Seputar Liturgi Ekaristi Gereja Katolik

Seputar Liturgi Ekaristi Gereja Katolik

  • Majalah Liturgi KWI

  • Kalender Liturgi

  • Music Liturgi

  • Visitor

    free counters

    widget

    Please do not change this code for a perfect fonctionality of your counter
    widget

    Free Hit Counters

    widget

    Please do not change this code for a perfect fonctionality of your counter
    widget

    free statistics

    widget

    Please do not change this code for a perfect fonctionality of your counter
    widget

    hit counters



    widget flash

    widget

    Please do not change this code for a perfect fonctionality of your counter
    widget

    web page counter

  • Subscribe

  • Blog Stats

    • 1,255,557 hits
  • Kitab Hukum Kanonik, Katekismus Gereja Katolik, Kitab Suci, Alkitab, Pengantar Kitab Suci, Pendalaman Alkitab, Katekismus, Jadwal Misa, Kanon Alkitab, Deuterokanonika, Alkitab Online, Kitab Suci Katolik, Agamakatolik, Gereja Katolik, Ekaristi, Pantang, Puasa, Devosi, Doa, Novena, Tuhan, Roh Kudus, Yesus, Yesus Kristus, Bunda Maria, Paus, Bapa Suci, Vatikan, Katolik, Ibadah, Audio Kitab Suci, Perjanjian Baru, Perjanjian Lama, Tempat Bersejarah, Peta Kitabsuci, Peta Alkitab, Puji, Syukur, Protestan, Dokumen, Omk, Orang Muda Katolik, Mudika, Kki, Iman, Santo, Santa, Santo Dan Santa, Jadwal Misa, Jadwal Misa Regio Sumatera, Jadwal Misa Regio Jawa, Jadwal Misa Regio Ntt, Jadwal Misa Regio Nusa Tenggara Timur, Jadwal Misa Regio Kalimantan, Jadwal Misa Regio Sulawesi, Jadwal Misa Regio Papua, Jadwal Misa Keuskupan, Jadwal Misa Keuskupan Agung, Jadwal Misa Keuskupan Surfagan, Kaj, Kas, Romo, Uskup, Rosario, Pengalaman Iman, Biarawan, Biarawati, Hari, Minggu Palma, Paskah, Adven, Rabu Abu, Pentekosta, Sabtu Suci, Kamis Putih, Kudus, Malaikat, Natal, Mukjizat, Novena, Hati, Kudus, Api Penyucian, Api, Penyucian, Purgatory, Aplogetik, Apologetik Bunda Maria, Aplogetik Kitab Suci, Aplogetik Api Penyucian, Sakramen, Sakramen Krisma, Sakramen Baptis, Sakramen Perkawinan, Sakramen Imamat, Sakramen Ekaristi, Sakramen Perminyakan, Sakramen Tobat, Liturgy, Kalender Liturgi, Calendar Liturgi, Tpe 2005, Tpe, Tata Perayaan Ekaristi, Dosa, Dosa Ringan, Dosa Berat, Silsilah Yesus, Pengenalan Akan Allah, Allah Tritunggal, Trinitas, Satu, Kudus, Katolik, Apostolik, Artai Kata Liturgi, Tata Kata Liturgi, Busana Liturgi, Piranti Liturgi, Bunga Liturgi, Kristiani, Katekese, Katekese Umat, Katekese Lingkungan, Bina Iman Anak, Bina Iman Remaja, Kwi, Iman, Pengharapan, Kasih, Musik Liturgi, Doktrin, Dogma, Katholik, Ortodoks, Catholic, Christian, Christ, Jesus, Mary, Church, Eucharist, Evangelisasi, Allah, Bapa, Putra, Roh Kudus, Injil, Surga, Tuhan, Yubileum, Misa, Martir, Agama, Roma, Beata, Beato, Sacrament, Music Liturgy, Liturgy, Apology, Liturgical Calendar, Liturgical, Pope, Hierarki, Dasar Iman Katolik, Credo, Syahadat, Syahadat Para Rasul, Syahadat Nicea Konstantinople, Konsili Vatikan II, Konsili Ekumenis, Ensiklik, Esniklik Pope, Latter Pope, Orangkudus, Sadar Lirutgi

Archive for the ‘j. OMK’ Category

Grazie Francesco – A gift for Pope Francis

Posted by liturgiekaristi on March 7, 2014


Grazie Francesco – A gift for Pope Francis

Hi!
On March 13 we’ll celebrate the first anniversary of Pope Francis, and we are all invited to make him a gift in http://www.GrazieFrancesco.com.

It is a global campaign that just launched, and will conclude with the presentation of the messages to Pope Francis in person.
And we need your help to spread the word of this campaign to the whole Church and the world:
1) Forward this email to all your contacts, and especially to all the parishes in your diocese, so that they promote it as well.

2) Publish this moving video on your social networks: http://youtu.be/PCT1XSLYlxs

3) Print the attached flyer to paste it in your parish.
For further inquiries and other ideas to help, you can contact us info@graziefrancesco.com.

Greetings and thanks,
The WYD team

Posted in j. OMK | Leave a Comment »

DEKLARASI OMK INDONESIA PADA INDONESIAN YOUTH DAY 2012

Posted by liturgiekaristi on November 28, 2012


DEKLARASI OMK PADA IYD 2012

Kami Orang Muda Katolik Indonesia telah melaksanakan Indonesian Youth Day yang pertama kali dalam sejarah Gereja Katolik Indonesia. IYD pertama berlangsung di Sanggau Kalimantan Barat, pada tanggal 20—26 Oktober 2012, dihadiri oleh 1.914 OMK dan pendampingnya dari 35 keuskupan di Indonesia dan satu keuskupan dari Malaysia. Kami mengalami tahap-tahap kegiatan yang menggembirakan, memperdalam dan menantang penghayatan iman kami dengan diterangi oleh tema ”Berakar dan Dibangun dalam Yesus Kristus, Berteguh dalam Iman” (Kol 2:7), serta subtema ”Makin Beriman, Makin Mengindonesia”.

Sepanjang masa persiapan serta pelaksanaan IYD, kami memperoleh pencerahan dalam semangat iman sebagai Orang Muda Katolik. Perjumpaan dengan Orang Muda Katolik seluruh Indonesia, berbagi pengalaman bersama umat dan masyarakat setempat, terbukti mempererat persaudaraan serta memperdalam iman dan rasa syukur kami. Kami bersyukur menjadi Orang Muda Katolik yang dilahirkan di kawasan Nusantara, suatu kawasan yang dianugerahi Tuhan dengan kekayaan alam dan aneka suku bangsa, dengan budaya yang luhur dan beraneka ragam.

Dari pengalaman iman yang kami peroleh selama IYD 2012 ini, kami berkehendak untuk berani mempertahankan dan mengembangkan nilai Kekatolikan yang mewujud dalam semangat cinta yang besar pada bangsa kami Indonesia.

Setelah merefleksikan proses pelaksanaan IYD 2012, kami meyakini bahwa:

Kami OMK Indonesia, adalah pembawa harapan, pelaku perdamaian dan keadilan, yang dipanggil untuk bertindak aktif tanpa kekerasan, menjadi agen perubahan bangsa ke arah yang makin bermartabat.
Kami OMK Indonesia, mau menanggapi panggilan Tuhan dengan sikap jujur, menjaga kemurnian dalam hal kesusilaan, serta aktif berperanserta dalam usaha mewujudkan suasana yang damai tanpa kekerasan.
Kami OMK Indonesia, mau mendidik diri menjadi orang yang merefleksikan setiap tantangan hidup dengan terang iman Gereja yang Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik.
Kami OMK Indonesia, mencintai dan menghayati iman, ajaran serta Tradisi Gereja Katolik dalam kesatuan yang penuh kasih dengan para bapa uskup dan bapa suci.
Kami OMK Indonesia, berani menunjukkan jati diri kekatolikan sebagai salah satu ciri khas kami, sebagai bagian dari kebhinekaan Indonesia.
Kami OMK Indonesia, menjunjung tinggi nilai-nilai budaya dan kearifan lokal yang telah membesarkan kami serta yang selalu memperkuat jari diri kami sebagai bangsa Indonesia.
Kami OMK Indonesia, mau bersaudara dengan semua orang, serta mau meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan berdialog, khususnya dalam bekerjasama dengan sesama orang muda yang berkepercayaan dan beragama lain demi peningkatkan mutu hidup bersama.
Kami OMK Indonesia mau merasul dengan mengembangkan kemampuan diri di bidang pengembangan ekonomi dan pengembangan hidup sosial kemasyarakatan yang bermartabat serta dalam usaha perbaikan lingkungan hidup.
Kami OMK Indonesia, menyepakati bahwa perjumpaan Indonesian Youth Day, dilanjutkan secara berkala sebagai bagian dari pembinaan yang berjenjang dan berkelanjutan.

Demikianlah kami mewartakan pernyataan ini, sebagai ungkapan syukur atas Indonesian Youth Day 2012 yang terbukti telah memantapkan persaudaraan dan panggilan perutusan kami sebagai OMK Indonesia. Kami OMK Indonesia, selalu berakar dalam Kristus, berteguh dalam iman dan bertekad bulat menjadi seratus persen Katolik, seratus persen Indonesia.

