THEMA : BUKU LITURGI TERPENTING
Di Page ini ada umat yang tanya ” saya masih kurang mengerti, buku apa yang dipakai oleh romo pada saat misa????karena yang ada pada lembaran misa dari awal yaitu doa pembukaan sampai dengan doa penutup
sama dengan kata-kata di buku yang romo ucapkan pada waktu misa.” Yuuk…kita baca informasi berharga dibawah ini.
PENCERAHAN : (Sumber MAJALAH LITURGI vol 1, 2007)
Buku yang terpenting dalam perayaan Ekaristi adalah buku misa besar (Missale Romanum).
Dalamnya tertulis doa-doa bahasa Latin yang diucapkan oleh imam (doa-doa pemimpin) dan Tata Perayaan Ekaristi (Ordo Missae). Berat buku itu sekitar lima kg dan diberi kulit tebal yang sudut-sudutnya biasanya dilapisi dengan logam bahkan kulit depan dan belakang… See More dapat dihubungkan dengan logam juga.
Dengan cara itu buku misa dapat ditutup atau dikunci rapat agar sedapat mungkin hampa udara di antara lembaran buku untuk tidak mempercepat proses lapuknya kertas. Tepi buku misa ini dilapisi emas. Nampaknya berkilau-kilau. Tulisannya besar dan tebal, malahan huruf pertama dari doa-doa diberi hiasan yang indah.
Memang buku itu besar (ukuran folio) dan tebal (sekitar 1100 halaman). Ada semacam sandaran yang kuat untuk menatang buku itu agar dapat dengan mudah dibaca oleh imam. Kadang-kadang sandaran itu menyerupai takhta. Keseluruhannya kelihatan anggun. Maka putera altar yang bertugas memindahkan buku misa itu dari bagian kanan altar ke bagian kiri haruslah berhati-hati penuh hormat menatang buku yang berat itu sambil menuruni dan menaiki anak-anak tangga altar.
Bayangkan kalau putera altarnya tergelincir atau terantuk pada anak tangga dan jatuh. Sudah jatuh di anak tangga masih ditimpa buku berat dan bisa dapat tamparan lagi dari sang koster yang merasa bahwa hormat terhadap buku misa hilang lenyap dan suasana perayaan jadi kacau balau. Itulah sebabnya saya sebagai putera altar waktu itu merasa buku misa adalah buku terpenting dalam perayaan Ekaristi. Tetapi apakah memang demikian?
PENCERAHAN DARI UMAT Daniel Pane
Missale Romanum adalah buku yang memuat teks tata perayaan ekaristi dan teks-teks yang berubah setiap perayaan Misa sepanjang tahun (minus bacaan yang dicetak dalam Lectionarium). Sacramentarium adalah buku yang berisi doa-doa untuk perayaan sakramen-sakramen.
Untuk panduan perayaan ada buku Pedoman Umum Missale Romawi (dalam edisi Latin di bagian depan Missale Romanum sudah tercantum, dalam edisi terjemahan Indonesia dicetak terpisah).
Lex Orandi, lex Credendi, saya rasa doa-doa dalam Misale Romanum bukan sekedar usulan melainkan dicantumkan agar digunakan tanpa dikutak-katik. Jika umat awam diperkenankan memberikan masukan, maka menurut saya doa-doa alternatif yang diciptakan para Imam misalnya dalam buku Misa Hari Minggu dan Hari Raya berupa versi 2 dan 3 untuk tahun A, serta versi 1,2,3 dari tahun B dan C yang semuanya merupakan gubahan pengarang sungguh-sungguh tidak dapat menandingi kualitas dan nuansa komunikasi doa-doa baku dari Missale Romanum (versi A-1 dalam buku tsb).
Intinya berdasarkan pengalaman dari sisi kaum awam lebih baik manut buku saja “Say the Black, do the Red” (baca teksnya, lakukan rubriknya).
PENCERAHAN DARI PASTOR Martin Boloawa
Missale Romanum atau Buku Misa Romawi adalah buku liturgis yang berisi naskah-naskah beserta rubrik-rubrik yang dipergunakan dalam perayaan Ekaristi dalam Ritus Romawi dari Gereja Katolik. Ritus2 dalam Gereja Katolik itu sendiri ada berbagai macam, mungkin bs menjadi bahan diskusi berikut. Kita di Indonesia tergabung dalam ritus romawi atau sering disebut juga ritus barat.
