani benar-benar menganjurkan, dan asal tercegah bahaya kesesatan atau indiferentisme, orang beriman kristiani yang secara fisik atau moril tidak mungkin menghadap pelayan katolik, diperbolehkan menerima sakramen tobat, Ekaristi serta pengurapan orang sakit dari pelayan-pelayan tidak katolik, jika dalam Gereja mereka sakramen-sakramen tersebut adalah sah.
§ 3 Pelayan-pelayan katolik menerimakan secara licit sakramen- sakramen tobat, Ekaristi dan pengurapan orang sakit kepada anggota- anggota Gereja Timur yang tidak memiliki kesatuan penuh dengan Gereja katolik, jika mereka memintanya dengan sukarela dan berdisposisi baik; hal itu berlaku juga untuk anggota Gereja-gereja lain, yang menurut penilaian Takhta Apostolik, sejauh menyangkut hal sakramen-sakramen, berada dalam kedudukan yang sama dengan Gereja-gereja Timur tersebut di atas.
§ 4 Jika ada bahaya mati atau menurut penilaian Uskup diosesan atau Konferensi para Uskup ada keperluan berat lain yang mendesak, pelayan-pelayan katolik menerimakan secara licit sakramen-sakramen tersebut juga kepada orang-orang kristen lain yang tidak mempunyai kesatuan penuh dengan Gereja katolik, dan tidak dapat menghadap pelayan jemaatnya sendiri serta secara sukarela memintanya, asalkan mengenai sakramen-sakramen itu mereka memperlihatkan iman katolik dan berdisposisi baik.
§ 5 Untuk kasus-kasus yang disebut dalam § 2, § 3 dan § 4, Uskup diosesan atau Konferensi para Uskup jangan mengeluarkan norma- norma umum, kecuali setelah mengadakan konsultasi dengan otoritas yang berwenang, sekurang-kurangnya otoritas setempat dari Gereja atau jemaat tidak katolik yang bersangkutan.
Penjelasan singkat:
1) Sakramen Ekaristi berkaitan erat dengan tahbisan suci (imamat) yang diterima oleh para imam, yang diberikan oleh uskup. Oleh karena itu, ukurannya adalah umat katolik (Dalam keadaan mendesak) bisa menerima sakramen itu dari imam atau pendeta/pastor dari gereja lain asalkan pastor itu mendapatkan tahbisan uskup. Di sini sangat susah untuk menerima sakramen dari seorang pendeta karena mereka tidak menerima tahbisan imamat dari uskup. Hal ini sangat lain bila kita terapkan pada imam dari Anglikan atau Gereja Ortodox
2) Dalam keadaan bahaya maut atau karena keadaan di mana tidak ada pastor atau pelayan dari gereja lain, maka baik para pastor maupun para pelayan dari gereja lain bisa menerimakan kepada umat ATAS PERMINTAAN SI PENERIMA. Dan, ini berlaku baik bagi umat Katolik maupun umat protestan atau Kristen lainnya.
3) Contoh kasus misalnya: Dalam nikah campur yang diadakan di gereja Katolik, maka pasangan bisa diizinkan untuk menerima sakreman Ekaristi sejauh memenuhi syarat menimal yakni percaya bahwa itu adalah Tubuh dan Darah Kristus. Dan untuk mendapatkan hal ini biasanya diadakan wawancara (tanya jawab) dengan calon selama masa persiapan nikah.
4) Soal apakah dari protestan bisa terima komuni di Gerja Katolik atau tidak sangat tergantung pada keputusan gereja mereka (Kanon 844 & 5 dan penjelasan pastor Hendrik Christianus, namun perlu diperhatikan lagi aturan Gereja Katolik sebagai syarat untuk mengizinkan seseroang menerima komuni di dalam gereja (nomor 4)
PENCERAHAN DARI PASTOR PHILIPUS SERAN
Liturgi kita dalam Gereja Katolik adalah adalah liturgi resmi Gereja yang berlaku universal dalam Gereja Katolik, dengan segala doktrin, ajaran praturannya. Sedangkan ibadat dalam Protestan, sebagaimana penafsiran Kitab Suci sangat menekankan secara pribadi, lebih bersifat pribadi, entah itu secara perorangan atau dalam komunitas gereja tertentu… yah tergantung pendetanya atau pengurus gerejanya. Tentu saja berimplikasi pada penghayatan dan makna dari Perjamuan Tuhan yang dirayakan, yang memang tidak sama dengan kita di Gereja Katolik dalam menghayati makna Ekaristi.