Sanggau, 26 Oktober 2012

OMK INDONESIA

Posted in j. OMK | Leave a Comment »

LINK YOU TUBE WORLD YOUTH DAY 2013

Posted by liturgiekaristi on August 8, 2012


Posted in j. OMK | Leave a Comment »

LINK-LINK WORLD YOUTH DAY 2011, MADRID, SPANYOL

Posted by liturgiekaristi on August 21, 2011


 

 

 

 

 

 

 

Posted in j. OMK | Leave a Comment »

Himno JMJ Madrid 2011

Posted by liturgiekaristi on August 21, 2011


 

Posted in j. OMK, q. Video terpilih | Leave a Comment »

CHEERING THOUSAND WELCOME POPE TO MADRID

Posted by liturgiekaristi on August 21, 2011


Kata-kata Kristus tak pernah kosong, demikian kata Paus kepada orang-orang muda, peserta pertemuan Pemuda sedunia di Madrid.

MADRID, Spain, AUG. 18, 2011 (Zenit.org).- Kata-kata dapat digunakan untuk menghibur dan memberikan informasi, tetapi kata-kata Yesus memiliki tujuan lain, kata Paus yang sedang berbicara di hadapan kaum muda di Madrid. Kata-kata Kristus mengandung arti untuk menyentuh/menggapai hati dan berakar di sana.

Paus tiba di Madrid hari ini untuk memberi kekuatan kepada ratusan ribu kaum muda yang menyambutnya di sepanjang jalan yang dilaluinya. Diharapkan bahwa jutaan orang muda akan berpartisipasi dalam hari kaum muda sedunia yang ke-26, yang akan ditutup pada hari minggu nanti.

Ada banyak kata yang yang hanya digunakan untuk menghibur, yang hanya sekilas memancarkan kekosongan dalam makna; yang lain digunakan untuk menjelaskan sesuatu dan memberi informasi kepada kita, tapi kata-kata yang digunakan oleh Yesus, di lain pihak, harus menggapai dan menyentuh hati. Berakar dan memancarkan sinar kehidupan di sana. Jika tidak, mereka akan tetap kosong dan menjadi tak berguna. Mereka tidak akan menghantar kita kepada Dia dan, sebagai hasilnya, Kristus akan tinggal jauh dari hati kita sama seperti suara banyak orang yang ada dan hidup di sekitar kita. Demikianlah penekanan Paus.

Paus selanjutnya mengatakan kepada kaum muda; “tidak ada sesuatu yang dapat kita pelajari dari yang lain, tetapi hanya Dialah yang, dan hanya Dia yang sungguh mengetahui jalan manusia kepada Allah, sebab hanya Dialah yang membuka jalan itu kepada kita, Dia membukan jalan itu agar kita mempunyai hidup yang sejati, hidup yang selalu berguna dalam setiap saat dan kesekitaran kita, dan yang bahkan kematian tidak dapat menghancurkannya. Dia selalu mencintaimu.

Uskup Roma menyapa dan mengucapkan selamat datang kepada kaum muda di Madrid dalam bahasa Spanyol dan kemudian memberi salam dalam beberapa bahasa lain. Pesannya kepada peserta kaum muda dari Perancis (yang berbahasa Perancis) mengandung beberap kata dan kalimat yang menguatkan. Beliau mengucapkan terima kasih karena kehadiran mereka dalam jumlah yang besar, di mana mereka datang dengan beragam pertanyaan duniawi dan membutuhkan jawaban-jawaban pasti.” Kata Paus, itu adalah baik untuk selalu mencari jawaban atas pertanyaan hidup. Tapi di atas semuanya, carilah Kebenaran, yang bukan sekedar sebuah idea tau ideology atau slogan, tetapi SEORANG PRIBADI; KRISTUS, ALLAH SENDIRI, yang telah datang ke tengah-tengah kita! Dia selalu mencintaimu dan Dia tahu bahwa Anda lebih baik dari yang lain. Semoga hari-hari ini memperkayamu dalam doa, mengajarimu dan membawamu untuk menemukan nilai ini, sehingga Anda boleh mencintai Dia lebih dari semua yang lain.

Bapa Suci juga mempunyai sebuah pesan khusus kepada peserta dari Polandia, Negara dari mana Yang terberkati Paus Yohanes Paulus II berasal, penggagas hari kaum muda sedunia. Katanya; “Saya sungguh diinspirasikan oleh kehadiranmu di sini di Madrid. Saya berdoa semoga ini akan menjadi hari-hari yang baik, hari-hari doa, yang mana akan menguatkamu dalam relasimu dengan Yesus. Semoga Roh Kudus menuntunmu selalu.

Diterjemahkan bebas oleh

***Rinnong***

Posted in j. OMK | Leave a Comment »

“Anak muda, Janganlah Anda pindah !”

Posted by liturgiekaristi on August 21, 2011


Di tengah tantangan dan kesulitan hidup yang tidak mudah dari umat kristen di Timur Tengah, kehadiran kaum muda kristen dari Irak, Mesir, Suriah, Libanon dan Palestina  di acara WYD Madrid 2011, memberi warna dan makna tersendiri. Berikut ini ringkasan Katekese (pengajaran iman) yang diberikan Mgr. Mgr. Shlemon Warduni, Vikaris Patriarchal Gereja Katolik Kaldea di Bagdad – Irak kepada kaum muda kristen dari Tanah Arab. Mohon doa bagi umat kristiani di Timur Tengah dan dunia Arab, semoga mereka tetap teguh dalam iman, tetap berakar dalam Kristus dan menjadi saksi Kristus yang handal, di tengah pergolakan hidup yang mereka hadapi. Dan semoga Katekese ini juga menjadi kekuatan iman bagi kita untuk tetap teguh dalam iman yang berakar dalam Kristus Yesus.

 

« Anak muda, Janganlah Anda pindah ! »

 

ROMA, Jumat 19 Agustus, 2011 (ZENIT.org) – « Teman-temanku kaum muda, Anda jangan hijrah (pindah), Anda harus dan tetap berakar dalam Kristus. Dunia  kita membutuhkan Anda! », demikian kata Mgr. Shlemon Warduni, Vikaris Patriarchal, Gereja Katolik Kaldea dari Baghdad – Irak, saat beliau memberi Katekese kepada kaum muda Kristen Arab  di hari kedua, Hari Pemuda Sedunia (WYD), di Madrid – Spanyol.

 

Beliau menegaskan, « tetaplah berkomitmen kepada Kristus untuk menghasilkan buah bagi kita, bagi Gereja dan bagi negara kita masing-masing. Buah-buah  itu adalah menjadi saksi iman (harapan dan cinta) ; pengampunan dan rekonsiliasi ; serta kehadiran yang saling menerimakan satu sama lain. Kristus adalah pengharapan iman kita ».

 

« Kehadiran kita di sini, di Madrid, harus memperkuat kita dalam iman dan meletakkan akar iman kita  dalam Yesus Kristus », lanjutnya. « Hanya dengan cara inilah kita akan berhasil menemukan kekuatan, keberanian dan keteguhan untuk mengatasi setiap rintangan yang sedang kita hadapi. »

 

« Kristus menghendaki kita berada di tanah air kita. Ia tetap dan selalu membutuhkan kita di tanah kelahiran kita. Kita tidak menutupi begitu banyak kesulitan  yang sedang kita hadapi, tetapi kita dipanggil untuk melakukannya, seperti murid-murid Kristus setelah turunnya Roh Kudus tidak lagi takut, melainkan mulai menjadi saksi pewartaan Injil. »

 

Mengakhiri pengajarannya, Mgr. Shlemon Warduni menegaskan kepada kepada kaum muda kristen Irak, Mesir, Palestina, Suriah dan Lebanon : « Anda adalah saksi-saksi Gereja di Timur Tengah ; Gereja Kristen (Katolik) Timur Tengah  bergantung pada Anda, yang tetap terus memiliki masa depan. Dan adalah penting bahwa Anda harus berakar dalam Kristus melalui doa, hidup dalam sakramen dan saling berbagi kehidupan seperti yang kita lakukan sekarang ini di Madrid. »

 

Kutip dan terjemahan bebas dari : http://www.zenit.org/article-28683?l=french

 

-phs-

Posted in j. OMK | Leave a Comment »

WORLD YOUTH DAY , MADRID, SPANYOL, 2011

Posted by liturgiekaristi on August 21, 2011


Holy Mass and Angelus on Cuatro Vientos

Meeting with the volunteers

Farewell Ceremony

Opening Mass

Welcoming Ceremony

Meeting at the Escorial

Way of the Cross at Plaza de Cibeles

Holy Mass at Almudena Cathedral

Visit to “Instituto San Jose”

 

Posted in j. OMK, q. Video terpilih | Leave a Comment »

JUMAT AGUNG – VISUALISASI JALAN SALIB

Posted by liturgiekaristi on April 20, 2011


Dari pengalaman dan evaluasi selama ini, dramatisasi Sengsara Tuhan oleh kelompok orang muda Katolik lebih cocok diadakan di luar Upacara Jumat Agung, misalnya pada jam pagi sehingga Upacara Jumat Agung pada sore hari lebih khusus dengan pemeran tiga orang seperti biasanya (bdk PPP no. 72).

Catatan : Admin Page Liturgi mohon ijin dari OMK St. Cornelius Madiun , untuk memposting video visualisasi Jalan Salib untuk dipersembahkan kepada seluruh umat Katolik Indonesia lewat link ini.

Selamat menyaksikan dan merenungkan.

Posted in 4. Jumat Agung, j. OMK, q. Video terpilih | Leave a Comment »

MUSIK MENGASAH BUDI DAN HATI KAUM MUDA

Posted by liturgiekaristi on March 11, 2011


“MUSIK MENGASAHBUDI DAN HATI KAUM MUDA” (sumber Majalah Liturgi, vol 1, 2006).

Cui bene cantat bis orat (Siapa bernyanyi dengan baik, berdoadua kali). Peribahasa Latin ini menyatakan betapa pentingnya seni musikliturgi yang mencakup seni mengolah suara, memainkan alat musik, memimpin koor,memadukan musik dengan tarian, kata-kata, gestikulasi, mimik, dll.