Lectionarium: Buku Bacaan Misa. Mazmur Tanggapan biasanya diambil dari buku bacaan misa. Para petugas /pemazmur biasanya menggunakan buku resmi “Mazmur Tanggapan dan Alleluya Tahun ABC”.
Riwayat singkat MR:
Sebelum Abad Pertengahan, ada beberapa buku yang digunakan dalam Misa: sebuah buku Sacramentarium yang berisi doa-doa, satu atau lebih buku yang berisi bacaan-bacaan Kitab Suci, serta satu atau lebih buku yang berisi antifon-antifon dan kidung-kidung lainnya. Lama-kelamaan muncul manuskrip-manuskrip yang memadukan bagian-bagian dari beberapa buku-buku tersebut, sehingga akhirnya muncullah versi-versi perpaduan yang lengkap. Buku semacam itu disebut Missale Plenum (Buku Misa lengkap). Pada 1223, St. Fransiskus Assisi menginstruksikan para biarawannya untuk mengadopsi format yang dipergunakan di lingkungan kepausan (Peraturan, Bab 3). Selanjutnya mereka mengadaptasi buku tata perayaan misa tersebut sesuai keperluan karya kerasulan mereka. Paus Gregorius IX mempertimbangkan, namun tidak mewujudkan, gagasan untuk memperluas penggunaan buku tata perayaan misa yang telah direvisi para Fransiskan itu, untuk seluruh Gereja; dan pada 1277 Paus Nikolaus III memerintahkan agar buku tata perayaan misa itu dipergunakan oleh semua gereja di kota Roma. Penggunaannya menyebar ke seluruh Eropa, terutama setelah diciptakannya mesin cetak oleh Johann Gutenberg; akan tetapi para editor memperkenalkan variasi-variasi menurut pilihan mereka sendiri, beberapa di antaranya bersifat substansial. Penemuan mesin cetak juga mendorong tersebarnya berbagai naskah liturgis lain yang kurang bersifat ortodoks. Konsili Trento mengakui bahwa kesimpang-siuran yang disebabkan munculnya berbagai terbitan buku misa itu perlu diakhiri. Guna mengimplementasikan keputusan Konsili tersebut, Paus Pius V pada 14 Juli 1570 mengeluarkan sebuah edisi Missale Romanum yang wajib dipergunakan oleh seluruh Gereja Ritus Latin kecuali di tempat-tempat yang memiliki ritus tradisional yang terbukti berumur sekurang-kurangnya dua abad.
Beberapa koreksi atas naskah Pius V tersebut dirasa perlu, maka Paus Klemens VIII menggantikannya dengan edisi “tipikal” Missale Romanum yang baru pada 7 Juli 1604. (kata “tipikal” di sini berarti bahwa naskah tersebut adalah naskah yang harus diikuti oleh semua percetakan). Edisi tipikal revisi berikutnya dikeluarkan oleh Paus Urbanus VIII pada 2 September 1634. Sejak akhir abad ke-17, di Perancis dan sekitarnya beredar berbagai buku misa independen yang diterbitkan uskup-uskup yang dipengaruhi Jansenisme dan Gallikanisme. Situasi ini berakhir tatkala Uskup Pierre-Louis Parisis dari Langres dan Abbas Guéranger pada abad ke-19 mempelopori suatu gerakan untuk kembali pada Missale Romanum. Paus Leo XIII memanfaatkan momentum tersebut untuk mengeluarkan pada 1884 sebuah edisi tipikal baru yang mengkaji seluruh perubahan yang dilakukan sejak masa Urbanus VIII. Paus Pius X juga melakukan suatu upaya revisi atas Missale Romanum, yang diterbitkan dan dinyatakan tipikal oleh penggantinya Paus Benediktus XV pada 25 Juli 1920. Revisi Pius X melakukan sedikit koreksi, penghapusan dan penambahan pada naskah doa-doa dalam Missale Romanum. Namun ada perubahan-perubahan besar pada rubrik-rubrik, perubahan-perubahan tersebut tidak dimasukkan pada bagian yang berjudul Rubricae generales, akan tetapi dicetak sebagai sebuah lampiran terpisah dengan judul Additiones et variationes in rubricis Missalis.
