SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA
Bagian lain yang dihilangkan dari Tata Perayaan Perkawinan yang baru adalah tanya jawab dengan saksi, sehingga saksi tidak lagi mengucapkan apapun selama perayaan. Memang sebaiknya begitu karena Imam-lah yang melakukan penyelidikan kanonik terhadap calon mempelai, bila ditemukan halangan tentu tidak akan dilangsungkan perayaan perkawinan.
Bagian ini di buku sebelumnya adalah pertanyaan Imam “Para saksi yang terhormat, adakah sesuatu yang menghalangi pernikahan ini?” Dan para saksi menjawab, “Sepanjang pengetahuan kami, tidak ada satu halanganpun yang menghalangi pernikahan ini.”
Pertanyaan umat :
Yohanis Don Bosko Menurut saya, pernyataan itu tetap perlu sbg pertanggung-jawaban saksi terhadap pendampingan pasangan di kemudian hari. Kalo tidak ada, mungkin mereka tidak merasa penting sbg saksi. Kalo gitu, ngapain mereka maju mendampingi pengantin…? Tolong dipikirkan… Saksi sebenarnya juga sbg orang-tua rohani bagi pasangan itu.
Yohanis Don Bosko Maaf, sedikit berkomentar, seandainya pernyataan saksi kita anggap sbg jawaban atas pertanyaan pada saat pengumuman nikah di gereja “siapa yg mengetahui halangan, wajib lapor ke pastor paroki”, apakah itu tidak bisa dijadikan landasan untuk pertanyaan thdap saksi waktu pemberkatan itu..? Adakah penjelasan, mengapa pernikahan itu sah jika melibatkan saksi? Apa sekedar memenuhi persyaratan..? Saya berada dalam lingkungan kerabat yg masih meyakini saksi itu perlu sebagai orang-tua rohani, sama halnya ketika seorang bayi dipermandikan didampingi bapak/ibu serani yg selalu menuntun, memberi nasihat thdp anak itu tatkala orang-tua kurang mampu memberikan pendidikan rohani. Sy rasa saksi juga harus mendapat peran dalam pernikahan pasangan ini, dan mereka perlu menyatakan sesuatu di hadapan imam sbg wakil Tuhan, bahwa benar2 pasangan ini tidak berhalangan. Apabila di kemudian hari terjadi sesuatu, secara moral mereka akan merasa bertanggung jawab. Mohon comment-nya demi pencerahan…
Mutiara Sitanggang Seharusnya pada saat kanonik,para saksi tersebut jg dipanggil shgga pertanyaan trhdp saksi pd saat sakramen pernikahan tak perlu ditanyakan lg. Justru para saksi ini yg sgt berperan sbg org tua rohani utk mengingatkan pasangan bila kelak trj badai dlm khidupan prnikahan mrk nanti. Kanonik ini hrs bnr2 dijalankan bkn sekedar tanya jawab semata,shgga grja katolik ga kecolongan bhwasanya bnyk pasangan yg bohong.thx
Kristopo Ignatius KHK.Kan.1120. pasal 1. Seselesai perayaan perkawinan, Pastor Paroki tempat perayaan atau yang menggantikannya, meskipun mereka tidak meneguhkan perkawinan itu, hendaknya secepat mungkin mencatat dalam buku perkawinan nama-nama mempelai, peneguh serta para saksi, tempat dan hari perayaan perkawinan, menurut cara yang ditetapkan oleh konferensi uskup atau oleh uskup diosesan.
SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA KHK 1108 § 1 Perkawinan hanyalah sah bila dilangsungkan di hadapan Ordinaris wilayah atau pastor paroki atau imam atau diakon, yang diberi delegasi oleh salah satu dari mereka itu, yang meneguhkannya, serta di hadapan dua orang saksi;
=========
Dua orang saksi yang menyaksikan perkawinan diperlukan demi sahnya perkawinan. Sebelum perayaan itu dilangsungkan, wajib diadakan penyelidikan kanonik oleh Imam untuk menjamin tidak adanya halangan yang dapat menggagalkan perkawinan. Tugas penyelidikan ini dilakukan oleh Imam (bukan oleh saksi). Maka sebenarnya menjadi tidak konsisten apabila malah Imam yang menanyakan kepada para saksi apakah ada halangan perkawinan.