Koor yang berhasil, adalah yang bisa mengantar hati kepada Sang Khalik dan hal itu ditentukan oleh beberapa faktor, yakni: pemilihan orang-orang yang berbakat dan senang bernyanyi; latihan dan disiplin diri; pengenalan dan penyampaian pesan dan sifat lagu kepada anggota koor; pendekatan yang human dan bersahabat dari dirigen; kerendahan hati dan kesediaan berkorban dari yang melatih; serta sound system yang mendukung (bila digunakan).

Dalam hubungan dengan pembentukan kaum muda, Pater Pit menyampaikan beberapa sumbangan yang dapat diberikan oleh seni musik.

Pertama, memperhalus budi dan hati kaum muda. Agar tercapai hal itu kepada kaum muda perlu diberikan contoh bagaimana bernyanyi dengan penuh penjiwaan atau bernyanyi dengan HATI, yaitu dengan menghayati pesan atau arti dari kata-kata atau kalimat lagu itu.

Kedua, Musik juga membantu terbentuknya pribadi yang santun dan bertanggungjawab serta matang secara emosional.

Ketiga, Musik membantu kaum muda memiliki gairah dan semangat hidup, optimisme dan harapan akan masa depan. …

Keempat, Pengalaman musik (seperti terlibat dalam koor) menjadi ‘nilai tambah’ dalam berkarya.

Kelima, Musik memungkinkan kaum muda menyalurkan bakat dan potensinya demi pertumbuhan dan perkembangan yang kreatif.

Last but not least, musik membuat kaum muda dekat dengan Tuhan dan sesama; lewat musik kaum dapat memuliakan Tuhan dan membahagiakan sesama serta membawa kepuasan bagi diri sendiri.

WS Rendra dalam Sajak Sebatang Lisong (1977) menulis: “Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan.” Dan kita dihadapkan oleh Pater Pit dengan pertanyaan: “Apakah artinya musik, bila tidak mengasah budi dan hati kaum muda?”

PENDAPAT UMAT Agustinus Subijanto
Yg sering terjadi, bila penampilan koor benar-2 menyentuh umat saat misa, justru yg dilakukan umat adalah ,memberi applaus dengan bertepuk tangan. Apakah diperbolehkan ??

PENDAPAT UMAT Tri-Samosir Petugas-Missa Gereja-Katolik
Bagaimana dengan pengirng/organis.. Kebetulan saya organis di gereja saya stasi Maria Ratu Pencinta Damai paroki santo Padre Pio helvetia medan. Ada saran kan tuk saya, supaya bisa bermain dengan baik dan bisa membantu umat tuk lebaik dekat lagi dengan DIA ??

PENDAPAT UMAT Totok Pramujito
Ada masukan seputar tata beribadatan di gereja katholik, mengapa hampir semua gereja menerapkan standart ganda maksudnya setiap jemaat sudah memiliki buku ‘madah bhakti’ dan harus membeli panduan liturgi dan lagi jemaat di gereja katholik tidak pada suka membawa Kitab Injil………. padahal semangat Injil itulah yang utama karena hampir dapat dipastikan seluruh jemaat memilikinya sehingga justru jarang dipakai…………gimana nich………… coba simak di denominasi sebelah ada buku panduan praktis yang berisi panduan liturgi, lagu-lagu dan kitab sucinya jadi satu……..mungkinkah itu dilakukan oleh gereja katholik e-Indonesia…………………………………….

PENDAPAT UMAT Mathilda Rosi Lamanepa
Pengertian menyanyi dg baik adalah menyanyi dg menggunakan perasaan,menjiwai lagu2nya dan memahami pesan yang ingin disampaikan dr lagu tsb.
Untuk para anggota koor agar dpt menyampaikan pesan2 dr lagunya agar dpt menghantar umat utk lebih mendekatkan diri dg Tuhan.
Kalau mau jujur, selama ini kita menyanyi hanya sekedar nyanyi tanpa memahami arti2 dr lagunya.Yg kita nikmati cuma musiknya,bukan (memuji Tuhan,berterimakasih,memohon dll) melalui lagu2nya.
Contohnya: kita menyanyikan lagu “Tuhan kasihani kami” ttp hati kita tdk menyampaikan permohonan agar kita dikasihani Tuhan.Namanya saja memohon, ya harus dgn kerendahan hati bukan asal2an saja.Gimana bisa dikabulkan kalau kita memintanya tdk dg sungguh2 dan penuh pengharapan.
Sori, ini hanya sekedar share berdasarkan pengalaman pribadi.

PENDAPAT UMAT Sonny Arends
Karena intinya seputar liturgi, maka bernyanyi yang baik adalah memahami kondisi liturgi dengan baik, misalnya lagu saat komuni, maka harus dinyanyikan lagu liturgi yang diperuntukan sesuai dengan makna dan “situasi” Ritus dimaksud dimana para umat sedang menyambut Komuni tsb, begitu juga dengan bernyanyi dalam Ritus2 Misa lainnya seperti: Pembuka, Liturgi Sabda … sampai dengan Ritus Penutup …. di bagian atas halaman genap Buku Puji Syukur sudah tercantum daftar peruntukan dari tiap2 nyanyian dimaksud.

PENDAPAT UMAT Harnaningrum Ln
kalau syarat ikut koor adalah berbakat bernyanyi saya bukanlah orangnya. Tapi selama ini saya ikut koor di gereja. dan saya akan merasa terbantu jka pelatihnya adalah orang yang benar-benar tahu bagaimana menyanyikan sebuah lagu dengan baik. Menurut saya, karena bernyanyi dengan dipandu oleh koor adalah salah satu keterlibatan umat, tidak harus orang yang berbakat yang ikut koor, kita hanya perlu mencari pelatih yang berbakat…. Suwun

PENDAPAT UMAT Onggo Lukito
saya tidak setuju dengan pendapat admin (atau Majalah Liturdi?) kalau “Koor yang berhasil, ditentukan oleh beberapa faktor, yakni: pemilihan orang-orang yang berbakat dan senang bernyanyi”

pendapat seperti ini bisa mematikan semangat orang2 yang merasa tidak berbakat dan tidak terlalu senang menyanyi namun mau dan rela meluangkan waktu melatih diri untuk menyanyi memuliakan Tuhan.

problem di lapangan bahkan sekalipun ada orang yang berbakat dan senang menyanyi tidak mau ikut kor lingkungan. kalau yang seperti itu saja tidak mau, maka mau tidak mau, suka tidak suka, koor harus bergantung pada orang2 yang tidak berbakat dan tidak senang menyanyi untuk menghidupkan kor lingkungan.

PENDAPAT UMAT Kriswandaru Fransiskus
saya setuju, untuk mengajak umat latihan saja sungguh sulit, dan ketika mereka hadir dan ikut bernyanyi walaupun dengan suara fals saja sudah menjadi berkat bagi kami. maka unsur PELAYANAN menjadi faktor yang lebih penting, apapun kualitas suaranya ! kecuali koor paroki yang nota bene berisi umat yang jago bernyanyi tentunya, dan mestinya merekalah yang menjadi penggerak koor di wilayah/lingkungan masing2. salute . . . .

PENDAPAT UMAT Mathilda Rosi Lamanepa

Intinya:
1. Lagu2 liturgi yg dinyanyikan baik oleh koor maupun umat, agar dinyanyikan dgn benar dan menjiwai shg akan membakar hati untuk bergairah akan Tuhan.
Lagu2 liturgi yg dinyanyikan dg penjiwaan dpt menjamah hati umat yg ikut perayaan misa secara mendalam.
Dgn demikian pengaruh rohaninya begitu terasam Misalnya ada yg terharu krn teringat akan kebaikan Tuhan bg mereka, ada juga yg bertobat dr jalannya yg telah menyimpang dr Tuhan dsb.
2. Bagi koor, hrs dpt menyampaikan pesan2 yg termuat dlm lagu2 tsb (ucapan syukur, penyembahan,pujian,permohonan dsb). Jadi tdk hanya menunjukkan kebolehan menyanyi atau lagu2nya hanya mungkin enak didengar telinga.
3. Bagi umat yg memiliki suara emas,agar dpt memanfaatkan talenta yg telah diberikan Tuhan utk tujuan penyembahan dan memuliakan Tuhan.
4. Bagi umat yg tdk memiliki suara emas, partisipasinya dlm koor tetap diharapkan krn yg paling penting adalah keinginan hati utk memuji dan memuliakan Tuhan. Tuhan tdk menilainya dari merdunya suara ttp dari hati yg menyanyikan.
5. Menyanyi lagu2 liturgi sama dgn berdoa, jadi mudah2an kita dpt menyanyi dg hati dan sikap yg pantas.

PENDAPAT UMAT Marscellinus Litek
benar sekali pak seputar lliturgi… cuma penyampain dalam suatu artikel jgn menjebak diri sendiri. pada dasarnya semua adalah baik, yang penting setelah komentar tidak melupakan bahwa masih ada tugas untuk gereja kita. baik di dalam gereja maupun di luar gereja. di dalam bangunan gereja, misteri ekaristi adalah perayaan umat beriman yang menjadi satu kesatuan dalam tubuh mistik Kristus. semua umat beriman saling bahu membahu untuk menyemarakkan perayaan itu. perayaan itu dihadiri olah semua yang berlatar berbeda namun satu dalam Yesus. so, menyanyi bukanlah monopoli kelompok. tapi kelompok koor dgn tugas yang rela membantu umat berkomunikasi lewat bahasa lagu. semua anak Tuhan jgn saling menyalahkan dan jgn saling merendahkan. sebab Yesus menerima semua yang kekurangan dan berlebihan.