Kontras dengan upaya tersebut, revisi oleh Paus Pius XII, meskipun terbatas hanya pada liturgi di empat hari dalam tahun Gereja, lebih berani sifatnya, karena perubahan tersebut memerlukan adanya perubahan dalam hukum kanon pula, yang sampai saat itu mengatur bahwa, kecuali untuk perayaan Natal pada tengah malam, Misa haruslah dimulai lebih dari satu jam menjelang fajar atau kurang dari satu jam sesudah tengah hari. Pada bagian yang direvisinya, dia mengantisipasi beberapa perubahan yang baru diberlakukan sepanjang tahun sesudah Konsili Vatikan II. Pembaharuan-pembaharuan ini mencakup introduksi penggunaan bahasa lokal secara resmi untuk pertama kalinya dalam liturgi. Paus Pius XII menunda penerbitan edisi tipikal yang baru sampai rampungnya pekerjaan komisi yang dibentuknya untuk mempersiapkan suatu revisi umum atas rubrik-rubrik Missale Romanum[1]. Meskipun demikian, dia mengotorisasi percetakan untuk menggantikan naskah-naskah terdahulu dengan naskah-naskah yang dijadikannya wajib pada 1955 untuk keempat hari yang disebutkan di atas.
Penggantinya, Paus Yohanes XXIII, mengeluarkan sebuah edisi tipikal baru pada 1962. Inovasi yang paling menonjol di dalamnya adalah dihapuskannya adjektiva “perfidi” dalam doa Jumat Agung bagi orang-orang Yahudi dan penyisipan nama Santo Yosef dalam kanon (atau Doa Syukur Agung) misa. Rubrik revisi dipersiapkan oleh komisi Paus Pius XII, yang dijadikankan wajib sejak 1 Januari 1961, menggantikan dua dokumen dalam edisi 1920; dan surat apostoliknya Rubricarum instructum menggantikan Bulla sebelumnya, Divino afflatu dari Paus Pius X.
Perubahan-perubahan atas liturgi pada 1965 dan 1967 yang timbul dari keputusan-keputusan Konsili Vatikan II tidak dimasukkan ke dalam Missale Romanum, namun direfleksikan dalam terjemahan lokal provisional yang diproduksi tatkala bahasa-bahasa umat mulai dipergunakan selain Bahasa Latin. Bahkan negara-negara yang menggunakan bahasa yang sama memiliki terjemahan yang berbeda dan bervariasi dalam jumlah kata padanan yang digunakan.
Sebagai implementasi keputusan Konsili Vatikan II, Paus Paulus VI pada 1969 mengeluarkan sebuah edisi tipikal revisi lengkap dari Missale Romanum, yang mulai beredar pada 1970. (Suatu naskah pendahuluan non-definitif dari dua bagian dalam edisi ini telah beredar pada 1964.) Edisi tipikal berikutnya dengan perubahan-perubahan kecil terbit pada 1975. Pada 2000, Paus Yohanes Paulus II mengesahkan edisi tipikal lainnya, yang terbit pada 2002.
Sebagaimana dinyatakan oleh Paus Benediktus XVI dalam motu proprio Summorum Pontificum, edisi Missale Romanum 1962 tidak pernah secara yuridis dihapuskan dan bebas dipergunakan oleh para imam Ritus Latin bilamana merayakan misa tanpa dihadiri umat. Imam yang mengurus sebuah gereja dapat diberi izin untuk mempergunakannya di paroki-paroki bagi kelompok-kelompok umat tertentu yang berpegang pada format Ritus Romawi terdahulu, asalkan imam yang mempergunakannya memiliki “kualifikasi untuk melakukannya dan tidak terhalang secara yuridis” (misalnya karena suspensi). Edisi 1962 adalah edisi yang lazim dipergunakan oleh para imam dari persaudaraan-persaudaraan tradisionalis semisal Persaudaraan Imam St. Petrus dan Administrasi Apostolik Personal Santo Yohanes Maria Vianney.
Evangeliarium:
An Evangeliary, the English term for the Latin Evangeliarium ( plural Evangiliaria), is a liturgical book containing those portions of the Four Gospels which are read during Mass or in the public offices of the Church. It is therefore distinguished from a gospel book, which contains the full texts of the Gospels, without references … See Morein them to the passages or date of liturgical use. The Greeks called such collections Euangelion ‘good message’, i.e. “Gospel”, or eklogadion tou euangeliou, “Selections from the Gospel”.