PENCERAHAN DARI BP. ALBERTUS WIBISONO
KGK 1396 – Kesatuan Tubuh Mistik: Ekaristi membangun Gereja. Siapa yang menerima Ekaristi, disatukan lebih erat dengan Kristus. Olehnya Kristus menyatukan dia dengan semua umat beriman yang lain menjadi satu tubuh: Gereja. Komuni membaharui, memperkuat, dan memperdalam penggabungan ke dalam Gereja, yang telah dimulai dengan Pembaptisan. Di dalam Pembaptisan kita dipanggil untuk membentuk satu tubuh Bdk. 1 Kor 12:13.. Ekaristi melaksanakan panggilan ini: “Bukankah cawan pengucapan syukur, yang atasnya kita ucapkan syukur adalah persekutuan dengan darah Kristus? Bukankah roti yang kita pecah-pecahkan adalah persekutuan dengan tubuh Kristus? Karena roti adalah satu, maka kita, sekalipun banyak, adalah satu tubuh, karena kita semua mendapat bagian dalam roti yang satu itu” (1 Kor 10:16-17):
“Kalau kamu Tubuh Kristus dan anggota-anggota-Nya, maka Sakramen yang adalah kamu sendiri, diletakkan di atas meja Tuhan; kamu menerima Sakramen, yang adalah kamu sendiri. Kamu menjawab atas apa yang kamu terima, dengan ‘Amin’ [Ya, demikianlah] dan kamu menandatanganinya, dengan memberi jawaban atasnya. Kamu mendengar perkataan ‘Tubuh Kristus’, dan kamu menjawab ‘Amin’. Jadilah anggota Kristus, supaya Aminmu itu benar” (Agustinus, serm. 272).
KGK 1398 – Ekaristi dan kesatuan umat beriman. Karena keagungan misteri ini, santo Augustinus berseru: “0 Sakramen kasih sayang, tanda kesatuan, ikatan cinta” (ev. Jo 26,6,13) Bdk. SC 47.. Dengan demikian orang merasa lebih sedih lagi karena perpecahan Gereja yang memutuskan keikutsertaan bersama pada meja Tuhan; dengan demikian lebih mendesaklah doa-doa kepada Tuhan, supaya saat kesatuan sempurna semua orang yang percaya kepada-Nya, pulih kembali.
KGK 1400 – Persekutuan-persekutuan Gereja yang muncul dari Reformasi, yang terpisah dari Gereja Katolik, “terutama karena tidak memiliki Sakramen Tahbisan, sudah kehilangan hakikat misteri Ekaristi yang otentik dan sepenuhnya” (UR 22). Karena alasan ini, maka bagi Gereja Katolik tidak mungkin ada interkomuni Ekaristi dengan persekutuan-persekutuan ini. “Kendati begitu, bila dalam Perjamuan Kudus mereka mengenangkan wafat dan kebangkitan Tuhan, mereka mengimani, bahwa kehidupan terdapat dalam persekutuan dengan Kristus, dan mereka mendambakan kedatangan-Nya kembali dalam kemuliaan” (UR 22).
KGK 1401 – Jika menurut pandangan Uskup diosesan ada situasi darurat yang mendesak, imam-imam Katolik boleh menerimakan Sakramen-sakramen Pengakuan, Ekaristi, dan Urapan Orang Sakit juga kepada orang-orang Kristen lain yang tidak mempunyai kesatuan penuh dengan Gereja Katolik, bila mereka sendiri secara sukarela memintanya, asalkan mengerti Sakramen-sakramen itu mereka memperlihatkan iman Katolik serta berada dah disposisi yang baik Bdk. KHK, Kan. 844, ? 4.
jadi, hanya dalam situasi darurat (mis. dalam sakratul maut, dll.