PENDAPAT UMAT Febri Singal
Sekarang ini kebanyakan umat hanya diam ato klo pun ikut menyanyi hanya 1/2 hati..nah tugas petugas koor bernyanyi dgn baik/bagus u/ membangun suasana misa lebih hikmat…coba bayangkan bgmn kita bs mengikuti misa dgn baik jika koor nyanyinya fals???yg ada malah jd bahan gosipan di dlm gereja..
bagi yg merasa suaranya fals/kurang bagus saya rasa jika sering berlatih/aktif ikut lat. koor di lingkungan2nya pasti akan bisa menyanyi dgn lebih baik lg.
Hanya perlu diingat bahwa kita ato pun anggota koor yg menyanyi dgn bagus bukan untuk mendapat pujian, tapi semata mata u/ kemuliaan Tuhan

Posted in e. MUSIK LITURGI, j. OMK | 2 Comments »

MISA OMK (DRAMA MENGGANTIKAN BACAAN INJIL)

Posted by liturgiekaristi on March 9, 2011


SUMBER MAJALAH LITURGI, VOL 4 (2008)

Kadangkala dalam Misa OMK, bacaan Injil diganti dengan drama. Hal ini perlu dipertimbangkan lagi. Bayangkan, untuk mementaskan sebuah drama yang berbobot seni di Taman Ismail Marzuki (TIM), dibutuhkan latihan yang cukup lama. Dan tidak sembarang drama dipentaskan di TIM. Teknik permainan sungguh diperhatikan. Pesan yang mau disampaikan harus sungguh mendalam. Lalu, mengapa begitu gampangnya, muda-mudi mementaskan Injil dalam bentuk drama dalam Perayaan Ekaristi? Injil yang sangat berbobot itu bisa saja menjadi tidak bermutu, murahan dan seperti penayangan sinetron saja. Pesan Injil pun bisa melenceng.

Oleh karena itu perlu dibedakan secara jelas antara drama dan Perayaan Sabda dan Ekaristi. Sebaiknya drama dari Injil dipentaskan dalam pertemuan OMK setelah Misa Kudus atau dibuat acara khusus untuk itu. Ambil saja contoh Kisah Sengsara Yesus yang dibacakan ketika Jumat Agung. Sungguh mendalam dan berkesan, apalagi dinyanyikan secara Gregorian. Dan di beberapa Paroki, Kisah Sengsara itu dijadikan drama, namun dipentaskan di luar perayaan liturgi dan bahkan di luar gedung Gereja. Dengan begitu, drama tersebut dapat menjadi cara berkatekese.

Jelaslah, kita perlu membedakan secara tajam penggunaan Alkitab: dalam Liturgi, dalam Lectio Divina, dalam Pelayanan Pastoral (katekese, pewartaan, kerasulan Kitab Suci) dan dalam Gerakan Ekumene. Setiapnya dilaksanakan pada waktu dan tempatnya; tidak dicampuraduk begitu saja.

Memang konstitusi tentang Liturgi Suci telah menegaskan bahwa dalam Liturgi ada unsur yang tidak dapat berubah dan ada yang dapat diubah. Tetapi perubahan itu harus sungguh berbobot dan tidak menurun mutunya. Variasi-variasi yang katanya kreatif dalam Misa OMK terkesan menurunkan mutu Liturgi, bahkan mengganggu suasana doa. Maka pendampingan dan pendidikan liturgi bagi kaum muda mutlak diperlukan.

Lebih celaka lagi, kalau hanya dengan mengikuti Misa OMK, kaum muda enggan mengikuti Misa Hari Minggu di Paroki dan Misa di Lingkungan sebagai Komunitas Basis. Akibatnya, kaum muda cenderung eksklusif dan tidak menggereja sebagai umat. Padahal, pada hakekatnya, Perayaan Liturgi adalah perayaan bersama, yang dihadiri oleh banyak umat. Dan perayaan umat lebih diutamakan ketimbang upacara perorangan yang seolah-olah pribadi (SC no. 27). Dan rupanya Misa OMK cenderung menjadi upacara kelompok eksklusif dengan selera yang sangat pribadi.

PENCERAHAN DARI Teresa Subaryani Dhs

Judulnya saja Bacaan Injil, bukan Drama Injil.. sudah jelas bacaan tidak dapat diganti dengan drama apalagi diganti dengan bacaan populer (di beberapa tempat sempat terjadi ada yang menggantinya dengan artikel dari majalah atau surat kabar). Kalau dalam homili ditambahkan simbolisasi (bukan sekedar drama), itu masih memungkinkan. Atau biasanya, simbolisasi ini diletakkan di depan setelah kata pengantar.

Kaum muda di sini tentu bukan anak-anak lagi karena mereka tentunya memiliki kapasitas mental-spiritual-intelektual yang lebih. Karena itu pementasan drama kiranya kurang cocok, apalagi kalau ini menjadi pengganti Bacaan Injil karena puncak Liturgi Sabda terjadi saat Injil diwartakan, karena seharusnya mereka tidak “malas” untuk sedikit berpikir dan memang sudah saatnya bagi mereka untuk berpikir. Ide-ide memang perlu ditampung, tetapi juga perlu dikritisi. Jangan sampai Misa hanya dijadikan ajang untuk menampung semua bakat dan kemampuan mereka secara tidak integral, dan nantinya malah dianggap seperti acara “pentas seni”.
selain itu dramatisasi bisa menimbulkan menggeser ruang kudus (panti imam, gereja) menjadi ruang profan, atau semacam panggung sandiwara. Maka simbolisasi kiranya lebih tepat untuk kaum muda mengingat liturgi sendiri merupakan perayaan simbolis.

PENDAPAT Sebastianus Deny Christian
Drama dilaksanakan pada acara khusus, sepeti Natal dan Paskah, agar mereka dapat menghayati pesan yang akan disampaikan dan berguna untuk iman mereka. Biasanya atas persetujuan pastor paroki, sehingga keterlibatan OMK dalam gereja, menjadikan OMK merasa diperlukan dan tidak diabaikan.

PENDAPAT Daniel Pane
Tidak ada hubungan langsung antara drama dan iman OMK. Tidak dapat dibuktikan bahwa drama menambah iman OMK. Yang sudah terbukti oleh zaman adalah lex orandi-lex credendi, hukum berdoa adalah hukum percaya. Gereja mendoakan apa yang dipercayainya. Dan jika kita memasukkan drama dalam Liturgi mungkin iman kita mengatakan bahwa “Tuhan dan Misa itu hanya sekedar tontonan”.

PENCERAHAN DARI PASTOR Christianus Hendrik

Kasihan kaum muda (OMK) kog jadi bahan pembicaraan…tapi mudah2an maksudnya positif daripada ‘ngerasani’ ya…. wkwkwk…

Persoalannya, apakah yang suka bosan dan jenuh itu hanya kaum muda?? Bukankah orang2 tua dan dewasa dalam gereja juga kadang mengalami kebosanan dan kejenuhan yang sama?? Masalahnya, sering OMK/kaum mudalah yang ‘tidak sabaran’ dan berani mendobrak dengan energisitas mudanya untuk membuat terobosan2 yang menggairahkan hidup iman mereka. Tentu hal ini harus tetap diletakkan dalam konteks iman yang benar. Membuat terobosan2 kreatif dalam Ekaristi mengandaikan orang mengerti dan tahu yang standard dulu. Bukan kreatif namanya kalo orang tidak mengerti yang seharusnya bagaimana, lalu asal membuat misa dengan drama, atau bacaan Injil diganti dengan drama… Tentu yang dimaksud adalah pada saat2 tertentu dan dalam situasi yang relevan, bukan sesering mungkin dalam setiap bacaan Injil. Syukurlah bahwa tidak selalu bacaan Injil memungkinkan untuk di dramakan; kadang kalau isinya tentang Yesus yang bersabda, memberi pelajaran kepada murid2Nya…ya tidak ada yang bisa didramakan kecuali hanya monolog satu orang yang bicara ha ha…

So, saya kira ini persoalannya bukan mengenai misa OMK, tapi lebih soal mendramakan kisah Injil, dan itu lebih mengarah pada saat Kisah sengsara Tuhan Yesus atau sering dilakukan dengan Pasio-dinyanyikan dan hanya pada waktu Pekan suci – jadi tidak sepanjang tahun bukan? Pelakunya untuk memmentaskan drama memang sering OMK karena mereka yang berani tampil, yang kreatif dan mau menymbangkan dirinya untuk memberi warna dalam liturgi Gereja; tapi misanya sendiri kan untuk umum, bukan hanya untuk OMK.
Isi kisahnya kemungkinan kita semua sudah hapal, jadi memang lebih mudah dibandingkan mementaskan sebuah drama dengan alur cerita yang baru, bukan..?? Hanya tinggal yang perlu dilatih adalah penghayatan dan penjiwaan para tokoh yang dipentaskan; lalu perlu sadar betul bahwa ini membawakan Sabda Tuhan, bukan hanya sandiwara.

Tidak ada yang salah dengan drama, asal sungguh diperhatikan audiens nya siapa, untuk kepentingan apa, dilakukan di mana, mempertimbangan kepentingan publik gereja, menghormati Liturgi resmi gereja dan ketentuannya. Jelas dibutuhkan bimbingan, tugas orangtua dan para ahli lah yang harus membimbing kaum muda yang memang membutuhkan bimbingan, bukan hanya dikritik lalu ditinggalkan. Mereka aset yang sangat berharga bagi gereja dan mereka juga butuh tempat untuk mengaspirasikan dirinya dalam liturgi Gereja yang mereka miliki.