PENCERAHAN DARI PASTOR Christianus Hendrik
Hemm….buku Misale Romanum itu memang buku penting dalam tata perayaan Liturgi Ekaristi, tapi bukan seperti Kitab Suci yang perlu ditafsirkan agar semua orang memahaminya. Ini buku panduan, jadi segala sesuatunya dijelaskan secara detail mengenai gerak, ucapan dan seruan, dan tata laksana liturgi Ekaristi dan orang2 yang bertugas- utamanya Imam dan Diakon. Jadi tepatnya bukan menafsirkan karena tidak ada yang perlu ditafsirkan secara khusus, tapi diikuti dengan seksama bagian2 yang vital/pokok tanpa dengan sembarangan mengubah; dan membangun sikap kreatif pada bagian2 yang bersifat alternatif/usulan.
Seperti doa2 dalam perayaan Ekaristi, misalnya, sifatnya disarankan/usulan/alternatif; maka kalau Imam bisa membuat doa spontan yang lebih kemunikatif dan menjawab kebutuhan umat setempat dan lebih urgent, kiranya baik. Hanya masalahnya dengan teks2 misa yang sering dipakai untuk mempermudah/demi keseragaman, lalu mematikan kreativitas Imamnya karena harus ngikutin yang sudah diketik di teks misa supaya umat tidak bingung he he…
Buku Misale Romanum pada dasarnya bukan buku umat, itu semacam handbook nya para Imam dan celebrant dalam perayaan Ekaristi dan hari2 raya yang menggunakan liturgi Ekaristi sebagai puncaknya. Sedangkan untuk umat rasanya ada tersendiri semacam buku tata perayaan Ekaristi. Tetapi untuk orang yang aktif dan sering mendapat tugas liturgi atau membantu di sekitar altar, kiranya penting mengetahui dan akrab dengan buku ini sehingga bisa membantu dalam persiapan dan memperlancar juga jalannya liturgi Ekaristi serta membuat semakin hikmat.
Tambahan mengenai isi buku Misale Romanum, selain berisi petunjuk praktis tata cara Liturgi bagi seorang pemimpin Liturgi/Imam; buku ini juga berisi lengkap bahan bacaan, doa2 dan mazmur tanggapan setiap hari(sepanjang) minggu dan hari raya sepanjang tahun, meliputi tahun A, B, dan C. Teks2 yang dipakai di gereja justru mengikuti petunjuk dan rubrik dari buku Misale Romanum ini, jadi ya jangan heran kalo yang didoakan Imam sama persis dengan teks misa yang dipegang umat, sumbernya sama kog he he…
Mengenai bentuknya bisa bermacam2; pada edisi2 keluaran awal ketika konsili Vatikan II mulai gencar mengadakan pembaharuan liturgi, ada buku Misale Romanum dengan hard cover berwarna hitam, tapi kebanyakan sekarang bentuk bukunya tebal, dengan pita2 pembatas halaman berwarna-warni (ungu, kuning, hijau, merah, putih) dan hard cover berwarna merah marun. Kalo pengen lihat dan mempelajarinya, dateng aja ke pastoran pas hari2 di luar perayaan ekaristi dan bisa tanya pastor parokinya untuk belajar mengenal buku ini; pasti dengan senang hati dijelaskan he he…
PENCERAHAN DARI UMAT : Sonny Arends
Mohon menambahkan sedikit mengenai: ……Sebagaimana dinyatakan oleh Paus Benediktus XVI dalam motu proprio Summorum Pontificum, edisi Missale Romanum 1962 tidak pernah secara yuridis dihapuskan dan bebas dipergunakan oleh para imam Ritus Latin bilamana merayakan misa tanpa dihadiri umat. Imam yang mengurus sebuah gereja dapat diberi izin untuk mempergunakannya di paroki-paroki bagi kelompok-kelompok umat tertentu yang berpegang pada format Ritus Romawi terdahulu, asalkan imam yang mempergunakannya memiliki “kualifikasi untuk melakukannya dan tidak terhalang secara yuridis” (misalnya karena suspensi). Edisi 1962 adalah edisi yang lazim dipergunakan oleh para imam dari persaudaraan-persaudaraan tradisionalis semisal Persaudaraan Imam St. Petrus dan Administrasi Apostolik Personal Santo Yohanes Maria Vianney. …… BERIKUT ADALAH ISI DARI SUMMORUM ONTIFICUM: Art 1.