-OL-
SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA <<Maaf, sedikit berkomentar, seandainya pernyataan saksi kita anggap sbg jawaban atas pertanyaan pada saat pengumuman nikah di gereja “siapa yg mengetahui halangan, wajib lapor ke pastor paroki”, apakah itu tidak bisa dijadikan landasan untuk pertanyaan thdap saksi waktu pemberkatan itu..?>>
Sebelum meneguhkan perkawinan, Imam harus yakin bahwa pasangan yang akan diteguhkan ini tidak memiliki satu halangan pun yang dapat menggagalkan terjadinya perkawinan. Upaya ini pertama-tama dilakukan dengan penyelidikan kanonik yang dilakukan oleh Imam itu sendiri (atau Imam lain) terhadap pasangan yang akan menikah.
Setelah penyelidikan itu dilakukan, dilakukan pengumuman gereja bahwa pasangan tsb akan menikah, dengan himbauan agar siapapun yang mengetahui adanya halangan bagi mereka wajib memberitahu pastor paroki. Artinya bila tidak ada halangan, tentu saja tidak perlu ada laporan kepada pastor paroki.
Bila sejak pengumuman itu dibacakan tidak ada laporan adanya halangan, maka perkawinan pasangan itu dapat dilangsungkan. Ketika tiba hari perkawinan, siapapun khususnya Imam yang meneguhkan sudah yakin tidak ada halangan apapun yang dapat menggagalkan terjadinya perkawinan.
<<Adakah penjelasan, mengapa pernikahan itu sah jika melibatkan saksi? Apa sekedar memenuhi persyaratan..?>>
Tugas saksi, sesuai namanya, adalah menyaksikan terjadinya perkawinan. Bila di kemudian hari ada keraguan tentang sahnya perkawinan sepasang suami-istri, dan kelengkapan administrasi tidak bisa diandalkan, keterangan saksi dapat dijadikan pegangan yang sah.
<<Saya berada dalam lingkungan kerabat yg masih meyakini saksi itu perlu sebagai orang-tua rohani, sama halnya ketika seorang bayi dipermandikan didampingi bapak/ibu serani yg selalu menuntun, memberi nasihat thdp anak itu tatkala orang-tua kurang mampu memberikan pendidikan rohani. Sy rasa saksi juga harus mendapat peran dalam pernikahan pasangan ini, dan mereka perlu menyatakan sesuatu di hadapan imam sbg wakil Tuhan, bahwa benar2 pasangan ini tidak berhalangan. Apabila di kemudian hari terjadi sesuatu, secara moral mereka akan merasa bertanggung jawab. Mohon comment-nya demi pencerahan…>>
Saya kira memang kebanyakan pasangan memilih orang yang spesial untuk menjadi saksi perkawinan mereka. Orang spesial ini biasanya unggul dalam kesalehan hidup beriman, dan dapat dijadikan teladan dalam hidup perkawinan. Sungguh sangat baik adanya apabila seorang saksi bisa menjadi seperti bapak/ibu rohani yang senantiasa bisa memberikan nasihat kepada pasangan suami-istri.
Itu hanya salah satu peran seorang saksi, yang tidak bisa kita mutlakkan menjadi tanggungjawab utamanya. Dari sudut pandang hukum Gereja, peran seorang saksi adalah menyaksikan perkawinan agar perkawinan itu dapat sah.
-OL-
Resti AndrianiJadi baiknya mesti ditiadakan or tetap ada ptanyaan itu u/para saksi?tks
SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA
@Resti Andriani: dalam TPP lama (buku Upacara Perkawinan), TIDAK ADA pertanyaan untuk para saksi perkawinan. Entah hasik kreatif siapa ada pertanyaan seperti itu, yang akhirnya beredar luas dan menjadi kebiasaan… serta seola-ola menjadi rubrik yang sah.