Dari pengalaman, kalau di paroki OMK nya aktif, maka bisa dipastikan orangtua dan anak2 juga ikut aktif dan hidup menggereja semarak dan Liturginya lebih hidup. Tapi kalau di paroki orangtuanya yang aktif, belum tentu OMK dan anak2 juga aktif…kadang mereka malah menghilang..Jadi memang dinamisitas OMK itu memang cukup mewarnai gereja, sesuatu yang pantas disyukuri…GBU.

PENCERAHAN DARI PASTOR Liberius Sihombing

Saya sangka terlalu berlebihan mengangkat hal yg kasuistik seolah2 sudah menjadi hal yang menggejala. Sy perhatiin koment disini lebih ‘menyerang’ orng muda, seolah-olah orng muda kita pembawa bahaya dlm liturgi Gereja. Pastilah mereka yg sudah lebih tua pernah jg sebagai orng muda, dan mungkin pada masanya juga pernah melaksanakan hal yg dipersoalkan ini. Sebagai orng yg masih muda, saya merasa sebagai tertuduh perusak liturgi resmi karena pernah juga menganimasi drama Jumat Agung persis pada perayaan Jumat Agung tersebut. Dengan ini sy merasa bersalah, pada hal pementasan yg hanya sekali seumur hidup itu (mungkin tak akan diulangi lagi) sangat membantu umat merenungkan sengsara Yesus. Lepas dari soal apakah saya tau hal itu melanggar liturgi atau tidak? Saya tau tidak benar secara liturgis tetap ada unsur baiknya dari segi lain….tau aja. Dan saya kira saya belum berdosa membuat itu.

Yang mau saya soroti adalah, janganlah kiranya kita serta merta menuduh ini dan itu salah padahal tdk tau apa latar belakang mengapa dibuat. Berbahagialah umat yg tanpa perlu variasi apa pun dlm liturgi tetapi tetap bisa khusuk berdoa dan bertambah imannya hari demi hari, sementara ribuan umat lain mungkin perlu jg hal yg variatif untuk membantu mereka mengenal Tuhan. Tetapi berbahagia jugalah orang2 (termasuk imam) yang dengan segala upaya merangkul umat dan kaum muda yg bandal2 yg tidak pernah mau tau dengan Gereja tetapi akhirnya mengenal Kristus karena mereka diajak, dilibatkan berpartisipasi di Gereja dalm liturgi walaupun kadang cara yg dipakai mereka agak menyimpang dari liturgi resmi yang agung itu. Bagaimana pun liturgi resmi tetap harus dijunjung tinggi. Itu suatu yg prinsip. Tetapi persoalan ini mesti dilihat secara holistik. Pastilah membuat itu dengan banyak pertimbangan dan tentu ijin dari pastornya juga. Maka kalau orng muda atau siapa pun membuat itu, termasuk pastornya ikut salah karena mengijinkan. Maka di antara orng bnyk yang ‘memojokkkan’ orang muda sebagai masa depan gereja, saya membela mereka. Mari orang muda, anggaplah semua kritik itu sebagai cambuk utk mempertebal imanmu, bukan suatu pematian kreatifitas…..Damai Kristus besertamu

Posted in j. OMK | Leave a Comment »

OMK DAN HOMILI

Posted by liturgiekaristi on March 9, 2011


Sumber Majalah Liturgi vol 4, 2008

Kutipan :
Misa OMK tidak perlu selalu rame-rame, hinggar-bingar dengan lagu-lagu dari awal sampai akhir. Hendaknya diciptakan saat hening yang khidmat misalnya setelah bacaan, setelah komuni, pada saat persiapan persembahan yang diselingi dengan permainan instrumental organ dan lain-lain. Justru di tengah keramaian, hiruk pikuk dunia modern dengan pelbagai permasalahan kemiskinan, bencana alam dan lain-lain, kaum muda membutuhkan keheningan. Dalam keheningan kaum muda dapat berdoa secara pribadi. Kaum muda haus dan merindukan keheningan itu, walaupun hanya beberapa menit saja. Ingatlah, bahasa katapun terbatas dan tidak mampu mengungkapkan pengalaman iman. Dalam keheningan, kaum muda mengalami rasa takjub, sujud dan kedekatan dengan Allah.

Untuk dapat mengetahui situasi nyata OMK, alangkah baiknya kalau dalam persiapan homili diminta masukan dari OMK. Karena bagaimanapun juga, homili adalah tindakan liturgis dan merupakan bagian utuh dari bacaan. Tentu saja Imam juga harus mengetahui tema dari bacaan. Dan akhirnya Imam sendirilah yang mengolah dan membawakan isi Kitab Suci bagi OMK. Diharapkan agar homili mampu memberi inspirasi kepada OMK untuk ikut menghayati pesan teologis dalam situasi sekarang. Tetapi tak boleh dilupakan adalah cara membawakan homili. Alangkah baiknya kalau Imam tetap berdiri di mimbar. Kurang baik, Imam meninggalkan mimbar dan mondar-mandir di tengah umat. Alat-alat peraga pun tak perlu dibawa, karena ini homili, bukan pelajaran katekese.

Dengan memperhatikan teknik public speaking, dari mimbar, Imam dapat menyampaikan homili yang bersifat biblis, liturgis, kerygmatis dan dari hati ke hati. Homili berarti percakapan. Itu berarti cukup saja mengandalkan pada kekuatan bahasa kata. Sungguh diperhatikan pilihan kata yang tepat, nada suara yang digunakan, dan gerak-gerik yang menyertai tuturan. Bahasa tidak pernah lepas dari Imam yang sedang berkhotbah. Bahasa sungguh bersatu padu dengan manusia yang bertutur.
Imam yang sedang menyampaikan homili merupakan simbol kehadiran Kristus. Kalau meninggalkan mimbar, maka simbol itu kehilangan maknanya. Tidak perlu mencari popularitas murahan.

Partisipasi aktif dari umat dalam homili adalah mendengarkan, melihat Imam dan meresapi makna homili dalam hatinya. Kadangkala Imam mencari variasi dalam homili hanya sekedar memenuhi keinginannya sendiri dan bukan yang diharapkan oleh umat. Jadi dengan tetap berdiri di mimbar dan dengan kekuatan bahasa kata, Imam memasukkan Kitab Suci dalam hati umat, kemudian mengungkapkannya lagi dalam situasi sekarang dan diharapkan dapat diwujudkan dalam tingkah laku kehidupan yang konkret.

PENDAPAT Meyme Feli:

sepertinya kita harus membedakan dengan jelas problemnya. kalau bicara imam hrs di mimbar waktu kotbah, emang itu seharusnya kalau kita bicara teknik kotbah yang benar tapi masalahnya org yg punya kemampuan berbicara spt itu tidak banyak. alat peraga, turun dari mimbar itu lebih tepat untuk katekese, itu tepat. tapi problemnya gereja menetapkan ekaristi sbg sakramen puncak. shg sptnya tidak ada tempat lain untuk katekese selain menggunakan waktu homili untuk katekese. jika tidak boleh menggunakan homili untuk katekese, berarti harus dicari cara lain supaya penyadaran / katekese tetap bisa dilakukan terus menerus. sebenarnya kalau mau, bagian ibadat saja yang diolah lagi, krn itu yg sekarang kurang populer. ibadat seakan-akan kalau tidak ada imam. menurut saya pandangan inilah yg perlu diubah, kalau mau segi kotbahnya yg dibuat menarik, masuk jalur ibadat, jangan di ekaristi. shg tdk “mengotori” ekaristi yg sakral.

mungkin topiknya bisa dipersempit, apanya yang mau dibahas, sejauh ini saya melihatnya demkian: problemnya adalah orang muda yang punya jiwa berbeda karena hidup mereka dipengaruhi alam modern. OMK adalah pribadi yang masih mencari jati diri, ketika lingkungan sekolah, teman-temannya bergaya modern mereka ikut pola tersebut. mereka tidak tertarik dengan gereja yg masih memakai model konvensional, lagu2nya tdk menarik, gaya kotbah pastornya juga, dsb. di sisi lain, gereja mencoba mendekati, merangkul OMK ini supaya mereka tidak hilang oleh dunia modern. nah sekarang model pendekatan apa yg cocok? kalau didekati pakai misa yang inovatif, problemnya itu menjadi batu sandungan bagi umat yang sudah terbiasa dgn misa model lama, tapi kalau tidak didekati demkian, OMK tidak suka. maka sebaiknya dicari alternatif lain bukan menggunakan misa, tetapi ibadat, tetapi ini pun bukan tanpa masalah, karena pamor ibadat kalah ngetren dari misa, nanti OMK juga tidak mau. tp menurut saya lebih baik pendekatnnya di ibadat karena segala inovasi lebih memungkinkan disitu dan diberi kesadaran bahwa ibadat tidak lebih rendah dari misa.

PENCERAHAN DARI PASTOR Sam Gulô

Ekaristi itu mrpkn satu kesatuan yg perpuncak pd kata2 institusi. Homili salah satu bagian yg penting di dalamnya. Jd bukan soal menarik dan berapi2nya kotbah Pastor tp bagaimana melalui kotbah, kita dihantar pada penerimaan Yesus melalui sambut komuni. Katekese beda, lebih berupa pengajaran iman dan dilakukan bukan pd saat misa tp pada kesempatan lain, mis: pelajaran agama, pertemuan Lingkungan, pertemuan OMK dll. Walaupun homili jg ada sisi katekesenya.