Misale Romawi yang secara resmi diumumkan oleh Paulus VI adalah ekspresi biasa dari “Lex orandi” [Cara berdoa] dari Gereja Katolik ritus Latin. Bagaimanapun, Misale Romawi yang secara resmi diumumkan oleh St. Pius V dan diterbitkan kembali oleh Yohanes XXIII Yang Terberkati adalah dianggap sebagai ekspresi luar biasa dari “Lex orandi” yang sama tersebut, dan harus diberi penghormatan yang selayaknya bagi penggunaannya yang mulia dan kuno.
Dua ekspresi dari “Lex orandi” Gereja ini dalam cara apapun tidak akan mengarah perpecahan dalam “Lex credendi” (Cara beriman) Gereja. Mereka, pada kenyataanya adalah dua penggunaan dari satu ritus Romawi.
Karenanya, adalah diizinkan untuk merayakan Kurban Misa dengan mengikuti edisi tipikal dari Misale Romawi yang secara resmi diumumkan pada 1962 oleh Yohanes XXIII Yang Terberkati dan tidak pernah ditiadakan , sebagai suatu bentuk luar biasa dari liturgi Gereja.
Art. 2.
Dalam Misa-misa yang dirayakan tanpa umat, setiap imam Katolik dari ritus Latin, baik sekuler maupun relijius, boleh menggunakan Misale Romawi yang dipublikasikan pada 1962 oleh Paus Yohanes XXIII Yang Terberkati, atau Misale Romawi yang secara resmi diumumkan oleh Paus Paulus VI pada 1970, dan bisa melakukannya pada hari apapun dengan pengecualian pada Triduum Paskah. Untuk perayaan-perayaan seperti itu, baik dengan Misale yang satu atau yang lain , imam tidak memerlukan izin dari Tahta Apostolik atau dari Ordinari-nya.
Art. 3.
Komunitas-komunitas dari institusi hidup terkonsekrasi dan serikut hidup apostolik, baik dari hak kepausan maupun dari keuskupan, yang ingin merayakan Misa seturut dengan edisi Misale yang secara resmi diumumkan pada 1962, untuk perayaan biara atau “komunitas” di kapel mereka, dapat melakukannya.
Jika sebuah komunitas individu atau seluruh institusi atau serikat berkeinginan untuk melakukan perayaan seperti itu dengan lebih sering, menjadikan suatu kebiasaan atau permanen, keputusan itu harus dibuat oleh superior-superior utama, seturut hukum dan mengikuti ketetapan-ketetapan spesifik serta statuta-statuta mereka.
Art. 4.
Perayaan-perayaan Misa seperti yang disebut pada Art. 2 diatas, boleh – dengan mengikuti norma-norma hukum – juga dihadiri oleh umat beriman yang, karena kehendak mereka sendiri, meminta untuk diizinkan ikut.
Art. 5.
§ 1 Di paroki-paroki, dimana ada sekelompok umat beriman yang tetap yang melekat pada tradisi liturgi sebelumnya, para gembala harus berkenan untuk menerima permintaan mereka untuk merayakan Misa seturut dengan ritus Misale Romawi yang dipublikasikan pada 1962, dan menjamin bahwa kesejahteraan para umat beriman ini diharmoniskan dengan pelayanan pastoral biasa dari paroki, dibawah pengarahan uskup seturut dengan Kanon 392, menghindari perselisihan dan mengutamakan kesatuan dari Gereja secara keseluruhan.
§ 2 Perayaan seturut dengan Misale Yohanes XXIII Yang Terberkati dapat diadakan pada hari-hari biasa; sementara pada hari-hari Minggu dan hari-hari raya suatu perayaan seperti itu juga dapat diadakan.
§ 3 Bagi umat beriman dan imam-imam yang memintanya, gembala juga harus mengizinkan perayaan-perayaan dalam bentuk luar biasa ini bagi acara khusus misalnya perkawinan, pemakaman atau perayaan-perayaan tertentu, misalnya peziarahan.
§ 4 Imam yang menggunakan Misale Yohanes XXIII Yang Terberkati harus memiliki kualifikasi untuk melakukannya dan tidak terkena hambatan yuridis.