Posted in j. OMK | Leave a Comment »

OMK DAN LAGU LITURGI KATOLIK

Posted by liturgiekaristi on March 9, 2011


Sumber : Majalah Liturgi vol 4, 2008

Kutipan :
Gereja memberi perhatian khusus pada kaum muda, yang merupakan generasi masa depan dari Gereja dan bangsa. Dalam rangka mempersiapkan Misa OMK, hendaknya sungguh dilibatkan partisipasi aktif dari kaum muda, yang tentunya selalu dibimbing oleh Pastor. Dalam memilih dan menentukan lagu-lagu, hendaknya dibedakan secara tajam lagu rohani dan lagu … See Moreliturgis. Nyanyian rohani diciptakan untuk keperluan keagamaan di luar ibadat sebagai hiburan rohani, misalnya untuk Sekolah Minggu, Bina Iman, Rekoleksi, Camping Rohani dan lain-lain. Lagu rohani bersifat spontan, emosional, sentimental dan kebanyakan kata-katanya tidak alkitabiah.

Pastor harus tegas mengatakan kepada kaum muda bahwa lagu-lagu rohani itu murahan, enteng dan klise saja, apalagi diambil dari lagu-lagu pop. Sementara itu kaum muda hendaknya dibimbing agar mengetahui bahwa syair-syair bagi nyanyian liturgi hendaknya selaras dengan ajaran Katolik, bahkan terutama hendaknya ditimba dari Kitab Suci dan sumber-sumber liturgi (SC no. 112). Jadi, lagu liturgi bersifat khidmat, terpelihara, istimewa, lain dari pada sehari-hari. Tidak hanya bersifat gembira saja dengan tepuk tangan (lagu mayor), tetapi juga yang penuh harapan dan ratapan (lagu minor), misalnya lagu-lagu masa adven dan prapaskah.

Lagu liturgi mengandung unsur kedalaman dan bukan dangkal di permukaan saja. Banyak kaum muda belum tahu soal ini dan oleh karena itu mereka perlu dibimbing oleh ahli musik liturgi. Selera kaum muda belum tentu benar menurut liturgi. Asal saja dibimbing dengan baik, pastilah kaum muda pun bisa menghayati lagu-lagu liturgis. Terkesan seringkali hanya untuk mencari popularitas, Pastor membiarkan saja kaum muda menyanyikan lagu-lagu non liturgis.

KOMENTAR DARI IBU Teresa Subaryani Dhs

Masalah liturgi sebenarnya ada pada masalah teks dan konteks.
kadang lagu-lagu rohani populer yang ‘sepertinya’ terdengar sangat sakral atau membuat hati kita tersentuh dan menangis dimasukan dalam ekaristi. Di satu sisi memang diperlukan lagu-lagu liturgis, tetapi di sisi lain ada juga yang mempertentangkan apakah lebih baik lagu liturgis tanpa umat mengerti maksudnya ataukan lagu rohani populer yang dikenal umat tetapi konon ‘tidak liturgis’.
Panduan mengenai musik liturgi dapat dilihat pada dokumen Musica Sacra. Ada beberapa aturan untuk sebuah musik sehingga dapat disebut sebagai musik yang liturgis. Pertama, lagu yang digunakan adalah lagu yang memang digubah untuk perayaan liturgi suci. Dan dari segi bentuknya memiliki suatu bobot kudus tertentu. Bagaimanakah tolak ukur bobot kudusnya? Tentunya bobot kudus ini tergantung dari cita-rasa budaya setempat. Bagaimanakah dengan lagu-lagu rohani populer? Misalnya lagu-lagu Nikita, Hillsong, GMB, dan lainnya. Sebenarnya, bila ada konteks yang menampungnya bisa saja menggunakan lagu-lagu tersebut.
Lagu Madah Kemuliaan, semula juga merupakan lagu rohani populer. Karena ada konteks yang menampungnya, lagu tersebut bisa dimasukkan dalam liturgi.
Beberapa ciri khas musik liturgi yang sejati adalah dapat digunakan untuk paduan suara besar maupun kelompok koor kecil, dimungkinkan adanya partisipasi aktif jemaat, dan tentunya syair harus selaras dengan ajaran Katolik, ditimba dari Alkitab dan sumber-sumber liturgi.
Meski sudah dipilih lagu-lagu yang liturgis dan indah, juga perlu diperhitungkan kemampuan mereka yang harus menyanyikannya dan juga harus sesuai dengan jiwa perayaan liturgis itu sendiri. Serta tidak menghalangi partisipasi aktif dari umat , seperti tertulis bahwa umat menunaikan peranan liturgisnya dengan partisipasi penuh, sadar, dan aktif. Dalam hal ini, berpartisipasi memadukan diri secara batin dengan apa yang dinyanyikan oleh petugas atau koor.
(materi dikutip dari kuliah Liturgi dan Seni)

Kalau untuk kaum muda. Memang benar bahwa mereka harus didampingi untuk musik dan lagu-lagu liturgis, tetapi karena saya lebih melihat liturgi sebagai seni maka bila satu-dua lagu diambil dari rohani populer atau bahkan lagu dengan irama yang tidak biasa didengar, saya rasa tidak masalah sejauh mereka dapat menikmati ekaristi. Contohnya saja Misa Kaum Muda yang diadakan di Bandung secara rutin akhir-akhir ini. Lagu untuk ordinarium diambil dari ordinarium karya Bob Chilcott yang berirama jazz (judul albumnya Little Jazz Mass kalau tidak salah). Untuk sebagian orang mereka mengklaim bahwa itu bukan lagu liturgis, meskipun kata-katanya persis sama dengan lagu ordinarium lainnya dalam bahasa latin. Tetapi untuk kaum muda yang hadir, mereka terkesan dengan lagu itu dan kembali datang karena ingin merayakan ekaristi (dengan melihat krisis pada kaum muda sekarang bahwa mereka enggan untuk datang ekaristi, atau datang karena terbiasa).
Saya kira perlu ada panduan khusus untuk misa kaum muda.

mengenai lagu-lagu liturgis (lagi).. selain Puji Syukur atau Madah Bakti yang sering digunakan, ada juga buku Alah Cinta Hidup Muda, terbitan SangKris, Bandung. Buku ini berisi lagu-lagu yang disusun oleh biarawan-biarawan ordo Salib Suci.

PENDAPAT AWAM Meyme Feli
menurut saya semua harus dibaca dari konteksnya. di zaman sekarang agak sulit menerapkan satu aturan untuk semua karena kondisi umat berbeda-beda. dulu gereja bisa menerapkan aturan dan umat wajib ikut. tapi di beberapa tempat dimana mobilitas begitu tinggi, begitu gereja menerapkan standard tinggi, umatnya lari. masalahnya kita seringkali masih mengambil budaya eropa, dan para pemimpin kita juga rujukannya Roma, sehingga demi menjaga kesatuan kita ikuti lagu2 yang dibuat oleh komponis Eropa pada abad2 silam. sebenarnya sudah ada PML, mereka sering melakukan kajian musik, tetapi ya terkadang dalam gereja juga terjadi pertentangan. akhirnya umat yang bingung. karena itu, pastor paroki adalah org yg bertanggung jawab untuk mengetahui kebutuhan umatnya dan berusaha menggembalakan dan mencari cara supaya domba-domba tidak lari.

KOMENTAR DARI Daniel Pane

Sebagai orang muda, saya memilih agar dalam Misa kaum muda digunakan madah Gregorian dan seluruh proprium Misa dinyanyikan. Sebaiknya kreatifitas yang tidak pada tempatnya dihentikan dan jangan diberi tempat dalam Liturgi.
Liturgi kita sudah baku sesuai Missale Romanum, Misa kaum muda seharusnya mengikuti hal itu.
Sebagai orang Kristen Latin kita berpegang pada Tradisi Apostolik yang berasal dari para Rasul dan tradisi Gereja Roma yang adalah ibu Gereja kita.
@Alfonsus: Tradisi yang dimaksudkan disini adalah Tradisi yang berasal dari para Rasul dan para Bapa Gereja. Sebagai orang Kristen kita berpegang pada tradisi itu.
@ Meyme: Mudah-mudahan saja mereka yang di komisi liturgi tidak berpikiran seperti anda. Kaum muda tidak butuh terobosan, tetapi butuh kesetiaan dalam Liturgi
Sebaiknya Misa kaum muda semacam itu ditiadakan, lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya. Liturgi bukan ajang penyaluran bakat dan kreasi tetapi saat untuk berdoa dan mempersembahkan kurban kepada Allah.

Teresa Subaryani Dhs
Saya setuju dengan Daniel Pane. Kaum muda perlu pendampingan, bukan karena mereka tidak tertarik dengan lagu-lagu liturgis kemudian kita dengan mudahnya membolehkan lagu-lagu rohani populer yang tidak liturgis.
Memang lagu-lagu gregorian sudah pasti lagu liturgis, tetapi ada juga lagu yang bukan gregorian bisa dikategorikan dalam lagu liturgis.Perlu diingat dalam ekaristi unsur utama adalah keterlibatan umat. Dalam pembicaraan pada Colloquium Liturgicum 2010 yang baru diadakan di Bandung, hal ini juga masih dipertanyakan. Yang dimaksud dengan keterlibatan umat itu sampai sejauh mana? Apakah harus dengan ikut menyanyi, ataukah cukup dengan mendengarkan dan menghayati isinya? Mungkin ini menjadi tugas komlit tentunya.
Bagaimana agar kaum muda tertarik dengan lagu liturgis? yah, ini masih jadi PR kita bersama. Mungkin bagi bapak/ ibu yang bisa membuat buku, bisa membuat buku yang menarik untuk menjelaskan ini. Atau bagi bapak/ ibu yang bisa menggubah lagu, bisa membuat lagu-lagu liturgis yang bernuansa anak muda. Atau bagi yang berkecimpung di dunia koor, bisa mengajarkan kepada anggota koornya lagu-lagu gregorian.
Kalau di Bandung, kami mengadakan Misa Kaum Muda setiap 3 bulan sekali bergilir setiap paroki pada masing-masing wilayah.

Yah.. kita sama-sama membangun ke arah itu saja. Daripada menyalahkan satu sama lain. Misal dari pihak paroki: OMK yang salah, harusnya mereka mengikuti saja aturan liturgi baku. Sedangkan nanti dari pihak OMK: kok liturgi kaku amat sih? pindah aja yuk ke gereja lain, biar kreatifitas kita tersalurkan, orang muda kan identik dengan kreatifitas.
Tidak usah anak muda dulu, liturgi untuk umat biasa saja di paroki-paroki masih banyak yang harus dibetulkan. Karena itu, menjadi tugas kita bersama. OMK juga merupakan bagian dari Gereja, bahkan menjadi perhatian khusus. Makanya mereka perlu dibina. Kreatifitas tetap ada, tetapi norma liturgis juga harus dijaga.
Buku referensi tentang misa kaum muda dan anak-anak sudah diterbitkan Kanisius, judulnya “Lebih Indah, Lebih Berbuah: Kreativitas untuk misa anak-anak dan kaum muda” karangan Pst. C. Harimanto Suryanugraha, OSC
bukan promosi, tetapi isi buku ini menarik sebagai bahan bacaan untuk menambah wawasan.

Posted in j. OMK | Leave a Comment »

MUDIKA DALAM KELOMPOK PENDALAMAN ALKITAB

Posted by liturgiekaristi on March 9, 2011


PERTANYAAN SEORANG IBU KATOLIK YANG MEMILIKI ANAK REMAJA:

“Pak Moderator saya ingin bertanya; Apakah kalau ada sekelompok orang Katholik/MUDIKA yg dalam tujuan dasarnya cuma pendalaman alkitab, sharing, tari2an dan meniadakan Liturgi dan Doa Salam Maria. masih bisakah disebut Katholik? karena anak(remaja) saya ikut dalam kelompok MUDIKA seperti ini.”

PENCERAHAN DARI Pastor Christianus Hendrik SCJ :

Saya mencoba untuk menyimak pertanyaan awal, kelihatannya sepele ya, tapi kog jadi ruwet dan berbelit2…hemm….Menurut saya pertanyaan itu bisa dikatakan “sepele” kalo memperhatikan intinya: “Apakah kalau ada……masih bisa disebut Katholik?” Tentu jawabannya singkat: “Ya masih bisa, kenapa tidak??”

Tapi itu bisa menjadi rumit kalo sudah diembel2i dengan label Katholik, Mudika, liturgi, Salam Maria….lalu kita harus memperjelas konteks pertanyaan itu. Ini tidak mudah, tetapi terimakasih kepada ibu yang mengirimkan pertanyaan, yang membantu kita semua untuk berpikir bersama (bukan saling mengadili dan mempersalahkan/menuntut-maafkan saya)

1. Pastoral Gereja menyangkut dua aspek: Teritorial dan Kategorial. Teritorial-berdasarkan teritori/wilayah, seperti misalnya Mudika adalah termasuk dalam pelayanan teritorial, di bawah paroki. Atau ada juga yang senang menyebut OMK, yang kadang cakupannya lebih luas-tingkat keuskupan; ada juga pelayanan lingkungan, kring, dll yang semua berdasarkan teritori tertentu dan dibawah bimbingan pastor paroki dan atau dewan Paroki atau keuskupan.

Yang menyangkut pelayanan kategorial, misalnya: Kharismatik, Komunitas Taize, KKMK, dll. Pelayanan kategorial ini lebih berbasis pada minat, hoby, kesamaan ide, bidang kerja, keprihatinan tertentu, dll.

2. Di dalam kedua aspek itu, selama masih membawa nama Katholik, kiranya wajib mengikuti (bukan sekedar mana suka) tata cara, pedoman, tradisi, aturan2 umum dalam hierarki Gereja Katholik. Bahwa ada bagian2 khas yang menjadi minat kelompok/pribadi itu dipersilahkan; tetapi tidak bisa sesederhana mengatakan “hanya ini saja”, dan “meniadakan yang itu”. Ada bagian2 yang merupakan alternatif pilihan, tapi ada bagian2 yang harus kita terima tanpa syarat sebagai orang Katholik. Saya kira itu konsekuensi logis dalam agama manapun. Hal ini berkaitan bahwa iman Katholik itu mencakup baik aspek tradisi (lisan/tertulis), bersumber pada Kitab Suci, dan ajaran Gereja (magisterium) termasuk di dalamnya ajaran2 Dogmatis yang harus diterima sepenuhnya sebagai wujud kesatuan Hierarki Gereja yang satu, Katholik, dan Apostolik. (mengenai hal ini saya jadi teringat baru2 ini sebagian dari gereja2 Anglican malah memilih untuk bergabung kembali dengan Gereja Katholik justru menyangkut soal ketaatan pada Hierarki Gereja yang mulai rapuh di kalangan gereja Anglican)

3. Jadi, karena pertanyaan sendiri tidak spesifik dan cukup jelas menggambarkan konteksnya, maka saya hanya bisa mengatakan: Sejauh itu namanya Mudika, maka harusnya di bawah bimbingan pastor Paroki, Seksi kepemudaan paroki, atau semacamnya.Soal bahwa ada umat/mudika yang tidak memakai salah satu bentuk doa dalam kegiatannya, itu bukan dosa dan bukan juga “Anatemasit” – hal yang pantas dikutuk dan dianggap sesat. TETAPI, kalo sudah mulai ANTI dan tidak mau menerima yang lain kecuali yang diminati saja…lalu mau jadi gereja macam apakah?? Harus ada klarifikasi dalam hal itu.

Bayangkanlah kita masuk ke suatu restaurant yang terkenal; lalu kita mau makan di situ, tetapi nasinya kita beli dari warung di sebelah restaurant karena lebih enak, sayurnya kita beli dari seberang jalan karena lebih segar dan murah, minumannya kita bawa sendiri karena kita punya kesukaan sendiri…lalu hanya pinjam piring dan gelas dari restaurant itu…apakah pantas?? ha ha…sulit membayangkan bagaimana reaksi pengelola restaurant. Saya kira, apapun kelompok atau minat, atau aliran, atau apalah dalam Gereja kita; perlulah ada disiplin dalam bidangnya dan tetap di jalur iman yang benar dengan pendampingan yang benar…Anyway, saya tetap mengapresiasi mudika yang suka bereksplorasi dalam pencarian jati diri imannya…asal itu, jangan mengesampingkan pendampingan dan pemahaman yang holistik tentang Gereja Katholik.

Saya tinggal di lingkungan di mana hidup menggereja sangat diwarnai dengan semangat ‘mana suka’, kebebasan individu yang agak ‘berlebihan’, hak asasi sangat dijunjung tinggi…Akibatnya sangat terasa, hidup menggereja menjadi ‘dingin’ dan kehilangan semangat kesuciannya. Simbol2 yang penting dalam liturgi tidak lagi dipahami maknanya; orang tergoda untuk ‘hanya’ mengambil hal2 yang penting2 saja…akibatnya bisa ditebak…

Saya harap Gereja2 di Indonesia tidak perlu sampe seperti itu he he…So, orang2 yang seperti anda ini, yang ada peduli, mau concern terhadap situasi gereja dan kehidupan orang beriman…itulah yang paling dibutuhkan Gereja jaman ini…So, trims sumbangan ide2nya, dan teruslah bereksplorasi agar hidup iman kita tidak mati, melainkan terus bertumbuh dan menyuburkan dunia. (untuk semuanya juga lho he he..)Salam hangat untuk semuanya, Berkatku..P.Hend.

Salam dan berkatku.

P. Christianus Hendrik SCJ – South Dakota – USA

KOMENTAR ORANGTUA:

Terima kasih Pater atas pencerahannya, semua ini hanya kekawatiran saya melihat anak saya dan juga remaja2 lainnya, mau dibawa kemana mereka?, kalau di mudikanya saja tidak diajarkan aturan2 dan tradisi Gereja Katholik Roma. saya baru saja …ngobrol dengan anak saya menyinggung hal ini, saya tanyakan kenapa malas ikut doa Rosario tempo hari? jawabannya mengejutkan saya; kata pembimbing mudika, doa Rosario cukup dilakukan dirumah saja. saya juga diberi tahu alamat Facebook mudika ini, kalau tidak melanggar etika ijinkan saya poskan disini, agar kita bisa share pendapat setelah melihat silabus mereka, karena saya kawatir salah dengan pandangan saya sendiri. terima kasih

PENCERAHAN DARI PASTOR CHRISTIANUS HENDRIK SCJ:

Ya…siapa yang tidak khawatir melihat perkembangan anaknya kalau sudah mulai ada tanda2 aneh…Saya sewaktu di Indonesia ‘cukup kenyang’ mendampingi orang muda/mudika dari pelbagai kelompok. Kebetulan tugas… saya di rumah retret waktu itu mendukung untuk mendapat banyak akses ke kaum muda.Pengalaman saya berhadapan dengan mereka, seringkali mereka bukanlah generasi yang anti hidup menggereja; mereka lebih orang2 muda yang sering kekurangan informasi dan pengetahuan imannya. Mereka adalah generasi yang ‘anti’ kemapanan. Selama pendampingan saya, biasanya saya menerapkan prinsip: “Masuk melalui pintu mereka, keluar melalui pintu kita” – Intinya: Perhatikan dulu apa yang menjadi kebutuhan utama mereka: Sapaan, perhatian, dukungan, perlindungan dan pembelaan…(bukan sebaliknya: tuduhan, kritikan, celaan, penghakiman)… Setelah itu mereka dapatkan…(itu senangnya dulu waktu mendampingi orang muda)…lalu selanjutnya kita tinggal mengarahkan, minta tolong ini itu, melibatkan mereka dalam kegiatan apa saja…saya tidak pernah mendapat kesulitan. Mereka orang2 yang selalu “siap untuk Gereja” hampir seratus persen hidupnya! ORang2 muda yang senang mendapat tempat untuk mengekspresikan hidup imannya yang juga unik!