§ 5 Di gereja-gereja yang bukan gereja paroki atau kapel biara, menjadi tugas Rektor gereja untuk menjamin izin diatas.
Art. 6.
Dalam Misa-misa yang dirayakan dengan dihadiri umat dan menggunakan Misale Yohanes XXIII Yang Terberkati, pembacaan boleh diberikan dalam bahasa setempat, menggunakan edisi yang diakui Tahta Suci.
Art. 7.
Jika sekelompok umat beriman awam, seperti yang disebut dalam Art. 5 § 1, tidak mendapatkan kepuasan atas permintaan mereka dari gembala, mereka harus memberitahukan uskup keuskupan. Uskup diminta dengan sangat untuk memuaskan keinginan mereka. Jika ia tidak dapat mengatur agar perayaan seperti itu diadakan, masalah ini harus diajukan kepada Komisi Kepausan Ecclesia Dei [sekarang bagian dari Kongregasi Doktrin dan Iman].
Art. 8.
Seorang uskup yang berkeinginan memuaskan permintaan tersebut, tapi karena pelbagai alasan tidak dapat melakukannya, bisa menyampaikan masalah ini ke Komisi “Ecclesia Dei” untuk mendapatkan nasehat dan bantuan.
Art. 9.
§ 1 Gembala, setelah dengan cermat memeriksa semua aspek, juga dapat memberikan izin untuk menggunakan ritual lama sebelumnya untuk pelayanan Sakramen-sakramen Baptis, Perkawinan, Tobat dan Perminyakan, jika tampak diperlukan bagi kebaikan jiwa-jiwa.
§ 2 Ordinaris/Uskup diberikan hak untuk merayakan Sakramen Penguatan menggunakan ritus Pontifikal Romawi sebelumnya, jika tampak diperlukan bagi kebaikan jiwa-jiwa.
§ 3 Imam yang ditahbiskan “in sacris constitutis” boleh menggunakan Brevir Romawi 1962 yang dikeluarkan oleh Yohanes XXIII Yang Terberkati.
Art. 10.
Ordinari dari wilayah tertentu, jika ia merasa layak, boleh mendirikan paroki pribadi [personnal parish] yang sesuai Kanon 518 untuk perayaan-perayaan yang mengikuti bentuk lama dari ritus Romawi, atau menunjuk seorang kapelan dengan memperhatikan semua norma-norma hukum [Kanon].
Art. 11.
Komisi Kepausan “Ecclesia Dei”, didirikan oleh Yohanes Paulus II tahun 1988 (5), melanjutkan pelaksanaan fungsinya. Komisi tersebut akan memiliki bentuk, tugas dan norma-norma yang sesuai kehendak Bapa Suci dalam penugasannya.
Art. 12.
Komisi ini, terpisah dari kuasa yang dimilikinya, akan melaksanakan otoritas Tahta Suci, mengawasi ketaatan dan penerapan aturan-aturan ini.
PENCERAHAN DARI AWAM : Thomas Rudy
@Pastor Martin Boloawa
Perhatikan Summorum Pontificum berikut ini:
Art. 2….
Dalam Misa-misa yang dirayakan tanpa umat, setiap imam Katolik dari ritus Latin, baik sekuler maupun relijius, boleh menggunakan Misale Romawi yang dipublikasikan pada 1962 oleh Paus Yohanes XXIII Yang Terberkati, atau Misale Romawi yang secara resmi diumumkan oleh Paus Paulus VI pada 1970, dan bisa melakukannya pada hari apapun dengan pengecualian pada Triduum Paskah. Untuk perayaan-perayaan seperti itu, baik dengan Misale yang satu atau yang lain , imam tidak memerlukan izin dari Tahta Apostolik atau dari Ordinari-nya.
Art. 4.
Perayaan-perayaan Misa seperti yang disebut pada Art. 2 diatas, boleh – dengan mengikuti norma-norma hukum – juga dihadiri oleh umat beriman yang, karena kehendak mereka sendiri, meminta untuk diizinkan ikut.
ini tidak dibatasi lagi hanya bagi mereka yang terikat pada Misale yg lama, tetapi dibebaskan untuk siapa saja yg mau. Imamnya kalau mau silahkan… imamnya mau, umatnya mau silahkan….