Jadi usul saya untuk ibu , cintai mereka, semakin perkuat komunikasi dan pembicaraan dengan anak, berusaha untuk mengerti dan menangkap kerinduan dan mimpi2nya. Ingat Mudika itu ‘hanyalah’ satu sesi dalam perkembangan hidup beriman, hanya sesaat, sesudah itu mereka akan berpindah menjadi orang tua dalam hidup imannya. Sesi yang singkat ini hendaknya diisi dengan informasi yang benar, pengalaman yang padat dan berharga…biarlah dia tahu banyak tentang macam2 hal, hanya saja, berilah juga informasi yang benar dan memadai tentang iman Katholik supaya berimbang..Thanks, GBUP.Hend SCJ

PENCERAHAN DARI BAPAK Agus Syawal Yudhistira

Ketika penanya awal menanyakan “MUDIKA” harus diperjelas ini kelompok apa.Apa hanya kelompok sesama teman-teman yang kumpul?Punya organisasi yang sudah resmi kah?Kategorial Paroki kah?…Kategorial Keuskupan kah?Persekutuan doa kah?

Orang sering pakai istilah sembarangan. Karena bayakan anak muda yang kumpul, MUDIKA. Baik, ada macam2 Mudika. Setidaknya di paroki saya saja ada dua kelompok mudia. Kelompok Mudika paroki. Dan kelompok Mudika Pekerja (para karyawan dan professional muda). Di KAJ ada banyak kategorial Muda-mudi lintas paroki. Orang semudahnya saja sebut Mudika semuanya.

Semua ini sangat berkaitan dengan siapa pembina kelompok ini.Jika penanya punya concern, perlu disarankan untuk mengangkatnya ke pembina kelompok tersebut.

Jika ternyata hanya kelompok yang berdiri sendiri tanpa pembina resmi, siapakah pelopornya? Siapakah yang vokal memberi informasi?

Kalau si ibu khawatir dengan kelompok yang sekarang, bisakah mencari alternatif dari banyak kelompok yang lain untuk di berikan pada anaknya?

Tanpa tindakan2 praktis seperti ini, segala kekhawatiran si ibu takkan berakhir.

PENCERAHAN DARI PASTOR Yohanes Samiran SCJ

Kalau mencermati diskusi atau pertanyaan awal sharing ini, tampaknya memang ada beberapa hal yang perlu diperjelas, baik itu menyangkut “kegiatan” yang disebut sebagai mudika di situ; yang kedua adalah maksud kata atau ungkapan “meniadakan”… liturgi dan Doa Salam Maria DSM).

Ibu Lili Sutardi sudah mencoba memberikan batasan yang dimaksudkan, tetapi apakah memang penanya ini maksudnya senada dengan pengalaman Ibu Lili Sutardi tadi?

Pada posisi penuh asumsi subyektif ini, saya ingin ikut memberikan beberapa panduan umum dan sekaligus “berjaga-jaga” agar kita masih dalam batas-batas koridor kekatolikan yang benar (melengkapi masukan dari teman-teman sebelumnya).

a. Waspadailah beberapa gerakan atau tendensi “sempalan” yang bisa muncul tanpa disadari baik oleh mereka atau pun juga oleh kita umat. Tendensi sempalan itu biasanya lahir dari tekanan yang berlebihan untuk membuat pembaharuan, tanpa pengetahuan yang cukup akan dasar-dasar kekatolikan, dan tanpa pendamping rohani (baca: moderator) yang sah. Umumnya moderator kegiatan kekatolikan adalah seorang imam, entah itu di tingkat keuskupan, paroki, atau kelompok kategorial kalau menggunakan nama katolik di dalamnya.

b. Bedakan antara kegiatan serius pembinaan iman atau pembinaan kekatolikan, dengan pembinaan umum. Saya memasukkan point ini karena dalam pertanyaan tercampur antara kegiatan yang bisa khas rohani dan katolik (: pendalaman alkitab – walau pakai kata ‘cuma’ [???]), dengan kegiatan umum (: tari-tarian). Kemudian pertanyaan tentang liturgi dan DSM pada kegiatan itu. Kegiatan yang dikategorikan “liturgi” umumnya ada alur baku (rubrik dan ritus) dan memang fokusnya ada pada liturgi sendiri, dan bukannya liturgi ini untuk tempelan atau pelengkap, dengan akibat cenderung mau dimodifikasi semaunya demi kegiatan lain. Contoh yang bisa disebut liturgi: Misa Kudus, ibadat Sabda, dan juga beberapa bentuk devosi baku seperti: adorasi/salve, rosario. Liturgi ini harus dijalankan penuh, dan fokusnya justru pada liturgi itu dan bukan demi kegiatan lain. Nah, menggabungkan tari-tarian dalam konteks suatu liturgi baku seperti di atas tampaknya memang tidak mungkin dan tidak direkomendasikan. Kalau memang mau mengutamakan latihan tari-tarian, misalnya ya doa saja singkat sesuai tradisi doa katolik, dan lanjutkan dengan latihan itu.

c. Waspadai dan perhatikan apa maksud kata “meniadakan” liturgi dan DSM? Apakah meniadakan di situ sudah bisa dikategorikan semacam “menolak atau TIDAK MAU memakai” atau hanya tidak memakai. Kelihatannya hal itu ungkapan sepele, tetapi itu bisa menjadi kunci serius, karena kalau meniadakan itu dalam arti pertama yakni MENOLAK – entah dengan argumentasi apapun, maka sikap antipati semacam ini akan menjadi bibit dari “sempalan” itu. Tetapi kalau itu masih sebatas tidak memakai, tanpa alasan apapun yang mengarah kepada penolakan tadi, maka tidak boleh dipukul rata seolah mereka sudah tidak katolik lagi. Mengapa kata “menolak” menjadi kunci? Karena setiap kegiatan kekatolikan memiliki koridor minimal menghargai dan menerima tradisi kekatolikan. Jadi kalau suatu kegiatan berlabel katolik tetapi menolak tradisi yang diakui sah oleh Gereja Katolik, misalnya DSM – maka memang ini serius. Tetapi bahwa suatu saat kita berdoa dan tidak mengucapkan DSM, ya tidak apa – karena DSM tidak harus didoakan dalam setiap doa; berbeda dengan “tanda salib” yang memang harus menjadi tanda pembuka dan penutup doa katolik. Contoh doa sebelum dan sesudah makan tidak harus ada DSM, tetapi Tanda Salib – harus.

d. Saya beberapa kali menggunakan kata “waspadai” – karena berkat iklim keterbukaan jaman kita ini, maka tidak jarang terjadi umat kita, baik mudika mau pun kelompok lain, tidak mustahil terjadi mencecap sajian dari “tetangga” dan karena tergiur lalu terpengaruh untuk merelatifir atau menggeserkan beberapa yang khas tradisional katolik dengan alasan bahwa tidak esensial dan masih tetap katolik atau kristiani. Gerakan ini bisa mulai dari menghilangkan doa-doa pokok kita, dan bahkan akhirnya termasuk Tanda Salib pun bisa dihilangkan dengan merelatifir: “Saya masih mengucapkan doa itu, hanya tidak membuat tanda salib saja. Masak sih hanya karena itu lalu saya dianggap tidak katolik lagi?” Lihatlah argumen ini kelihatan meletakkan kita dalam dilemmatis jawaban. Tetapi sikap itu jelas membahayakan tradisi kekatolikan kita.

e. Maka akhirnya usulan saya, marilah dengan baik-baik kita juga belajar dan mengajarkan hal yang pokok dan perlu dan melakukan sebaik mungkin semua tradisi kekatolikan sesuai dengan pedoman aslinya. Contoh: kalau mau “pendalaman iman katolik” – ya lakukan seperti kebiasaan kita umat katolik mengadakan pendalaman iman. Kalau mau “sharing iman” (bandingkan KU = katekese umat umumnya kuat dengan metode sharing iman) juga lakukan menurut kebiasaan kita bersharing. Kalau mau rosario yan rosariolah menurut kebiasaan dan pedoman baku katolik. Dan seterusnya. Sebaliknya, kalau misalnya mau kegiatan umum: latihan tari, band, olahraga, tetapi mau tetap sambil memelihara iman katolik, ya kalau dibuka dan ditutup dengan doa, BERDOALAH SECARA KATOLIK.

Tidak perlu membuat eksperimen hanya demi mood atau rasa suka tidak suka. Dalam hal ini amat baik yang dituliskan romo Ch Hendrik, tentang gambaran orang makan di restoran tetapi membawa masuk nasi, sayur dll dari tempat atau rumah makan lain dan hanya pinjam tempat, piring dan alat di restoran itu. Kalau praktik itu juga akhirnya terjadi dalam kalangan kita kan tidak elok dan sekaligus tanpa sadar kita pelan-pelan sedang menghancurkan atau mematikan kekatolikan kita, entah dari sense of chatolisism, atau pun dari ketekunan kita untuk tumbuh dan berkembang dalam iklim tertentu, yakni kekatolikan kita.

Salam,Yohanes Samiran SCJ

Posted in j. OMK | Leave a Comment »